KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Senin, 07 Mei 2012

PROBLEMATIK PELIK PEMBANGUNAN KESETARAAN DESA - KOTA*



Oleh
Otto Soemarwoto
Yayasan Agenda 21
Bandung


RINGKASAN

Untuk membangun pedesaan perlu dibangun komunikasi antara desa dengan kota. Terjadilah arus informasi, materi dan energi antara desa dan kota. Informasi mencakup peraturan perundang-undangan, ilmu pengetahuan, penyuluhan dan iklan. Sebuah dalil ekologi menyatakan ekosistem yang kuat mengusai arus informasi sehingga arus materi dan energi pun dikuasai oleh ekosistem yang kuat. Terjadilah eksploatasi ekosistem yang lemah oleh ekosistem yang kuat. Dengan demikian komunikasi desa-kota mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi membangun dan kedua, fungsi eksploatasi. Fungsi kedua ini tidak kita sadari. Akibatnya, kesenjangan antara kota dan desa makin lebar.

Untuk mengatasi masalah ini kita harus menyadari adanya fungsi eksploatasi hubungan desa- kota dan mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan fungsi ini. Demokratisasi pengambilan keputusan kebijakan harus dikembangkan dengan memberi   kesempatan kepada desa untuk ikut  mengambil keputusan. Dengan tindakan preventif ini kesetaraan desa-kota dapat dibangun dalam arti adanya kemitraan desa-kota yang adil yang menumbuhkan sinergi antara desa dan kota.


*Makalah untuk Seminar Sehari Peringatan Hari Habitat Indonesia 2004, Yogyakarta, 4 Oktober 2004


Pendahuluan

Desa dan kota tak dapat berdiri sendiri-sendiri, melainkan ada saling ketergantungan. Desa tergantung pada kota untuk modal, teknologi, pemasaran hasil desa dan lain-lain. Kota tergantung pada desa untuk bahan pangan, tenaga kerja dan lain-lain. Antara desa dan kota juga terdapat perbedaan kedudukan, antara lain, kekuasaan menentukan kebijakan pembangunan serta pola hidup dan konsumsi. Dengan pendek dapat dikatakan bahwa kota lebih maju daripada desa. Perbedaan ini tak mungkin dapat dihapus. Karena itu membangun kesetaraan bukanlah untuk membuat kedudukan desa sama dengan kota, melainkan untuk mengelola kesenjangan antara kota dan desa pada tingkat yang tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Tujuannya ialah untuk membangun kemitraan desa-kota yang adil agar tumbuh sinergi antara desa dan kota. 

Untuk dapat membangun kesetaraan diperlukan adanya hubungan antara desa dan kota. Hubungan itu secara fisik berupa jalan, listrik dan telpon kabel serta secara non-fisik berupa hubungan transmisi radio, televisi dan telpon non-kabel. Hubungan jalan dan listrik terutama untuk memfasilitasi arus materi dan energi, sedangkan radio, TV dan telpon untuk arus informasi. Jalan juga berguna untuk arus informasi, yaitu mengangkut buku, majalah dan dokumen pemerintah dan non-pemerintah.


Dalil ekologi

Sebuah dalil ekologi menyatakan, jika dua ekosistem dihubungkan satu sama lain, terjadilah tukar menukar informasi, materi dan energi. Jika kedua ekosistem itu mempunyai tingkat organisasi yang  berbeda, arus informasi itu bersifat asimetris, yaitu arus dari yang lebih maju lebih kecil daripada arus sebaliknya. Karena arus yang asimetris ini, ekosistem yang lebih maju mendapatkan informasi, materi dan energi lebih banyak daripada ekosistem yang kurang maju. Dengan lain perkataan ekosistem yang lebih maju mengeksploatasi ekosistem yang kurang maju.

Dasar dalil ini ialah barangsiapa menguasai arus informasi, baik jenisnya, besarnya dan waktunya arus itu terjadi, dialah yang menguasai arus materi dan energi. Pihak yang kuat memilih jenis informasi yang akan diberikannya pada pihak yang lemah. Pada ekosistem alamiah, yaitu yang tidak ada manusianya, arus itu ditentukan oleh susunan genetik organisme hidup dan hukum alam arus angin, air dan suhu. Misalnya, warna tubuh hewan mangsa (prey) memberi informasi kepada calon predatornya bahwa dia beracun sehingga dia mencegah arus materi dan energi yang terkandung dalam tubuhnya untuk mengalir ke predatornya. Bau dan warna bunga memberi informasi pada insekta calon penyerbuk untuk mengunjunginya dan menyerbukinya. Suara dan kelakuan adalah jenis informasi lain pada dunia hewan dan tumbuhan.

Dalil ini juga berlaku pada ekosistem sosio-biogeofisik dengan manusia sebagai salah satu komponennya. Pada ekosistem ini manusialah yang menguasai arus informasi. Pada ekosistem sosio-biogeofisik informasi itu mencakup ilmu pengetahuan dan teknologi, iklan dan keputusan politik, misalnya peraturan perundang-undangan.

Secara sadar atau tidak sadar manusia melakukan pemilihan jenis informasi. Dia memilih jenis informasi yang akan menguntungkan dia, yaitu yang dapat memperbesar arus informasi, materi dan energi dari yang lemah kepadanya. Jenis informasi yang sensitif dia rahasiakan. Misalnya, negara maju merahasiakan informasi tentang senjata pemusnah masal (weapons of mass destruction, WMD). Demikian pula CIA merahasiakan informasi intel (intelligence information) yang dimilkinya.

Besarnya informasi juga ditentukan oleh ekosistem yang kuat. Tidak semua informasi yang dia miliki akan diberikan kepada yang lemah, yaitu secukupnya saja untuk memperbesar arus informasi, materi dan informasi dari yang lemah kepadanya. Misalnya, walaupun negara maju memberikan juga informasi tentang tenaga nuklir kepada negara lain, namun  jumlahnya dibatasinya. Dengan demikian negara sedang berkembang tak dapat mengembangkan senjata nuklir, kecuali yang berhasil mencuri rahasianya. 

Waktu terjadinya arus informsi pun ditentukan oleh yang kuat. Waktu yang dipilihnya juga bertujuan untuk memperbesar arus informasi, materi dan energi dari yang lemah kepadanya. Misalnya, dengan mempertimbangkan musim dan trend mode. 

Karena sifat hubungan eksploatatif itu terjadilah kesenjangan yang makin besar antara negara maju dengan negara sedang berkembang, antara desa dan kota serta antara yang kaya dan yang miskin. Bahkan dapat terjadi ekosistem yang lemah makin miskin dan menuju ke keambrukan, sementara ekosistem yang kuat makin kaya. Beberapa contoh menyusul untuk ilustrasi.


Pertanian

Pertanian diartikan dalam arti luas dan mencakup pula kehutanan. Arus informasi teknologi untuk meningkatkan produksi pertanian mengalir dari kota ke desa disertai dengan arus modal, benih unggul, pupuk dan pestisida. Aru.s ini disebut penyuluhan. Produksi pertanian pun naik. Baik kota maupun desa untung. Namun keuntungan kota lebih besar daripada desa. Produksi dan penjualan huller oleh kota membawa keuntungan besar. Sementara itu di desa ribuan perempuan desa kehilangan pekerjaan karena tidak lagi dapat derep (memanen padi dengan ani-ani) dan menumbuk padi. Menggarap tanah dengan traktor juga menyebabkan pengangguran ribuan pemuda desa.

Kebijakan harga gabah pun lebih menguntungkan kota daripada desa. Yang menguasai arus inforamsi ini adalah kota. Desa tidak menguasainya. Tujuan informasi itu lebih untuk menjamin suplai beras pada kota daripada untuk meningkatkan kesejahteraan desa. Untuk tujuan ini daerah yang tradisional menghasilkan pangan non-beras, seperti NTT, pun dipaksa untuk menghasilkan beras. Karena kebijakan perberasan dikuasai oleh kota, keuntungan dari peningkatan produksi beras itu lebih dinikmati oleh kota daripada oleh desa.
Pembangunan perkebunan, misalnya teh, karet dan kelapa sawit, juga membawa keuntungan pada desa. Tetapi keuntungan itu adalah marjinal. Misalnya, upah pemetik teh dan penyadap karet. Yang menikmati keuntungan besar dari perkebunan adalah kota. Hal yang serupa terdapat pada petani sayuran dan peternakan sapi. Yang menentukan harga sayuran dan sapi adalah kota. Tidak jarang petani kol dan tomat harus gigit jari karena harga komoditi itu merosot dengan drastis. NTT dan Gunung Kidul sebagai pemasok sapi sembelih tetap melarat. Pedagang sapi kotalah yang mendapat keuntungan besar.

Demikian pula pada industri kehutanan. Misalnya, penduduk daerah hutan jati di Jawa. sangatlah melarat. Di luar Jawa penduduk hutan yang dibalak hidupnya juga sangat miskin. Padahal hutan setiap tahunnya menghasilkan devisa bermilyar dolar.     


Pembangunan waduk

Inisiatif pembangunan sebuah bendungan dan waduk bermula pada orang kota. Inisiatif itu bersumber pada data meteorologi yang dia dapatkan dari stasiun meteorologi yang dibangunnya di DAS sungai yang akan dibendung dan data dari peta topografi. Nampaklah, pembangunan stasiun meteorologi dan pembuatan peta bertujuan untuk memperbesar arus informasi dari daerah pedesaan ke kota. Arus informasi sebaliknya,  yaitu dari kota ke desa tidak besar. Arus yang kecil itupun tidak banyak dapat dimanfaatkan oleh penduduk desa.

Tujuan pembangunan bendungan dan waduk ialah untuk mendapatkan air irigasi, listrik dan pencegahan banjir. Air irigasi itu dipergunakan untuk meningkatkan produksi beras untuk mencukupi kebutuhan materi, yaitu pangan, terutama penduduk kota. Demikian pula pembangkitan listrik bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi kota. Pencegahan banjir juga untuk penduduk di hilir bendungan. Penduduk desa di daerah bendungan tidak atau sedikit saja mendapatkan keuntungan dari proyek bendungan itu. Hanya sedikit saja listrik yang disalurkan ke desa di daerah bendungan. Tetapi mereka mendapatkan banyak kerugian, antara lain, tergenangnya pemukiman, sawah dan ladang. Banyak lapangan pekerjaan yang hilang. Penelitian di beberapa bendungan menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan penduduk setempat malahan bertambah. Penduduk yang tergusur dan kehilangan pekerjaan oleh genangan waduk naik ke lereng gunung yang mengelilingi waduk tersebut sehingga meningkatkan tingkat erosi di DAS tersebut. Kesenjangan antara desa dan kota meningkat. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa penduduk setempat banyak yang menentang pembangunan bendungan di daerahnya.

Pembangunan irigasi memang meningkatkan produksi beras di daerah itu. Tetapi yang lebih beruntung adalah kota, seperti diuarikan di atas.

Iklan

Iklan adalah sejenis informasi yang bertujuan untuk memromosikan produk tertentu, misalnya sabun, shampoo serta penerbangan dan hotel. Yang menguasai arus informasi itu jelas kota, yaitu perusahaan-perusahaan besar. Anggaran belanja untuk iklan sangat besar. Teknologi periklanan sangat canggih dan terus berkembang sangat pesat dengan menggunakan ilmu komunikasi yang mutakhir yang mencakup psikologi dan antropologi. Penyebaran informasi yang termuat dalam iklan juga menggunakan teknologi yang mutakhir, baik media cetak, maupun media elektronik. Simak saja betapa luas dan dalamnya iklan telah merasuk ke dalam internet.

Teknologi periklanan memilih jenis informasi yang akan disebarkan, berapa banyaknya informasi dan waktunya penyebaran informasi. Jenis informasi untuk perempuan berbeda daripada untuk laki-laki dan pada waktu bulan puasa berbeda daripada informasi pada waktu menjelang natal. Anak-anak pun menjadi sasaran penyaluran informasi. Dengan teknologi periklanan yang canggih ini, iklan masuk ke pedesaan yang kecil dan terpencil, misalnya di pedalaman Kalimantan dan Papua. Bukanlah keanehan lagi ada orang desa di daerah pedalaman membeli sepeda motor, meskipun di daerah itu tidak ada jalan yang layak untuk dilalui motor. Juga ada penduduk desa yang membeli kulkas dan mesin jahit listrik, meskipun di daerah itu tak ada aliran listrik. Penduduk juga lebih banyak belanja rokok putih dan kosmetika. Iklan juga memengaruhi pola makan. Banyak anak yang makan mi instan tiga kali sehari. Bahkan telah terjadi bahwa di daerah pedesaan yang ada pembangunan, pendapatan penduduk meningkat, tetapi kurang gizi meningkat pula. Desa menjadi pasar untuk menjual produk kota. Walhasil materi dan energi dengan derasnya mengalir dari desa ke kota.


Pendidikan

Pendidikan sangat diperlukan untuk pembangunan. Namun pendidikan juga sejenis informasi yang mempunyai dampak memperbesar arus informasi, materi dan energi yang asimetris, yaitu memperbesar arus dari ekosistem yang lemah ke ekosistem yang kuat sehingga memperbesar kesenjangan antara keduanya. Ini nampak dengan jelas pada tingkat internasional: kesenjangan antara negara maju dan negara sedang berkembang makin besar, bukannya berkurang, meskipun bantuan pendidikan telah diberikan oleh negara maju kepada negara sedang berkembang. Sebagian dari dampak ini terjadi karena kesengajaan, sebagian lagi karena tidak kesengajaan.

Kita ambil contoh bantuan pendidikan tinggi. Pakar dari negara barat datang sebagai dosen dan peneliti serta membawa peralatan untuk mendukung pendidikannya. Dalam persetujuan bersama hanya ditentukan garis besar apa yang akan diajarkan dan apa yang akan diteliti untuk mendukung pendidikan itu. Misalnya, genetika molekuler. Detilnya ditentukan oleh pengajar asing yang datang. Yang diajarkan ialah fakta-fakta mutakhir. Tetapi ia tidak mengajar genetika sampai pada dasar-dasarnya untuk membangun kemampuan kita merunut cara gen bekerja dan membangun teori baru. Tidak pula untuk  membangun sarana dan prasarana yang akan memungkinkan kita untuk mencapai tingkat yang dapat bersaing dengan negaranya, misalnya dalam hal membuat jenis-jenis transgenik yang lebih unggul daripada yang mereka buat. Yang umum terjadi ialah para pakar asing itu mengumpulkan informasi tentang kekayaan genetik kita dan ekologinya dengan menggunakan tenaga akademik kita untuk membantu mereka. Mereka membuat publikasi-publikasi sebagai penulis utama dan mencantumkan nama-nama Indonesia sekedar sebagai pelengkap. Setelah mereka pulang dari Indonesia banyak di antara mereka yang menjadi gurubesar dalam bidang yang ia ajarkan di Indonesia atau menjadi pakar di industri. Arus informasi dari kita ke mereka lebih besar daripada dari mereka ke kita. Dengan informasi ini mereka mengembangkan produk-produk baru yang dijual ke kita. Arus materi dan energi dari kita ke mereka membesar sehingga arus dari kita ke mereka lebih besar daripada dari mereka ke kita. Apa yang terjadi ialah kita diajar untuk mendapatkan informasi, tetapi tidak untuk mencari, memilih dan mengolah informasi. Kita tidak diajar untuk menguasai arus informasi.

Akibat dari sistem ini ialah arah pendidikan dan penelitian kita tidak menentu. Kita sering hanya mengikuti perkembangan ilmu yang sedang trendi. Misalnya, dalam awal tahun 1970-an setelah OPEC melakukan embargo minyak ke negara-negara barat, negara barat menggiatkan penelitian tentang energi pengganti minyak, seperti angin dan matahari. Kita pun mengikuti trend ini. Semua universitas di Indonesia melakukan penelitian energi alternatif. Sejak awal tahun 1970-an isu lingkungan hidup meningkat. Kita pun mengikutinya. Semua universitas mendirikan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Walaupun isu lingkungan hidup memang penting, tetapi PPLH yang ada tidak jelas arahnya, melainkan mengikuti trend di luar negeri. Misalnya, suatu ketika mengikuti trend keanekaan ragam hayati. Lalu produksi bersih. Kemudian trend pengelolaan hutan berkelanjutan, dan seterusnya. Kita tak mandiri dan karena selalu mengikuti trend yang ada, secara internasional atau bahkan regional di Asia Tenggara, tak ada PPLH yang dapat memegang kepemimpinan dalam suatu bidang lingkungan hidup.  

Pengembangan pendidikan pada tingkat nasional serupa dengan apa yang terjadi pada tingkat internasional. Misalnya, kerja sama antara universitas di pusat dan di daerah tidak menghasilkan universitas daerah yang handal dan yang dapat bersaing dengan universitas pusat. Pendidikan secara umum juga demikian. Kota lebih maju daripada desa dan kesenjangan antara keduanya terus meningkat.

Sistem pendidikan kita terombing-ambing. Kurikulum berubah-rubah terus, bukan karena belajar dari pengalaman, melainkan karena mengikuti informasi yang didapatkan di luar negeri, tanpa dikaji dengan kritis apa maknanya bagi kita. Di sini pun karena kita pandai mendapatkan informsi, tetapi tidak pandai memilih, mengolah dan menguasai arus informasi. Kita lihat dengan jelas perbedaannya dengan Jepang, Korea dan Cina. Mereka berusaha untuk menguasai arus informasi dan dengan ini menguasai arus materi dan energi. Jepang telah setingkat dengan negara maju, baik ilmu dan teknologinya, maupun tingkat ekonominya. Dan Cina sedang menyusul. Bahkan Malaysia pun yang dulu meminta bantuan kita, sekarang telah lebih maju daripada kita.

Pendidikan di pedesaan juga sangat bias kota (urban biased). Sebuah akibat ialah ditirunya gaya hidup kota oleh desa. Misalnya, dana yang dikirim ke desa oleh para warga desa yang merantau ke kota bukannya digunakan untuk modal usaha, melainkan sebagian besar untuk keperluan konsumtif. Misalnya, membangun rumah mewah dengan gaya spanyol yang dilengkapi dengan kamarmandi dengan shower,  bathtub dan toalet duduk. Tetapi shower, bath tub dan toalet itu mubazir, karena tidak digunakan. Penduduk desa lebih suka mandi dengan gayung atau mandi di tempat mandi komunal dan buang air dengan jongkok di jumbleng.  


Sosialisasi kebijakan, rencana dan program

Keputusan tentang kebijakan, rencana dan program (KRP) di tentukan di kota, yaitu secara hirarki di pusat, kabupaten/kota dan desa, walaupun otonomi daerah sudah dilaksanakan. Desa praktis tidak mempunyai kekuasaan untuk menentukan KRP. Setelah diputuskan, KEP itu disosialisasikan. Sosialisasi  mengandung makna arus satu arah, yaitu dari pusat ke daerah. KRP yang ada jelas bias kota. Misalnya, kebijakan tentang pembangunan hutan. Kota telah beruntung, tetapi desa merugi, bahkan sampai pada titik yang membahayakan kelangsungan hidup desa itu. Risiko ini begitu parahnya sehingga kota pun telah terkena dampaknya. Misalnya, banjir di Bandung, Jakarta dan kota-kota lain.


Tantangan yang kita hadapi

Uraian di atas menunjukkan dilema yang kita hadapi. Untuk membangun desa perlu dibangun hubungan antara kota dan desa. Hubungan itu bersifat fisik maupun non-fisik. Tetapi kita tidak menyadari bahwa hubungan itu mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi pembangunan. Ini kita ketahui dan kita tekankan. Kedua, ialah fungsi eksploatasi. Ini tidak kita ketahui dan tidak kita sadari. Akibatnya fungsi ini kita abaikan. Akibat  selanjutnya ialah fungsi ini tidak terkendalikan. Walaupun ada desa yang mengalami kemajuan, tatapi karena laju pertumbuhannya lebih kecil daripada laju pertumbuhan kota, kesenjangan antara kota dan desa makin besar. Lebih parah lagi ada desa yang mundur karena pembangunan sehingga mengancam kelangsungan hidupnya.

Masalah ini hanya dapat diatasi apabila desa mempunyai kesempatan untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan tentang kebijakan, rencana dan proyek, termasuk kebijakan tentang pendidikan. Desa tidak hanya menerima secara pasif sistem pendidikan yang akan diterapkan, melainkan mereka diberi kesempatan untuk ikut menentukan sistem pendidikan tersebut. Yang berarti harus ada demokratisasi dalam pengambilan keputusan. Tetapi ini lebih mudah dikatakan daripada dilaksanakan. Sebab demokrasi dalam pengambilan keputusan memerlukan orang-orang yang mengetahui tentang permasalahannya. Walaupun sulit, namun bukanlah suatu kemustahilan. Banyak orang desa yang dari segi pendidikan formal dapat dikategorikan sebagai tak berpendidikan, tetapi dari segi pengalaman dan kearifan (wisdom) adalah terdidik.

Hal yang penting pula ialah agar pemerintah mengambil langkah preventif dengan melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategik (KLHS) tentang kebijakan, rencana dan program sebelum diambil keputusan. Pada dasaenya KLHS ialah studi tentang dampak potensial KRP dan mengelola dampak tersebut. KLHS itu bertujuan untuk sedapat-dapatnya menghindari terjadinya eksploatasi desa oleh kota. Apabila KLHS menunjukkan bahwa KRP mempunyai sifat eksploatatif, KRP tersebut diamandemen atau dianulir.

Kata penutup

Makalah ini tidak bermaksud untuk memberikan solusi akhir. Masalahnya sangatlah rumit. Tujuan makalah ini lebih untuk menyadarkan adanya dua fungsi dalam membangun hubungan kota dan desa. Pengalaman menunjukkan bahwa fungsi kedua, yaitu fungsi eksploatasi tidak dapat diabaikan. Kita harus menyadari adanya fungsi kedua ini, mendiskusikannya dan berusaha untuk mengendalikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Revitalisasi Kawasan