KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Kamis, 25 Desember 2014

REVITALISASI KAWASAN WISATA TANJUNG PURI, KABUPATEN TABALONG, KALIMANTAN SELATAN

VENANSIUS YP MAHRUM
114110030
Gambar 1. Danau Wisata Tanjung Puri
 
 








Jika kita kembali ke masa sejarah tentu kita akan menemukan wilayah yang menjadi sentra/pusat dan pada saat ini sudah menjadi wilayah-wilayah yang jauh dari kata menjadi pusat/sentra. Wilayah yang sebelumnya menjadi pusat/sentra tersebut tentunya memiliki potensi-potensi yang lebih mudah untuk ditata kembali dari pada harus membentuk sentra baru. Karena hal tersebut, maka revitalisasi merupakan pilihan yang tepat untuk menanggulangi masalah tersebut.
Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra tempat) (Danisworo, 2002). Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja, tapi juga harus dilengkapi dengan peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada. Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat. Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek formalitas yang memerlukan adanya partisipasi masyarakat, selain itu masyarakat yang terlibat tidak hanya masyarakat di lingkungan tersebut saja, tapi masyarakat dalam arti luas.
Salah satu kawasan tersebut adalah kawasan wisata Tanjung Puri. Bagi masyarakat yang berdomisili di wilayah kabupaten Tabalong sendiri khususnya tentunya tidak asing lagi apabila mendengar nama Tanjung Puri. Hal tersebut dikarenakan Tanjung Puri merupakan salah satu tempat wisata yang terfavorit dan menjadi andalan di daerah Kabupaten Tabalong, serta nama Tanjung Puri itu sendiri berasal dari nama Kerajaan yang dahulu pernah berjaya di daerah Tabalong yaitu Kerajaan Tanjung Puri.
Tanjung Puri adalah objek wisata berupa sebuah danau alam yang nyaman, terletak di Desa Kasiau, Kecamatan Murung Pudak, Kabupaten Tabalong. Obyek wisata ini juga dilengkapi dengan fasilitas buatan seperti jembatan, pondok peristirahatan atau saung yang berada di tengah-tengah danau dengan arsitetektur unik berbentuk joglo. Sekitar danau juga dilengkapi tempat bermain anak-anak diantaranya sepeda air menyerupai bebek-bebekan dan kereta dan sebuah Camping Ground. Selain itu, Tanjung Puri juga dilengkapi dengan sebuah Restaurant sederhana yang menghidangkan masakan khas seperti Ikan Mas. 
Untuk menuju lokasi wisata ini yang jaraknya sekitar 16 kilometer dari pusat Kota Tanjung, diperlukan waktu sekitar 40 menit dengan menggunakan sepeda motor. Di sepanjang perjalanan dan saat memasuki kawasan wisata, para pengunjung akan disuguhi hamparan pemandangan bernuansa hijau yang menyejukkan mata dari pepohonan hutan, daun bunga maupun buah-buahan yang sengaja ditanam oleh pihak pengelola. Tempat ini sangat cocok bagi seluruh anggota keluarga untuk berpiknik dan melepaskan diri dari kepenatan pekerjaan.  Objek wisata yang satu ini terbilang asri, karena lokasinya di daerah perbukitan di sisi jalan trans Kalsel-Kaltim.
Namun, semua kalimat di atas yang mendeskripsikan begitu indahnya kawasan objek wisata Tanjung Puri hanya merupakan sebuah cerita saja untuk saat ini, karena kenyataan dari kalimat-kalimat tersebut hanya ada sekitar 10 tahun yang lalu. Untuk kondisi sekarang keindahan wisata Tanjung Puri bisa dikatakan tidak seindah dulu lagi, hal tersebut bisa dibuktikan apabila kita melihat bagaimana keadaannya yang sekarang.
Danau yang dahulu airnya bersih sekarang sudah mengeruh, terjadi pendangkalan akibat sampah-sampah dari pengunjung yang masuk ke badan air, selain itu fasilitas buatan yang telah dibuat tidak dikelola dengan baik oleh pengelola. Banyak fasilitas yang rusak tidak diperbaiki dan hal tersebut bisa saja membahayakan bagi keselamatan pengunjung. Keindahan objek wisata ini juga semakin berkurang karena munculnya lapak-lapak pedagang yang didirikan oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat dari daerah lain yang ada di Tabalong dimana letaknya semerawut dan tidak beraturan di sekitar lokasi wisata. Apa yang terjadi di tempat wisata Tanjung Puri tersebut berdampak buruk terhadap daya tarik masyarakat untuk pergi berwisata ke Tanjung Puri sehingga untuk saat ini objek wisata Tanjung Puri lebih sepi dibandingkan dahulu.
Melihat permasalahan ini, menurut saya pemerintah khususnya pemerintah Kabupaten Tabalong diharapkan segera memperhatikan dengan serius hal ini dan langsung melakukan tindakan nyata  untuk memperbaiki dan membenah lagi faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab lesunya objek wisata Tanjung Puri seperti yang kita ketahui sekarang ini, sehingga membuat Tanjung Puri asri seperti dulu lagi dan juga dapat menambah hasil pemasukan daerah yang dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat Tabalong, serta yang tak kalah penting yaitu dapat membuka peluang usaha bagi masyarakat yang berada di sekitar lokasi wisata Tanjung Puri.
Tindakan nyata yang diharapkan dari pemerintah Tabalong sendiri yaitu segera melakukan revitalisasi dan penataan kawasan wisata Tanjung Puri tersebut agar menjadi lebih baik dan bisa mengembalikan tingginya minat wisatawan untuk berwisata ke wisata Tanjung Puri. Di dalam revitalisai kawasan wisata ini memiliki beberapa tujuan penting, tidak hanya semata-mata untuk mengembalikan keindahan fisiknya agar meningkatkan jumlah wisatawan yang datang seperti. Tujuan lainnya adalah untuk membuat daerah wisata Tanjung Puri menjadi salah satu daerah peresapan air hujan di Tabalong. Hal ini disebabkan karena tidak jauh dari tempat wisata terdapat perkebunan kelapa sawit skala besar yang dimiliki oleh salah satu perusahaan besar di Indonesia yang berinvestasi di daerah tersebut. Kita tahu bahwa kelapa sawit merupakan salah satu tumbuhan yang boros terhadap konsumsi air tanah sehingga menyebabkan daerah permukiman yang berada di sekitarnya mengalami kekeringan yang cepat apabila dalam waktu jangka lama daerah itu tidak turun hujan.
Padahal air bawah tanah 40 kali lebih banyak dari air tawar permukaan. Di Indonesia kebutuhan air tawar untuk kota-kota dan desa-desa masih lebih banyak dicukupi oleh air bawah tanah. Sumber air bawah tanah dapat terisi ulang, tetapi prosesnya sangat lambat. Kini pengambilan air bawah tanah lebih banyak daripada pengisian ulang alami, mengakibatkan perubahan lahan dan subsidensi serta susupan air asin lebih jauh ke daratan di kota-kota pantai (H.R Mulyanto, 2007).
Penulis sendiri berkeyakinan bahwa apabila kegiatan revitalisasi terhadap kawasan wisata Tanjung Puri ini bisa benar-benar dilaksanakan, maka tidak hanya aspek ekonomi yang dapat ditingkatkan tetapi juga aspek lingkungan yang menyangkut permasalahan ketersediaan ruang terbuka hijau kota serta daerah recharge area air tanah bisa ditingkatkan. Dari aspek lingkungan sendiri, dengan revitalisasi ini dapat dikatakan kita melakukan suatu upaya konservasi air tanah di daerah tersebut. Konservasi air tanah ini manfaatnya sangat besar bagi masyarakat. Semakin baik kondisi recharge area yang ada maka ketersediaan air tanah akan tercukupi dan kualitas airnya terjamin, sehingga masyarakat yang ada di sekitar kawasan wisata Tanjung Puri tidak bermasalah lagi dengan ketersediaan air tanah dan masalah tingkat kualitasnya.
Menurut Stephanus Bijanata, CM dalam buku Bunga Rampai XVII Kajian Lingkungan Hidup Tinjauan Dari Perspektif Pastoral Sosial bahwa air merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia, alam dan semua makhluk Tuhan lainnya. Air mulai langka di berbagai tempat di Indonesia, sehingga kelangkaan ini menjadi ajang komersialisasi. Kelangkaan air terjadi karena peresapan air oleh  berbagai jenis pohon tidak ada lagi, yang juga disebabkan oleh penggundulan dan perusakan hutan secara besar-besaran.
Berdasarakan dari tujuan yang akan dicapai, maka pada aspek fisik dalam revitalisasi ini diutamakan untuk memperbaiki dan mengelola serta menambah fasilitas-fasilitas dan membenah danau, tumbuhan, serta kebersihan area yang ada di wisata Tanjung Puri sehingga menjadi asri kembali.

DAFTAR PUSTAKA
Danisworo, Muhammad / Widjaja Martokusumo, 2000. Revitalisasi Kawasan Kota Sebuah   Catatan dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Kawasan Kota. Jakarta: Urban and Regional Development Institute.
Darmaatmadja, dkk, 2007. Bunga Rampai XVII Kajian Lingkungan Hidup Tinjauan Dari Perspektif Pastoral Sosial. Jakarta: Sekretariat Komisi PSE/APP-KAJ, bekerjasama dengan LDD-KAJ, Komisi PSE/KWI

Mulyanto, 2007. Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu

KEGIATAN REVITALISASI KAWASAN PASAR TRADISIONAL TELUK LINGGA SANGATTA UTARA, KALIMANTAN TIMUR

NAMA            : SADAM HUSIN
NIM                : 114110051

Dimensi wilayah itu sangat penting dan merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam menganalisis dan menentukan dimana suatu program atau proyek diletakkan dalam perencanaan pembangunan revitalisasi kawasan. Wilayah dikonotasikan dengan lokasi suatu kegiatan pembangunan atau kegiatan-kegiatan ekonomi seperti industri atau pabrik, perusahaan, dan fasilitas pelayanan, dengan demikian kelangsungan kegiatan-kegiatan tersebut. jika penentuan lokasinya dilakukan dengan tepat, maka diharapkan kegiatan tersebut akan berlangsung secara produktif dan efisien, tetapi dapat pula sebaliknya yaitu pemilihan lokasi yang salah akan mengakibatkan kegiatan tersebut tidak produktif dan efisien, oleh karena itu pemilihan lokasi dari setiap kegiatan usaha harus dipertimbangkan secara cermat dan tepat. Penentuan lokasi suatu industri atau yunit produksi pada umumnya dikaitkan dengan lokasi sumber bahan mentah dan wilayah pasarnya. Kriteria yang digunakan dapat bermacam-macam, minyalnya biaya transportasi yang terendah, tersedianya sumber tenaga kerja dalam jumlah yang relatif banyak dan murah, tersedianya sumberdaya airdan energi yang cukup besar, ataupun daya tarik lainnya berupa penghematan lokasional (locational economies) dan penghematan aglomerasai (agglomaration economies).
Menurut salah satu teori lokasi yang dikemukakan oleh Van Thunen (1826) yaitu berbagai jenis produksi pertanian seperti menghasilkan bahan pangan, susu, kehutanan dan berbagainya ditentukan oleh kaitan antara harga komoditas-komoditas yang dijual dipasar perkotaan dan jarak antara daerah produksi dengan pasar penjual.
Alfred weber (1909) telah mengembangkan analisis penentuan lokasi optimum yaitu lokasi yang mempunyai biaya produksi yang terendah yang berarti orientasi transportasi dan orientasi tenaga kerja dianggap sebagai kekuatan lokasional primer.
Pasar tradisional teluk lingga sangatta utara ini berada pada kabupaten sangatta (Kutim) Kalimantan Timur. Pasar tradisional teluk lingga ini secara posisi kawasannya terlihat tidak bagus karena letak pasar tradisional ini berada dikedua sisi jalan utama kota kab. Sangatta utara tersebut. Pasar tradisional ini juga berada dekat dengan kawasan pemukiman warga kab. Sangatta utara. Kawasan pasar tradisional ini terlihat sangat kumuh dan kotor ditambah lagi dengan parkiran yang ada dipinggir kedua badan jalan utama sangatta utara tersebut, yang menambahkan kesan negatif untuk pasar tradisional ini. Lokasi pasar tradisional yang dekat dengan permukiman warga memberikan beberapa dampak tersebut, seperti bau-bau yang tidak enak dari pasar dan kebisingan yang ditimbulkan pasar tradisional teluk lingga, sangatta utara trsebut.
Secara ekonomi Pasar tradisional ini sejatinya sangat disenangi oleh ibu-ibu yang senang berbelanja bahan pokok makanan untuk keluarganya, karena pasar tradisional ini memiliki beragam kebutuhan dari sembako, beberapa daging ternak yang sehat (sapi dan kambing), ikan laut, ikan rawa, sayuran segar hingga pakaian pun ada. Kelebihan dari pasar ini adalah mudahnya mendapatkan bahan-bahan pokok tersebut karena bahan perkebunan dan perikanan dapat diperoleh karena dekat dengan pesisir dan lagi didalam wilayah kab. Sangatta utara adalah kawasan rawa.
Tetapi pasar tradisional ini apabila dilihat dari perkembangan kota akan ada pengurangan peminat untuk berkunjung karena pasar tradisional ini yang semakin lama terlihat kumuh dengan dimakannya umur dan tidak ada perawatan pasar yang berkelanjutan, dan dengan adanya pasar-pasar modern yang makin bermunculan menambahkan kesan negatif untuk pasar tradisional ini. Selain itu juga banyak permasalahan yang lebih berdampak oleh pengguna jalan utama kab. Sangatta utara tersebut, seperti mengganggu para pejalan kaki yang ingin melintasi pasar tradisional ini karena trotoar (fasilitas para pejalan kaki) yang ada dipinggir jalan digunakan sebagai tempat tambahan lapak dari pasar dan juga seringkali mengakibatkan kemacetan pada jalan utama saat ingin dilewati oleh beberapa kendaraan yang ingin melewati pasar tradisional ini, karena setengah dari badan jalan juga digunakan oleh para juru parkir untuk para pengunjung pasar yang mengakibatkan kemacetan tersebut.


parkir.jpg
Gambar 1. Badan jalan digunakan sebagai area parkir

Bisa dilihat dari gambar diatas (gambar 1) adalah permasalahan utama kondisi dari badan jalan yang digunakan oleh juru parkir pasar karena kurangnya lahan untuk parkir para pengunjung pasar tradisional teluk lingga yang mengakibatkan kemacetan para pengguna jalan tersebut.


lalulintas.jpg
Gambar 2. Polisi lalulintas turun langsung untuk mengatasi kemacetan

Dilihat dari gambar 2. Seringkali adanya polisi lalulintas yang langsung turun untuk mengatasi  kemacetan yang ada dijalan utama kab. Sangatta utara dikarenakan setengah badan jalan yang digunakan sebagai lahan parkir. Pasar tradisional teluk lingga ini sebenarnya seringkali didatangi oleh rajia satpol pp (satuan polisi pamong peraja) karena pasar tradisional melanggar, menyalah gunakan lahan tata kab. Sangatta utara dengan adanya trotoar digunakan untuk menambah lahan lapak pasar. Bukan pemerinta kab. Sangatta utara tidak ada upaya untuk mengatasi hal tersebut, sudah dikenakan biaya pelanggaran bagi penggunaan trotoar tersebut tetapi masih saja tidak ada titik jeranya.
Untuk mengatasi permasalahan pasar tradisional teluk lingga kab. Sangatta Utara ini dengan adanya kegiatan revitalisasi kawasan. Kegiatan revitalisasi kawasan ini bertujuan untuk menambah nilai-nilai pasar tradisional. Kegiatan revitalisasi kawasan juga bisa dikatakan sebagai proses, cara, dan pembuatan menghidupkan atau meningkatkan kembali berbagai program kegiatan apapun. Dapat disimpulakan bahwa kegiatan revitalisasi kawasan pasar tradisional teluk lingga, kab. Sangatta Utara harus dapat menaikan nilai tambah dari pasar itu sendiri, proses kegiatan revitalisasi kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi, dan aspek social.
Pendekatan kegiatan revitalisasi kawasan harus mampu mengenali dan manfaat potensi lingkungan.  Kegiatan revitalisasi kawasan sendiri bukan suatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja, tapi juga harus dilengkapi dengan peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pengalaman budaya yang ada. Secara fisik pasar tradisional teluk lingga kab. Sangatta utara harus lebih terarah dalam penataaan bangunan pasar tradisional nantinya, sehingga tidak mengganggu aktifitas lalulintas yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah keseluruhan bentuk pasar tradisional yang ada menjadi pasar tradisional yang bersih, rapi dan tidak mengganggu jalur transportasi umum yang ada seperti sebelumnya.

Konsep Pasar Tradisional Teluk Lingga kab. Sangatta Utara
            Secara ekonomi para pedagang perlu meningkatkan pemahaman tentang pentingnya kebersihan, berkaitan dengan jumlah konsumen yang datang berbelanja. Karena dengan pasar yang bersih dan nyaman, secara tidak langsung dapat meningkatkan jumlah pengunjung sehingga transaksi jual beli yang terjadi pun meningkat, otomatis omset pedagang pun akan naik. Bukan hanya itu saja, dalam peningkatan aspek ekonomi, pemerintah pun harus mendukung dengan memberikan penyuluhan tentang betapa pentingnya meningkatkan ekonomi dalam perdagangan di pasar tradisional.
            Secara social, pasar tradisional teluk lingga ini harus memberikan nilai tambah bagi hubungan bermasyarakat yang humanis, yaitu dalam hal transaksi jual beli yang tetap memberikan kesan social yang dalam terjadinya proses tawar menawar harga yang tidak dapat ditemui dipasar modern, ini merupakan interaksi social mendasar yang perlu dipertahankan dipasar tradisional teluk lingga kab. Sangatta utara.


sangata-pasar.jpg
Gambar 3. Impian bangunan kegiatan revitasi kawasan

Bisa dilihat pada gambar 3 tersebut adalah gambaran rekonstruksi kegiatan revitalisasi kawasan untuk pasar tradisional teluk lingga, kab. Sangatta utara. Tidak perlu memindah pasar tradisional tersebut untuk membangun bangunan pasar tradisional yang baru, karena pasar tradisional sebelunya lahannya cukup luas hanya saja kurang dikelola dengan baik. Dengan adanya kegiatan revitalisasi kawasan ini diharapkan menjadi pasar tradisional seperti digambar yang mana bentuk bangunan adalah panjang bertingkat dan memiliki lahan parkir yang luas, yang tidak mengganggu para pengguna jalan utama kab. Sangatta yang ingin melintasi pasar tradisional tersebut. Dengan adanya dukungan mekanisme control atau pengendalian rencana kegiatan revitalisai kawasan harus mampu mengangkat isu-isu strategis kawasan, baik dalam bentuk kegiatan atau aktifitas social-ekonomi maupun karakter fisik kota yang harus diperbaharui sesuai dengan perkembangan jaman. Kegiatan revitalisasi kawasan merupakan pengangkat pengarahan dan pengendalian untuk mewujudkan lingkungan binaan yang akomodatif terhadap tuntutan kebutuhan dan fungsi baru.























Revitalisasi Kawasan Pasar Tradisional Kelapa Gading, Kuala Tungkal, Jambi.

Nama : Niken Ayu Pratiwi
    Nim : 114110025
Revitalisasi Kawasan Pasar Tradisional Kelapa Gading, Kuala Tungkal, Jambi.

Gambar 1.1 Pasar Tradisional Kelapa Gading

Pasar Tradisional Kelapa Gading  berada di kota Kuala Tungkal, Ibukota Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Pasar Tradisional ini secara posisi keberadaannya terlihat tidak serasi karena letak pasar yang berada diantara jalan utama dikota Kuala Tungkal. Pasar yang juga berada dekat dengan pemukiman warga dan sungai ini memberi dampak yang negatif, karena pasar menjadi terlihat sangat kumuh dan mengganggu jalur transportasi  yang ada.  Lokasi pasar yang dekat dengan pemukiman warga memberi dampak yang buruk kaitannya dengan pencemaran udara yang terjadi. Pencemaran udara terjadi sebagai akibat dari penjualan hasil bumi dan hasil laut juga dari sampah sampah organik maupun non organik yang tertumpuk sehingga menimbulkan bau tidak sedap yang dapat mengganggu proses pernapasan untuk jangka pendek dan kerusakan organ pernapasan bila terjadi dalam jangka panjang. Indikasi kerusakan lingkungan juga terlihat, karena sungai yang berada dekat dengan pasar menjadi tercemar dengan sampah dari pasar tradisional tersebut.
Pasar merupakan tempat bertemunya antara antara permintaan dan penawaran  barang dan jasa (Soetamo1986 dalam Nastiti 2003) dalam hal ini Pasar tradisional yang sejatinya menjadi tulang punggung ekonomi mikro suatu daerah, selama ini menjadi semakin tergeser dengan pasar pasar modern milik perorangan maupun kelompok, hal ini terjadi akibat penataan dan pengelolaan pasar tradisional yang semakin kumuh dan merusak lingkungan sekitar. Hal tersebut dapat mengakibatkan pasar tradisional semakin tidak dilirik sebagai tujuan utama pusat perdagangan. Melihat fungsi dan peran pasar tradisional yang strategis dalam peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, juga dalam konteks pemeliharaan lingkungan yang benar, baik secara letak yang baik dan serasi juga dampak dari keberadaan pasar tradisional terhadap pemukiman yang berada disekitarnya,  maka dalam pembangunan sektor perdagangan merupakan salah satu program prioritas yang harus  dikembangkan yaitu revitalisasi pasar tradisional.
Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri, program yang dilakukan oleh pemerintah pusat untuk meningkatkan kualitas pasar tradisional ini, seharusnya bisa menjadi pintu dalam melakukan revitalisasi pasar tradisional kelapa gading. Sasaran kegiatan diarahkan pada masyarakat dalam menciptakan kegiatan sosial ekonomi (Sumodiningrat, 2001). Dibalik peran pasar tradisional yang strategis tersebut diperlukan upaya-upaya dalam rangka meningkatkan  daya saing pasar tradisional yang identik dengan sebuah lokasi perdagangan yang kumuh, semrawut, kotor dan merupakan sumber kemacetan lalu lintas. Citra Pasar Tradisional yang kurang baik tersebut sudah semestinya mendapat perhatian yang cukup besar karena didalamnya terkait dengan hajat hidup orang banyak. Pembenahan Pasar Tradisional  menjadi tempat belanja yang bercitra positif adalah suatu tantangan yang cukup berat dan harus diupayakan sebagai rasa tanggung jawab kepada publik.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Ada pula yang mengatakn bahwa revitalisasi merupakan upaya mengembalikan fungsi menjadi lebih dari sebelumnya (Suharso, 2009 :427). Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan menjadi vital. Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau perlu sekali (untuk kehidupan dan sebagainya). Pengertian melalui bahasa lainnya revitalisasi bisa berarti proses, cara, dan atau perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali berbagai program kegiatan apapun. Atau lebih jelas revitalisasi itu adalah membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, pengertian revitalisasi ini secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali.               
Dari definisi revitalisasi diatas kita dapat mengambil pemahaman bahwa revitalisasi kawasan Pasar Tradisional Kelapa Gading harus dapat menaikkan nilai dari Pasar itu sendiri. Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial.
Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan. Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja, tapi juga harus dilengkapi dengan peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada. Secara fisik, pasar Tradisional Kelapa Gading harus lebih terarah dalam penataan lokasinya, sehingga tidak mengganggu aktifitas lalulintas yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan pasar pada lokasi yang tidak bersinggungan langsung dengan pemukiman warga. Lokasi pasar pun sebaiknya berada pada salah satu bagian jalan saja kecuali dibangun suatu kompleks pasar yang tidak mengganggu jalur transportasi umum yang ada , dan apabila kekurangan dalam lokasi dibangun menjadi pasar bertingkat. Penataan parkir yang baik, hal ini sungguh harus dilakukan dengan benar karena proses keluar masuknya kendaraan ke dalam lokasi pasar, merupakan salah satu titik kemacetan.
Secara ekonomi, para pedagang perlu ditingkatkan pemahaman tentang pentingnya kebersihan, kaitannya dengan jumlah konsumen yang datang berbelanja. Karena dengan pasar yang bersih dan nyaman, secara langsung dapat meningkatkan jumlah pengunjung sehingga transaksi jual beli yang terjadi pun meningkat, otomatis omzet pedagang pun akan naik. Bukan hanya itu saja, dalam peningkatan aspek ekonomi, pemerintah pun harus mendukung dengan memberikan penyuluhan tentang peningkatan ekonomi dalam perdagangan di pasar tradisional.
Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat. Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek formalitas yang memerlukan adanya partisipasi masyarakat, selain itu masyarakat yang terlibat tidak hanya masyarakat di lingkungan tersebut saja, tapi masyarakat luas. Ada beberapa aspek lain yang penting dan sangat berperan dalam revitalisasi, yaitu penggunaan peran teknologi informasi, khususnya dalam mengelola keterlibatan banyak pihak untuk menunjang kegiatan revitalisasi.
Dengan dukungan mekanisme kontrol atau pengendalian rencana revitalisasi harus mampu mengangkat isu-isu strategis kawasan, baik dalam bentuk kegiatan atau aktifitas sosial-ekonomi maupun karakter fisik kota yang terus diperbaharui sesuai dengan perkembangan jaman. Revitalisasi merupakan perangkat pengarah dan pengendalian untuk mewujudkan lingkungan binaan yang akomodatif terhadap tuntutan kebutuhan dan fungsi baru.  

DAFTAR PUSTAKA
Sumodiningrat, Gunawan.1996. Pemberdayaan Masyarakat & JPS. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Nastiti, Titi Surti, 2003. Pasar Di Jawa Pada Masa Mataram Kuno Abad VIII-XI Masehi. Penerbit PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta
Suharsono 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux. Penerbit CV. Widya Karya Semarang
Mudradjad, Kuncoro. 2008. Strategi Pengembangan Pasar Modern dan Tradisional.
Anonim. 2007. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. URL : www.bpkp.go.id
Daryanto, Arief. 2009. Revitalisasi Pasar Tradisional.

dewiultralight08.wordpress.com/2011/03/10/pengertian-revitalisasi/