KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Rabu, 23 Desember 2015

Mengeksplor Keindahan Pantai Dato Majene Sulawesi Barat dengan Revitalisasi

ARDIN
114120044

         
Provinsi Sulawesi Barat adalah salah satu provinsi dengan ibukotanya  Mamuju , dan mempunyai banyak sekali obyek wisata antara lain Wisata Alam, Wisata Sejarah, Wisata Budaya, Wisata Minat Khusus, Wisata Kuliner, Wisata Olah Raga, Wisata Belanja , dari sekian banyak Obyek wisata Sulawesi Barat yang sangat terkenal yaitu  Wisata Alam Pantai Dato Majene. Pantai Dato Majene ini adalah salah satu wisata bahari yang jarang tersentuh oleh wisatawan. Pantai Dato Majene sendiri berjarak kurang lebih 7 km dari pusat kota Majene. Untuk menuju ke lokasi Pantai Dato Majene dapat ditempuh dengan  menggunakan kendaraan darat pribadi atau carteran , kira 15 menit dari kota Majene.


Pantai Dato Majene ini mempunyai ciri yang khas dan keindahan tersendiri dimana keindahan Pantai Dato Majene ini terbagi 2 bagian yaitu pantai yang berpasir putih halus dan pantai beralaskan karang.Selain itu di Pantai ini juga terdapat karang yang menjorok kelaut atau karang yang berlubang karena hantaran ombak menambah keunikan dan keindahan pantai dato Majene. Diatas karang yang menjorok kelaut sangat indah duduk santai menikmati hembusan angin laut, tempat memancing atau menikmati liukan ikan kecil berwarna warni melalui air laut yang jernih dari atas batu karang.
Pantai Dato Majene ini memiliki keunikan dan keistimewaan tersendiri berbeda dengan pantai-pantai lain di wilayah Pulau Sulawesi. Selain memiliki panorama alam pantai tropis yang sangat indah, pantai ini juga tergolong masih alami dan terjaga dengan baik. Oleh karena itu, Pantai Dato Majene ini menjadi salah satu lokasi berwisata keluarga yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan terutama pada saat akhir pekan dan hari libur. Bagi wisatawan yang menginginkan untuk tinggal beberapa hari lagi di dekat kawasan wisata ini, terdapat tempat menginap di hotel yang tidak jauh dari kawasan wisata Pantai Dato Majene ini.


 Selain dari potensi wisata, Pantai Dato Majene  juga kaya akan budaya masyarakatnya salah satunya adalah Saiyyang Pattu’duq. Saiyyang Pattu’duq adalah tradisi mengarak menggunakan kuda yang dimiliki masyarakat Majene. Biasanya tradisi ritual ini dijumpai pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, anak-anak yang telah khatam Al-Qur;an akan diarak keliling kampung dengan tunggangan kuda tersebut. Selain itu, tunggangan Saiyyang Pattu’duq juga akan dijumpai pada saat penjemputan tamu kehormatan, karena adanya nadzar yang terkabulkan dari masyarakat dan pertunjukan untuk hiburan. Sehingga dengan adanya kekayaan budaya ini para wisatawan tidak hanya bisa menikmati pemandangan yang indah di Kabupaten Majene tetapi juga dapat sekalian berwisata budaya.

Begitulah sekilas tentang gambaran Pantai Dato Majene beserta potensi-potensi wisata alam khususnya wisata pantainya yang bagus dan kebudayaan yang ada. Namun sangat disayangkan wisata bahari ini seperti Pantai Dato Majene kurang mendapat perhatian oleh pemerintah Kabupaten Majene. Rencana revitalisasi kawasan wisata Pantai Dato Majene dengan membuat kawasan wisata ini lebih terpadu dan lebih menarik lagi untuk menjadi kawasan yang vital akan membuka akses jalan menuju tempat wisata tersebut. 

Menurut Joyosuharto (2000) bahwa pengembangan pariwisata memiliki tiga fungsi, yaitu: 1) menggalakkan ekonomi, 2) memelihara kepribadian bangsa dan kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup, 3) memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa. Untuk menjalankan ketiga fungsi tersebut maka diperlukan pengembangan obyek wisata dan daya tarik wisata, meningkatkan dan mengembangan promosi dan pemasaran, serta meningkatkan pendidikan dan pelatihan kepariwisataan. Harus diakui kawasan wisata ini kurang berkembang disebabkan informasi yang masih sangat miim serta kurang tereksplornya keindahan wisata pantai Dato Majene ini Selain itu, hal lain yang menyebabkan kurang berkembangnya wisata Pantai Dato Majene ini adalah sangat terbatasnya fasilitas yang disediakan di tempat wisata ini sehingga tidak dapat memenuhi apa yang diinginkan para pengunjung. Menurut (Pendit, 1999) unsur-unsur yang terlibat dalam industri pariwisata meliputi hal-hal sebagai berikut akomodasi tempat tinggal, jasa boga dan restoran, transportasi dan jasa angkutan, atraksi wisata, cinderamata (souvenir).
            Sementara itu yang terjadi di Pantai Dato Majene sangat terbatas baik dari segi akomodasi  tempat tinggal, jasa boga dan restoran, transportasi dan jasa angkutan, atraksi wisata, cinderamata (souvenir). Untuk sekarang ini di kawasan wisata Pantai Dato Majene masih sedikit tempat penginapan bagi para wisatawan yang ingin bermalam di Pantai Dato Majene.. Selama ini para wisatawan hanya bermalam di rumah bapak kepala desa Teluk tamiang. Selain itu, di Teluk tamiang juga tidak ada petunjuk jalan ke arah wisata. Untuk mendukung kemajuan kawasan suatu wisata diperlukan fasilitas-fasilitas pendukung untuk menunjang kawasan wisata tersebut sehingga diperlukan sebuah revitalisasi kawasan Teluk Tamiang dan pulau di sekitarnya yang kurang berkembang dan sangat kurang mendapat perhatian dari pemerintah Kabupaten Majene.
            Sangat disayangkan ditengah banyaknya potensi yang ada di seperti Terumbu karang, pasir pantai yang putih dan halus, batu-batu yang berukuran besar, karang-karang besar yang indah dan perkampungan nelayan tidak dilengkapi dengan sarana pendukung untuk menikmati fasilitas yang ada di sana. Sudah seharusnya pemerintah Kabupaten Majene memperhatikan potensi besar yang dimiliki kawasan Pantai Dato Majene  ini dan menjadikan tempat ini sebagai tujuan wisata yang menarik. Untuk membuat kawasan Pantai Dato Majene ini menjadi kawasan wisata yang menarik maka diperlukan suatu rencana untuk merevitalisasi kawasan Teluk Tamiang ini. Rencana revitalisasi tersebut adalah menyediakan dan membangun unsur-unsur pendukung dalam sebuah pariwisata. Hal pertama yang dilakukan dalam merevitalisasi kawasan pantai Dato Majene ini adalah dengan membuat sebuah konsep wisata yang menarik dan melengkapi fasilitas- fasilitas yang dibutuhkan wisatawan serta giat membuat film-film documenter mengenai keindahan dan potensi yang dimiliki Pantai Dato Majene ini.
            Untuk mengatasi masalah akomodasi tempat tinggal disana akan dibangun penginapan-penginapan bagi wisatawan yang ingin bermalam. Pembangunan penginapan-penginapan ini menjadi potensi yang besar dan dapat menambah pendapatan serta membuka peluang bekerja bagi masyarakat sekitar Pantai Dato Majene sehinggadiharapkan dengan penginapan yang bagus para wisatawan akan betah berlama-lama berwisata di Pantai Dato Majene ini. Selama ini para wisatawan yang datang dan ingin bermalam hanya terdapat penginapan yang sederhana dan belum dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang dapat memanjakan wisatawan.     
Untuk lebih mengembangkan kawasan wisata Teluk tamiang ini akan disediakan juga peralatan untuk snorkling bagi wisatawan yang ingin menikmati keindahan terumbu karang Pantai Dato Majene. Selain paket wisata snorkling di Teluk tamiang juga akan dibuat paket wisata wahana permainan air seperti banana boot, jetski dan lain-lain. Selain wahana permainan air juga akan dibuat wahan permainan untuk anak-anak seperi ATV dan Motor Trail kecil sehingga anak-anak dapat berkeliling mengitari pantai. Untuk ibu-ibu di Pantai Di Pantai Dato Majene sendiri akan dibina dan dibuatkan sebuah pelatihan untuk menambah pendapatan keluarga mereka. Ibu-ibu disana akan dibina untuk membuka warung makanan di sekitar pantai yang menyediakan makanan dan minuman yang khas daerah setempat. Selain membuat warung makanan ibu-ibu disana juga akan diajarkan bagaimana caranya membuat souvenir atau cinderamata untuk dijual kepada para wisatawan.
            Begitulah rencana-rencana proses revitalisasi kawasan Pantai Dato Majene yang akan dilaksanakan. Tujuan dari revitalisasi kawasan Pantai Dato Majene ini adalah mengenalkan kepada orang-orang bahwa Pulau Sulawesi terutama di Kabupaten Majene juga memiliki pantai pasir putih yang indah serta terumbu karang yang indah dan berukuran raksasa yang memiliki potensi sangat besar menjadi wisata Pantai yang menarik dank has di Sulawesi Barat. Selain itu, tujuan dari revitalisasi kawasan ini adalah untuk menambah pendapatan daerah di sektor pariwisata dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar serta menambah pendapatan ibu-ibu di Pantai Dato Majene. Untuk masalah pengelolaan kawasan Pantai Dato Majene ini sepenuhnya akan diserahkan kepada masyarakat sekitar untuk mengelolanya dengan terlebih dahulu, masyarakat sekitar Pantai Dato Majene terlebih dahulu diberikan pelatihan-pelatihan oleh dinas terkait terutama dinas Pariwisata. Sehingga dengan adanya Revitalisasi ini memberikan dampak positif bagi mereka baik dari segi ekonomi, sosial maupun budaya dan masyarakat dapat terlibat langsung dalam pengelolaannya dan tidak menjadi penonton di tempat mereka sendiri.

Referensi
Pendit, Nyoman. (1999). Ilmu Parawisata. Jakarta: Akademi Pariwisata Trisakti

Joyosuharto, S., 2000. Aspek Ketersediaan dan Tuntutan Kebutuhan Dalam Pariwisata, dalam Dasar-dasar Manajemen Kepari-wisataan Alam, (Editor: CH. Fandeli), Yogyakarta: Liberty

Senin, 21 Desember 2015

Revitalisasi Pasar Tradisional Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka Induk Provinsi Bangka Belitung



Agfiyogi Patrianusa

                114120058 

          
Kondisi Pasar Tradisional Pangkalpinang
 
Dengan adanya globalisasi, persaingan antara pasar tradisional dan retail modern tidak bisa dihindari. Membanjirnya retail modern di kota-kota tampaknya tidak bisa dibendung. Kondisi ini tentunya dapat menjadi ancaman bagi keberadaan pasar tradisional. Dalam hal ini kebijakan pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan jalannya perekonomian. Pemerintah harus peka dan peduli untuk melindungi pasar tradisional yang memang masih dibutuhkan masyarakat, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah dan juga masyarakat di daerah pinggiran atau pedesaan. Keberadaan pasar tradisional juga harus mendapatkan perhatian lebih serius dari pemerintah. Keberpihakan pemerintah dalam hal ini menjadi penting, mengingat aset pasar adalah milik pemerintah dan pedagang hanya memegang hak pakai. Pemerintah wajib melindungi pasar sebagai upaya terpadu guna membangun ketahanan pasar yang berkelanjutan dan mampu memberdayakan pasar sebagai ruang kegiatan ekonomi dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat.
Kepadatan Pasar Pangkalpinang lama
Salah satu pasar tradisional yang kondisinya sangat perlu perhatian khusus yaitu pasar tradisional yang berada di Kota Pangkalpinang. Pasar tradisional yang besar selama ini menjadi perdebatan dikarenakan kondisi pasar yang sangat menyedihkan. Hal tersebut dikarenakan kondisi pasar tradisional tersebut sangatlah kotor, letak kios pedagangnya tidak teratur dan sampah dimana - mana. Selain hal tersebut pasar tradisional di kota Pangkalpinang ini kejahatan sosial merajalela, seperti pencopetan, atau penodongan. Perlunya perbaikan atau proses revitalisasi pasar tradisional ini sangatlah penting untuk masyarakat dan pastinya pedagang yang ada didalamnya. Revitalisasi ini sangat berguna untuk menata ulang pasar tradisional dalam aspek social, fisik dan ekonomi dari pasar ini. Kondisi yang baik juga akan meningkatkan kualitas dari pasar, selain itu pasar tradisional ini memiliki peran penting bagi masyarakat serta pemerintah setempat. 
Konsep Revitalisasi Pasar Tradisional Pangkalpinang
            Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulu pernah vital atau hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran atau degradasi. Dengan demikian revitalisasi pasar adalah merupakan suatu usaha untuk mencoba memvitalkan kembali fungsi pasar tradisional yang semakin mundur karena persaingan dengan pasar modern. Skala revitalisasi bisa terjadi pada tingkatan mikro maupun makro. Proses revitalisasi melalui beberapa tahapan, yaitu
a.        Aspek fisik
Meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik bangunan, tata hijau, sistem penghubung, reklame dan ruang terbuka area (urban realm). Dalam hal ini isu lingkungan menjadi penting dan perlu diperhatikan. Perencanaan fisik tetap harus dilandasi pemikiran jangka panjang.
b.       Aspek Ekonomi
Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak urban harus mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi formal maupun informal (local economic development) sehingga bisa memberikan nilai tambah bagi daerah yang bersangkutan.
Sketsa Pasar Pangkalpinang Terevitalisasi
c.        Aspek sosial atau institusional
Revitalisasi tidak hanya sekedar fisik tetapi juga harus memberi dampak positif bagi dinamika dan kehidupan sosial masyarakat yang harus didukung dengan pengembangan institusi yang baik. Dalam hal ini unsur budaya juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan revitalisasi sebuah daerah. Dengan merevitalisasi pasar tradisional yang sesuai sasaran akan dapat menciptakan pasar tradisional dengan berbagai fungsi, seperti tempat bersantai, berekreasi, bahkan untuk berolah seni dan raga. Hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk dilakukan adalah mensinergikan pasar tradisional dan tempat perbelanjaan modern sebagai satu kesatuan fungsional, tetapi tidak dalam satu bangunan fisik, apalagi barang yang diperjual belikan hampir sama. Dengan demikian maka pasar tradisional tidak kalah bersaing dengan pasar modern dan tetap eksis, bahkan menjadi "icon" bagi daerah yang bersangkutan. Hal ini konsisten dengan penelitian Rokhmat Slamet (2012) yang berjudul "Analisis Daya Tarik dan Strategi Manajemen Pasar Tradisional" dengan menggunakan analisis matriks, hasilnya menunjukkan:
a.        keberadaaan pasar tradisional masih di butuhkan
b.       Pasar tradisional bersifat statis. Kondisi inilah yang membuat orang banyak meninggalkan pasar tradisional
c.        Upaya revitalisasi pasar harus memperhatikan faktor manajemen pasar dan distribusi yang berdampak pada berbagai aspek tata kelola
d.       Pemerintah harus lebih responsif untuk menjaga kelangsungan hidup pasar tradisional
e.        Pasar tradisional dengan konsep manajemen modern merupakan solusi untuk mensejajarkan diri dengan pasar modern
Adapun strategi yang dapat digunakan dalam merevitalisasikan pasar tradisional kota kota ini yaitu:
1. Strategi pertama
a. Fasilitasi dana dan birokrasi dalam pengembangan
b. Pelestarian nilai sejarah sebagai objek wisata
c. Perpaduan dengan paket wisata lainnya
d. Peningkatan promosi dan informasi wisata belanja
2. Strategi kedua
a. Memberikan nilai tambah bagi pasar tradisional dengan pengendalian harga
b. Fasilitas fasilitas ekspor-impor
c. Optimalisasi pemanfaatan lahan
3. Strategi ketiga
a. Pemberdayaan komunitas pasar
b. Optimalisasi pengelolaan sebagai obyek wisata belanja
c. Peningkatan kualitas bangunan atau lingkungan sebagai koridor wisata
d. Menjamin keamanan bagi wisatawan
4. Strategi keempat
a. Pengembangan model pengelolaan dan pemasaran
b. Pengendalian harga dan pengembangan bangunan atau lingkungan
c. Peningkatan ketertiban pedagang guna optimalisasi lahan
Daftar pustaka
-           Slamet, Tradisional. Jurnal Ilmiah Ekonomi Rokhmad. 2012. Analisis Daya Tarik dan Strategi Manajemen Pasar Akuntansi Manajemen Pelita Ilmu
-           Cristina Whidya Utami. 2006. Manajemen Ritel: Strategi dan Implementasi Ritel Modern. Jakarta: Salemba Empat.
-           Fatimah dan Sujadi (2013) yang berjudul "Analisis Dampak Sosial Ekonomi Revitalisasi Pasar Tradisional: Studi pada Pasar Nusukan dan Sidodadi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UMS: Penelitian Reguler Kompetitif.



Rabu, 09 Desember 2015

PERENCANAAN PEMUGARAN BANGUNAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA, DAN REVITALISASI KAWASAN CAGAR BUDAYA

Oleh : Gunadi Kasnowihardjo
 



I.        PENDAHULUAN

Di era pasca reformasi dan menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan era pasar global nanti dan memperhatikan amanat Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, pengelolaan cagar budaya cenderung “diserahkan” kepada masyarakat, dalam arti tidak sepenuhnya akan diampu oleh pemerintah. Oleh karena itu masyarakat warga bangsa Indonesia mau-tidak mau, suka-tidak suka terwujudnya kesepakatan MEA dan Pasar Global serta terbitnya UU RI harus diterima dengan tangan terbuka, lapang dada dan legowo.
Untuk menghadapi tantangan globalisasi dan mentaati Undang-Undang No. 11 Tahun 2010, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya Dinas Kebudayaan dan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berkolaborasi dan bersinergi melakukan kegiatan pelatihan pelestarian bangunan cagar budaya baik konstruksi dari batu, kayu, bata maupun kombinasinya (batu dan kayu, bata dan kayu, batu, kayu dan bata). Pelatihan ini diperuntukkan khususnya bagi para penyelenggara jasa konstruksi dan keteknikan yang pada suatu waktu mereka akan menangani objek pekerjaan yang termasuk bangunan cagar budaya.
Dengan mengikuti pelatihan pelestarian bangunan cagar budaya, apabila telah dinyatakan lulus, maka mereka berhak memiliki sertifikat hasil pelatihan dan akan mendapatkan referensi sebagai syarat mutlak untuk dapat mengerjakan kegiatan penyelenggaraan jasa keteknikan ataupun jasa konstruksi dalam pemugaran bangunan yang termasuk cagar budaya. Apabila kegiatan pelatihan ini tidak segera dilaksanakan, maka para penyelenggara jasa keteknikan dan jasa konstruksi kita akan tergeser oleh penyelenggara jasa konstruksi yang berasal dari negara tetangga yang rata-rata mereka telah bersertifikat, bahkan tidak sedikit dari mereka telah mendapatkan sertifikat yang diakui secara internasional. Perlu diingat dan diperhatikan bahwa Masyarakat Ekonomi Asean yang akan diberlakukan pada akhir 2015 nanti membuat persaingan tenaga kerja antar negara-negara ASEAN semakin ketat.
   
II.     PERSIAPAN

Kegiatan pemugaran bangunan cagar budaya jauh berbeda dengan pembangunan gedung baru. Hal ini yang pertama-tama disadari dan dipahami oleh para penyelenggara jasa konstruksi ataupun jasa keteknikan lainnya. Sebagai rekanan atau pihak penyelenggara jasa konstruksi atau jasa keteknikan khususnya dalam pemugaran bangunan cagar budaya, langkah-langkah awal yang harus dipersiapkan adalah sebagai berikut:

A.   Persiapan administrasi.
Yang dimaksud dengan persiapan administrasi antara lain kelengkapan persyaratan administrasi sebagai lembaga atau perusahaan swasta seperti misalnya akte pendirian perusahaan, NPWP, surat-surat dari instansi/dinas terkait dan sebagainya.

B.   Persiapan SDM
Sebagai perusahaan yang qualified dituntut memiliki Sumberdaya manusia yang memadai agar dapat melaksanakan kegiatan dengan memuaskan, baik dan benar, lebih-lebih untuk bangunan yang termasuk klasifikasi bangunan cagar budaya. Pada umumnya kegiatan pemugaran bangunan cagar budaya selain melakukan rekonstruksi juga dilakukan konservasinya. Kedua jenis kegiatan ini dilakukan secara simultan dan memerlukan sumberdaya manusia yang sifatnya khusus. Bahkan tenaga tukang batu dan tukang kayunyapun memerlukan pengalaman khusus. Oleh karena para penyelenggara jasa konstruksi maupun jasa keteknikan pada umumnya belum memiliki SDM yang ahli masalah cagar budaya, maka biasanya mereka “mempekerjakan” para ahli arkeologi terutama yang telah “bersertifikat” sebagai ahli cagar budaya, karena tidak semua ahli arkeologi sebagai ahli cagar budaya, kecuali oknum-oknum tertentu yang telah memiliki berbagai pengalaman di bidang pengelolaan cagar budaya.

C.   Persiapan Teknis
Teknis-teknis konstruksi bangunan cagar budaya yang umumnya berupa teknik tradisional yang dihasilkan dari kearifan lokal nenek moyang kita harus dipahami terlebih dahulu oleh para calon pelaksana penyelenggara jasa konstruksi yang akan melakukan pemugaran bangunan cagar budaya. Beberapa jenis ukuran panjang, lebar, model-model sambungan, pasak beberapa di antaranya sudah mulai ditinggalkan oleh generasi sekarang. Dalam persiapan yang bersifat teknis ini akan dapat ditemukan dari hasil studi kelayakan dan studi teknis yang akan dijelaskan di bagian berikut ini.

III.  STUDI KELAYAKAN

A.   Latar Belakang
Studi kelayakan mencakup pengamatan teknis-arkeologis terhadap objek cagar budaya. Pengamatan yang dimaksud adalah serangkaian kegiatan pengamatan dalam rangka pembuatan rencana pemugaran yang didasarkan atas pertimbangan teknis seperti konstruksi, sipil, arsitektur, konservasi, dan pertimbangan arkeologis berdasarkan prinsip-prinsip pokok yang berlaku. Oleh karena itu sebelum berlangsung suatu kegiatan pemugaran, terlebih dahulu harus dilakukan studi kelayakan. Studi ini bertujuan mengumpulkan data selengkap mungkin untuk dapat dijadikan pertimbangan bagi keputusan layak tidaknya suatu warisan cagar budaya tersebut dipugar.

B.   Pertimbangan Historis dan Sosial Kemasyarakatan (intangible)
Latar belakang sejarah suatu objek cagar budaya sangat penting untuk diungkap baik terkait dengan sejarah lokal, regional, nasional maupun internasional. Berawal dari latar sejarahnya inilah konteks cagar budaya akan dapat ditemukan dan akan memberikan sumbangan bagi rekonstruksi sejarah peradaban bangsa kita. Adapun yang dimaksud pertimbangan Sosial – Kemasyarakatan yaitu hal-hal yang bersifat kasuistis yang muncul dari anggota masyarakat baik secara perseorangan ataupun atas nama kelompok. Hal ini biasanya terkait dengan status kepemilikan objek cagar budaya, dan pemanfaatannya yang tidak pernah dikelola secara profesional.

C.   Pertimbangan Arkeologis (tangible)
Sebagai ilmu yang sangat khusus dalam penerapannya di lapangan arkeologi memiliki metode ekskavasi dalam penelitian, oleh sebab itulah selain meneliti artefak yang ada di atas permukaan tanah, sering pula harus melakukan penggalian untuk mendapatkan artefak yang ada di dalam tanah. Penelitian artefaktual bagian dari bangunan dan komponen-komponennya termasuk ragam hias dan arsitekturalnya, semuanya dikaji, dan dianalisis serta dicari konteks historisnya. Dengan demikian kajian arkeologis yang bersifat tangible apakah dapat didukung dari data intangible atau tidak, hal ini akan dapat diketahui. Karena kadang terjadi kontradiktif  antara data tangible dan data intangible.  

D.  Pertimbangan Teknis
Hasil kajian teknis ini antara lain terjadinya proses penurunan kualitas bangunan cagar budaya baik yang disebabkan oleh faktor umur (gejala umum) sehingga terjadi proses pelapukan. Faktor biotik misalnya tumbuh jamur dan mikro organisma yang mempercepat proses kerusakan komponen bangunan kayu, adanya rayap dan kelelawar yang menyebabkan terjadi proses kerusakan pada bagian dari bangunan cagar budaya. Kemudian faktor abiotik seperti misalnya adanya kapilarisasi air tanah yang dapat membasahi hingga titik jenuh pada bagian pondasi dan dinding bangunan. Kelembaban lingkungan yang cukup tinggi akibat kondisi geografis kawasan tropis menyebabkan mudah rusaknya komponen bangunan yang berbahan kayu dan bambu.


E.   Kesimpulan dan Rekomendasi
Hasil Studi Kelayakan dapat disimpulkan bahwa sebuah bangunan cagar budaya dapat atau tidak dapat diusulkan sebagai bangunan cagar budaya yang layak dipugar. Layak tidaknya kesimpulan tersebut akan mengerucut menjadi satu rekomendasi yang harus diketahui oleh para pemangku kepentingan antara lain Dinas Kebudayaan dan masyarakat setempat, pemerintah daerah dari Desa hingga Provinsi, dan juga ke instansi pusat.

IV.    STUDI TEKNIS

A.   Hasil Rekomendasi Studi Kelayakan
Studi teknis mutlak harus dilakukan setelah diketahui rekomendasi dari hasil studi kelayakan bahwa bangunan cagar budaya tersebut layak untuk dipugar atau direstorasi. Studi teknis untuk kegiatan yang diperkirakan memerlukan tahun jamak (multi years) kadang perlu disiapkan master plan. Hal ini disebabkan  sering dalam kegiatan restorasi bangunan cagar budaya muncul hal-hal yang bersifat lintas sektor.

B.   Data Kerusakan Teknis Konstruksi
Rekapitulasi data kerusakan teknis konstruksi secara rinci dilakukan bagian perbagian didokumentasikan secara lengkap baik dengan foto maupun gambar teknis untuk bagian-bagian yang penting. Dalam studi teknis dilengkapi pula langkah-langkah perlakuan yang tepat dalam kegiatan restorasi yang akan dilakukan tahap berikutnya. Contoh kerusakan teknis konstruksi untuk banguan bata dan kayu  dimulai dari kerusakan pondasi, dinding, lantai, tiang, blandar hingga konstruksi atap. Berapa % kerusakan yang terjadi dan di bagian mana saja, harus di data seakurat mungkin dan dianalisis, agar dalam perencanaan baik rekonstruksi di atas kertas maupun dalam menyusun RAB semuanya tepat sasaran.
     
C.   Data Kerusakan Non Konstruksi
Yang dimaksud data kerusakan non konstruksi yaitu kerusakan yang tidak berpengaruh terhadap kekuatan bangunan seperti misalnya kusen dan daun pintu ataupun jendela, plesteran, cat, plitur, dan jenis coating lainnya, serta artefak-artefak lain sebagai kelengkapan dari sebuah bangunan cagar budaya termasuk meubelair yang digunakan semasa dengan bangunan cagar budaya yang akan dilestarikan. Seperti halnya dalam mendokumentasikan dan menganalisis data kerusakan teknis konstruksi, akan tetapi penggantian komponen dalam pelaksanaan restorasi dapat diminimalisir. Data kerusakan baik untuk teknis konstruksi maupun non konstruksi meliputi bangunan induk dan bangunan lainnya. 

D.  Data Kerusakan Biotis
Kerusakan yang disebabkan oleh tumbuh2an, jamur atau mikroba dan binatang lain seperti rayap, burung serta kelelawar, secara teknis akan mendapatkan perlakuan khusus yaitu teknis konservasi dan preservasi.

V.       REVITALISASI KAWASAN CAGAR BUDAYA

          Langkah-langkah perencanaan dalam kegiatan revitalisasi kawasan cagar budaya tidak berbeda dengan perencanaan pemugaran bangunan warisan budaya ataupun cagar budaya seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam perencanaan revitalisasi kawasan cagar budaya antara lain:

A.   Evaluasi Kebijakan
Hal-hal yang terkait dengan perlakuan baik masyarakat maupun pemerintah dalam pengelolaan cagar budaya di sebuah kawasan cagar budaya.

B.   Kajian Akademik
Meliputi kajian historis-arkeologis, orisinalitas kawasan, perubahan yang terjadi dan sebab musababnya, serta mengapa hal itu bisa terjadi?
Perlu reinterpretasi sebelum dilakukan revitalisasi?

C.   Rekomendasi
Setelah dilakukan revitalisasi perlukah diterbitkan regulasi khusus untuk melindungi sebuah kawasan cagar budaya.

VI.    PERENCANAAN RESTORASI dan REVITALISASI KAWASAN

A.   Detail Engineering Design (DED)
Adalah gambar kerja secara detail atau sering disebut bestek yaitu merupakan kunci pokok atau tolok ukur dalam pelaksanaan suatu pekerjaan konstruksi,  baik dalam menentukan kualitas dan skop pekerjaan, maupun dalam menyusun Rencana Anggaran Biaya. 
DED disusun oleh Konsultan perencana berdasarkan anggaran yang tersedia, sehingga selain gambar teknis, DED mencakup RAB, dan periodisasi pelaksanaan serta penganggarannya yang dibatasi dengan sistem termin. Pada umumnya dibagi dalam 4 tahap (termin) yaitu termin I pekerjaan telah mencapai 30 %, selanjutnya termin II mencapai 60 %, dan termin III pekerjaan telah mencapai 100 %, akan tetapi pembayaran termin ketiga senilai 30% dari anggaran, sedangkan yang 10 % dibayarkan setelah selesai atau masa pemeliharaan telah berakhir. 

B.   Rancangan Anggaran Beaya (RAB).

RAB merupakan salah satu syarat mutlak yang harus disiapkan dalam kegiatan restorasi bangunan cagar budaya, baik yang akan dilakukan oleh lembaga pemerintah pengelola bangunan cagar budaya maupun lembaga penyelenggara jasa konstruksi dari pihak ketiga. RAB meliputi:

1.    Gaji/upah
2.    Bahan
3.    Alat
4.    Perjalanan

C.    Rencana Kerja (Jadwal Kegiatan)


No

Jenis  Kegiatan

Bulan pelaksanaan

Ket.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1.
Pendokumentasian












Secara simultan
2.
Pembongkaran













3.
Konservasi












Secara simultan
4.
Pemasangan kembali













5.
Penataan lingkungan












Taman & tanam pohon