KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Selasa, 29 November 2016

Revitalisasi Bekas Tambang Batu Kapur di Semin sebagai Desa Ekowisata yang Berbudaya

by: Enda Kalyana Putri
114140129

LATAR BELAKANG
Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten yang terletak di jajaran Pegunungan Sewu, dimana kabupaten ini terletak 39 km sebelah tenggara Kota Yogyakarta. Bentuk lahan karst yang menyusun daerah ini menjadikan Gunungkidul memiliki berbagai macam potensi  perekonomian yang dapat dikembangkan. Kabupaten yang mempunyai potensi pertambangan adalah Kabupaten Gunungkidul. Kawasan Kabupaten Gunungkidul  potensinya mencakup bahan  galian golongan B dan golongan C. Potensi pertambangan bahan galian yang  dimiliki oleh Kabupaten Gunungkidul yaitu bahan tambang golongan C yang terdapat hampir di seluruh kecamatan tersebut, dan dikelompokkan menjadi 12 kelompok bahan galian tambang, baik di zona Utara (Perbukitan  Baturagung), zona Tengah (Ledok Wonosari), dan zona Selatan (Perbukitan Karst Gunung Sewu). Secara bertahap kegiatan usaha pertambangan bahan galian diarahkan ke zona Utara (Perbukitan Baturagung) dan zona Tengah(Ledok Wonosari),  dengan tetap memperhatikan kaidah atau arahan dalam rencana tata ruang  yang berlaku. Bahan galian pertambangan potensial yang terdapat di zona  Utara dan zona Tengah meliputi : batu pasir tufan, breksi batu apung , zeolit,  batu gamping kalkarenit, serta kaolin dan feldspar. Kelima jenis bahan galian  tersebut mempunyai potensi dan prospek yang baik, terutama untuk  mendukung kegiatan industri, kerajinan, dan bahan bangunan. Seperti halnya di kecamatan Semin, wilayahnya yang berbukit ini memiliki keunikan tersendiri baik dari aspek budaya maupun aspek wisatanya.
Tanah bekas tambang batukapur menyisakan bagian batuan keras dan masif dan tidak lagi bernilai tambang. Bagian ini tidak mungkin ditanami kecuali mendapat perlakuan khusus dalam reklamasi. Salah satu usaha misalnya membuat lubang - lubang tanam dengan cara menggali batuan kemudian diisi dengan tanah atau bahan organik (Satria, 2009). Namun, hal tersebut tentu membutuhkan waktu yang relatif lama ditambah lagi pemanfaatan perlu dipertimbangkan berdasar kemampuan lahan serta kesesuaian tanaman terhadap iklim dan pengelolaan setempat. Kenyataannya kini, lubang bekas tambang yang tidak segera direklamasi tersebut terisi air sehingga menciptakan kolam – kolam indah  yang memiliki potensi pariwisata tinggi. Seluruh kebijakan penataan dan revitalisasi kawasan diarahkan dalam rangka pengembangan ekonomi lokal untuk keseimbangan dan kemandirian daerah sehingga dapat diwujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainability).

DASAR TEORI
Dalam jurnal Revitalization concept Vogtland, Revitalisasi yang berkelanjutan didasarkan pada kontrol yang terus menerus dan perkembangan yang terintegrasi. alat dan teknik dari regenerasi perkotaan yang terintregasi digunakan untuk memastikan gabungan manfaat yang berkelanjutan, mengkompensasi keinginan yang berlawanan, memobilisasi sumber daya dari seluruh pemangku kepentingan ditambah mencapai konfigurasi berkelanjutan. Revitalisasi sebagai desa ekowisata mengacu pada pengertian ekowisata yang merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu; keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Satria, 2009). Namun sebaiknya para penyedia  jasa pariwisata, daerah tujuan  wisata maupun pemerintah setempat yang ingin berorientasi pada ekowisata harus memiliki  kebijakan dan program tersendiri  terkait pelestarian lingkungan, budaya setempat dan manfaat  kepada masyarakat lokal. Karena  pada banyak tempat, produk- produk wisata yang dijual  kebanyakan menyematkan kata ”eko” atau ”kembali ke alam”  hanya sebagai label untuk menarik  konsumen, namun tidak disertai  dengan semangat melestarikan  atau melibatkan masyarakat  setempat dalam produk wisata tersebut (UNESCO Office Jakarta and Regional Bureau for Science in Asia and the Pacific, 2009)

 PROFIL
Gambar 1. Lokasi Telaga Biru Semin
Letak lahan bekas tambang Dusun Ngentak, Desa Candirejo Kecamatan Semin
Batas Administratif Semin:
Utara   : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah
Timur   : Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah
Kawasan Bekas Tambang Kapur di Semin, Gunung Kidul
Selatan: Kecamatan Ponjong, Gunungkidul
Barat   : Kecamatan Karangmojo dan Kecamatan Ngawen, Gunungkidul
Kecamatan Semin terdiri dari 10 desa, 116 dusun, 116 RW dan 555 RT. Desa-desa di Kecamatan Semin antara lain Kalitekuk, Kemejing, Bulurejo, Bendung, Sumberejo, Candirejo, Rejosari, Karangsari, Pundungsari, dan desa Semin,  dengan luas wilayah 7983.8680 Ha. Jumlah penduduk sampai bulan Juni 2008 yaitu 52.843 jiwa atau 14.261 KK. 
Rute menuju menuju Telaga Biru adalah Wonosari-Semin-Watu kelir. Dari arah Wonosari, ambil jalan menuju Pasar Semin. Jika sudah sampai pasar semin, ambillah jalan yang menuju ke Watu Kelir. Sebelum watu kelir,  anda akan menjumpai Gapura selamat datang di Gunungkidul, atau perbatasan Gunungkidul dengan Jawa Tengah.. Dari Gapura perbatasan tersebut Telaga biru masih lurus, sebaiknya anda bertanya pada warga sekitar untuk menuju Telaga Biru karena masih minim papan penunjuk arah. Dimana untuk menuju Telaga Biru Semin, jika wisatawan dari arah Wonosari (Jogja) maka harus keluar ke Jawa Tengah kemudian masuk lagi ke Kabupaten Gunung Kidul.

ISU DAN PERMASALAHAN

Gambar 2: Kondisi Existing Telaga Biru di Semin
Kondisi telaga biru Semin yang kini mulai dikenal sebagai lokasi wisata diberdayakan secara sederhana oleh masyarakat sepetempat dengan mendirikan taman kecil pada pintu masuk, selain itu terdapat wahana permainan berupa gethek dan pelampung untuk bermain air di telaga tersebut walaupun kegiatan pertambangan yang masih berjalan. Letak Kecamatan Semin yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah pada bagian utara dan Timur membuat Semin dalam RTRW secara koridor ekonomi merupakan kawasan perbatasan. Dimana kawasan perbatasan ini rawan timbul konflik karena apabila wisata baru Telaga Semin tidak segera dikelola dan dibangun infrastruktur yang memadai, maka besar kemungkinan daerah diluar Semin membangun saran penunjang wisata sehingga pemasukan daerah Semin akan berkurang.
            Keberadaan Telaga Biru yang indah ini menjadi destinasi wisata baru padahal kegiatan pertambangan msaih berjalan.  Kolam-kolam yang terbentuk secara tidak sengaja tersebut, kini terisi oleh baik air hujan maupun rembesan air tanah karena penggalian sudah hampir mencapai base level. Telaga biru yang memiliki luas hampir 10 hektar jika dikelola dengan baik dapat menjadi kawasan desa ekowisata yang terintegrasi dengan kawasan di Kecamatan Semin yang lain.
            Berdasarkan kacamata keselamatan pekerja dan pengunjung, aktivitas pertambangan yang masih berjalan ini bak pisau bermata dua. Kecelakaan pekerja tambang akibat tertimpa runtuhan batukapur pada tahun 2014 yang menewaskan satu orang, menjadi catatan penting bagi kawasan tambang batukapur Semin ini. Dimana, tambang batukapur yang tergolong tradisonal dengan menggunakan alat non-mekanis ini harus memperhatikan K3 yang ada. Walaupun berbahaya, namun kegiatan pertambangan batukapur yang telah berjalan sejak tahun 90an ini juga merupakan kegiatan yang menarik untuk diamati. Sehingga, dalam pelaksanaannya untuk mengembangkan desa ekowisata ini peru dibuat jalur aman untuk ekowisata dan jalur bagi para pekerja tambang agar meminimalisir kecelakaan yang dapat terjadi.
Gambar 3: Batu Kapur Hasil Tambang


Batu kapur (limestone) merupakan salah satu bahan galian industri non logam yang berpotensi besar dan keterdapatannya hampir di seluruh wilayah Indonesia. Batu kapur dapat terbentuk secara organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, 2005). Sejauh ini, batu kapur banyak digunakan untuk keperluan bahan bangunan seperti tiang untuk plester, adukan pasangan bata, pembuatan semen tras ataupun semen merah. Kapur ini juga berfungsi untuk mengurangi plastisitas, mengurangi penyusutan dan pemuaian fondasi jalan raya. Uniknya, batu kapur juga dapat dimanfaatkan sebagai pembasmi hama, yaitu sebagai warangan timbal dan warangan kalsium (CaAsO3) atau sebagai serbuk belerang untuk disemprotkan. Tidak hanya itu, di dunia pertanian, bubuk batu kapur umum ditaburkan untuk menetralkan tanah asam yang relatif tidak banyak air, sebagai pupuk untuk menambah unsur kalsium yang berkurang akibat panen, erosi serta untuk menggemburkan tanah. Kapur ini juga dipergunakan sebagai disinfektan pada kandang unggas, dalam pembuatan kompos dan sebagainya. Salah satu fungsi utama yang membuatnya berharga di industri persemenan sekaligus menjadi alasan mengapa penambangannya banyak dilakukan secara berlebihan. Batu kapur inilah yang jadi adonan utama dalam industri semen. Dengan eksplorasi yang tidak bijak, lambat laun warisan dunia yang unik dan terbentuk ribuan tahun ini akan hilang dan hanya menjadi cerita untuk anak cucu kita kelak, jika kita tidak ikut membantu melestarikannya .Konon, kualitas batukapur yang dihasilkan dari olahan  tambang batukapur Semin ini adalah kualitas terbaik di Asia Tenggara. Bahkan, kulitasnya tidak kalah dengan kualitas batukapur hasil produksi India.
Gambar 4: Candir Risan
    
Risan
Desa Semin merupakan salahsatu Desa Budaya dimana banyak terlahir para tokoh budaya pada daerah ini. Daerah ini melestarikan budaya yang ada seperti kesenian wayang, karawitan, ketoprak, dan reok.  Selain sebagai desa budaya, kecamatan ini memiliki satu-satuya situs candi budha terbesar di Gunungkidul. Candi tersebut ialah Candi Risan, candi ini berada di atas bukit karst dengan batu penyusun candi yang terkubur di dalam tanah. Di sejumlah relief candi tersebut, terdapat gambar sulur tanaman dan aneka burung. Candi Risan hanya memiliki satu arca bernama Awalukitiswara yang sempat dicuri pada Juli 1984 dan ditemukan di Singapura, sembilan bulan berikutnya. Arca tersebut kini disimpan di kantor Badan Pelestari Peninggalan Purbakala, DIY. Candi Risan merupakan satu-satunya candi terbesar dan paling lengkap artefak batu-batunya yang ditemukan di Gunung Kidul. Konon nama Risan diambil dari singkatan irisan atau perbatasan wilayah dua kerajaan Surakarta dan Yogyakarta. Candi ini juga dipercaya sebagai saksi sejarah pelarian Majapahit ke Gunung Kidul dari tanah Yogyakarta. Namun sayang, situs budaya ini kondisinya tidak terawat dan sangat perlu pemugaran.

Gambar 5: Konsep Revitalisasi









KONSEP REVITALISASI

Konsep revitalisasi yang dikembangkan mulai dari tahap pengkajian, dimana pada tahap ini dikumpulkan teori-teori yang dapat disubtitusikan dengan kondisi Kecamatan Semin. Salah satu acuan yang digunakan adalah Peraturan Daerah Kabupaten Gunugkidul nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010-2030. Tahap selanjutnya adalah tahap diskusi yang melibatkan baik masyarakat, stake holder, maupun lembaga swadaya masyarakat untuk menyatukan pendapat dan mematangkan konsep ekowisata. Dimana ekowisata ini memiliki fokus mengenai keberlangsungan alam, manfaat ekonomi, dan psikologi lingkungan. Apabila konsep tidak disetujui, maka akan dilakukan pengkajian ulang, jika setuju maka dilanjutkan ke tahap pelaksanan yang dibagi menjadi dua perhatian yakni Educational Site dan  Entertainment site.
a.      Educational Site
1.      Camping Ground
Gambar 6. Ilustrasi camping ground
Camping Ground diciptakan agar masyarakat luas dapat menikmati keindahan Desa Ekowisata Semin, selain itu dapat digunakan sebagai lokasi outbond.
2.      Tour de village

Gambar 7: 

Pilihan bagi wisatawan selain camping adalah diciptakannya homestay milik warga. Pada homestay ini nantinya diciptakan paket wisata untuk mempelajari kesenian ukir batu dan mengenal Candi Risan.
3.      Amphiteater


Gambar 8. Ilustrasi Amphiteater
Amphiteater atau panggung terbuka ini digunakan untuk tempat berkumpul dalam rangka mengenalkan budaya Semin maupun pengenalan sejarah lokasi Tambang Batu Putih
4.      Reklamasi Tambang




Gambar 9. Penghijauan kawasan bekas tambang batukapur

Wisatawan akan diberi fasilitas untuk menanam satu bibit tanaman dalam rangka mereklamasi lahan bekas tambang
5.      Pendopo
Gambar 10: Ilustrasi Pendopo





Pendopo ini difungsikan sebagai zona penghubung antara educational site dengan entertainment site 
b. Entertainment Site
1.      Walking bridge
Gambar 11. Illustrasi Walking Breadge

Jembatan ini dapat dimanfaatkan wisatawan untuk mengabadikan momen dan sebagai ikon di Telaga Biru Semin.
2.      Area Foodcourt


Gambar 12: Illustrasi Foodcourd.

Perjalanan yang jauh dapat menguras tenaga para wisatawan, area foodcourt ini difungsikan untuk menunjang kenyamanan wisatawan dalam berwisata di Telaga Biru. Pedagang berasal dari masyarakat setempat dan  terdapat kuliner khas yang juga dijajakan
3.      Wisata Air


Gambar 13. Ilustrasi wisata air bebek kayuh

Gambar 14: Illustrasi Wisata Air Cano

Wisata air ini akan menambah daya tarik wisatawan dan ikut membagi zona agar tidak berkumpul disatu titik saja. Wisata air berupa bebek kayuh ini diciptakan untuk mengganti kegiatan renang di kolam telaga karena berenang pada kolam yang memiliki kedalaman berbeda-beda dapat membahayakan wisatawan.

KESIMPULAN
      Aspek Sosial
   - Masyarakat Semin diuntungkan dengan adanya wisata baru
   - Masyarakat Semin berkewajiban untuk menjaga tebing batu kapur dengan turut mengawasi   
     dan mengelola lahan secara bijaksana agar tidak terajadi bahaya gerakan massa.
   - Menciptakan masyarakat yang sadar budaya dan sadar akan potensi wisata.
   - Menciptakan masyarakat mandiri tidak hanya bergantung pada sektor pertambangan.

      Aspek lingkungan
-          Memanfaatkan potensi sumber daya yang ada
-          Menumbuhkan rasa cinta lingkungan dengan ikut mereklamasi lahan bekas tambang
-          Menjaga kelestarian sumber daya air

      Aspek Budaya
-    Telaga Biru Semin difungsikan sebagai titik temu Kecamatan Semin dalam hal pagelaran budaya maupun pertunjukan seni
-          Masyarakat dituntut untuk saling bahu-membahu dalam menjaga kawasan wisata Telaga Biru Semin
-          Kawasan melek akan teknologi
-          Perbaikan Infrastruktur

      Aspek Ekonomi
-          Membuat paket perjalanan ekowisata
-          Menciptakan perekonomian lokal melalui kerajinan ukir batu putih 
-          Membuka lapangan pekerjaan bagi warga Semin
  
DAFTAR PUSTAKA

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. 2005. Ulasan Batu Kapur/Gamping.http://www.tekmira.esdm.go.id/data/Batukapur/ulasan.asp?xdir=Batukapur&commId=35&comm=Batu%20kapur/gamping. Diakses pada 10 November 2016 pukul 19.00 WIB
“Revitalization Concept Vogtland” diakses dari http://www.central2013.eu/ pada 15 November 2016 pukul 15.00 WIB
Satria, Dias. 2009. Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal Dalam Rangka Program Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Kabupaten Malang. Journal of Indonesian Applied Economics. Vol/ 3 No. 1 hal 37-47
Syekhfani, 2013. Peruntukan Lahan Wilayah Pertambangan Bahan Galian Golongan C (Sedimen Lepas). Malang: Universitas Brawijaya
UNESCO Office Jakarta and Regional Bureau for Science in Asia and the Pacific. 2009. Ekowisata: Panduan Dasar Pelaksanaan. Jakarta: UNESCO Office Jakarta








Selasa, 15 November 2016

REVITALISASI SUNGAI BENGAWAN SOLO SEBAGAI SOLUSI PENANGANAN BANJIR DAN RUJUKAN EKOWISATA DI SURAKARTA, JAWA TENGAH


Annisa Luthfia (114150020)

Sungai Bengawan Solo merupakan sungai terbesar di Pulau Jawa, dan mengalirkan air dari daerah aliran sungai (DAS) seluas kurang lebih 16.100 km2, mulai dari pegunungan sewu di sebelah barat-selatan Surakarta, ke Laut Jawa di utara Surabaya melalui alur sepanjang kurang lebih 600 km. Sungai Bengawan Solo terletak di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, pada 110”18’ BT sampai 112”45’ BT dan 6”49’ LS sampai 8”08’ LS. Sungai ini memiliki iklim tropis dengan suhu udara dan kelembaban yang tinggi.
Luas total wilayah Sungai Bengawan Solo sekitar 20.125 km2, terdiri dari 4 daerah aliran sungai, yaitu DAS Bengawan Solo dengan luas 16.100 km2, DAS Kali Grindulu dan Kali Lorog di Pacitan seluas 1.517 km22, DA kecil di kawasan pantai utara seluas 1.410 km2 dan DAS Kali Lamong seluas 720 km2. Sungai Bengawan Solo secara administrative mencakup 17 kabupaten dan 3 kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Sungai Bengawan Solo memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat disekitarnya, selain sebagai sumber kehidupan, sungai ini berfungsi sebagai tempat tujuan wisata walaupun masih sangat sederhana dalam pengelolaannya. Hal ini dikarenakan oleh keindahan pemandagan alam yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pelancong-pelancong untuk menyusuri sungai. Selain sebagi tempat wisata, sungai Bengawan Solo juga dimanfaatkan masyarakat untuk mengairi ribuan hektar sawahdisepanjang aliran sungai. Sungai ini juga menyuplai air baku untuk kebutuhan setiapmhari, air industri, dan sebagai sarana PLTA (salah satunya PLTA Gajah Mungkur, Wonogiri). Pemanfaatan Sungai Bengawan Solo, tampaknya sudah mencapai tahap pengembangan, hal ini dapat dilihat dengan adanya bangunan perairan seperti bendungan, tanggul, jaringan irigasi, dll.
Selanjutnya, apabila dilihat dari banyaknya aktifitas masyarakat yang menggunakan sungai untuk kebutuhan hidup tidak hanya berdampak baik, tetapi juga berdampak buruk terhadap ekosistem sungai sendiri. Dapat dilihat bahwa saat ini keadaan sungai sangat memprihatinkan yakni terjadinya kerusakan ekologi sungai terutama pendangkalan sungai akibat adanya sedimentasu berupa lumpur, endapan yang masuk cukup besar sehingga menutup rongga-rongga. Keadaan ini membuat debit air tidak stabil. Penutupan rongga-rongga akibat endapan membuat biota sungai seperti ikan, udang, atau kerang menjadi mati. Selain itu, pemukiman ilegal disekitar sungai juga memberikan kontribusi terhadap kerusakan ekologi. Saat ini, Sungai Begawan Solo layaknya sebagai tempat pembuangan yang paling praktis. Adanya pencemaran Sungai Bengawan Solo selain itu disebabkan oleh pembungan limbah beracun oleh industri sehingga membuat air sungai tidak layak konsumsi dan membunuh biota di dalamnya.
Uraian singkat di atas dapat memberikan gambaran bagaimana keadaan sungai Bengawan Solo beserta permasalahannya. Pertama, akibat pendangkalan sungai di kawasan muara bengawan, dapat merambah hingga hutan bakau dan hutan bakaupun akan menjadi dangkal. Ini akan berdampak kepada kematian biota sungai (ikan, udang) yang tidak mempunyai tempat berlindung. Jika terus berlanjut, kawasan kan menjadi delta atau tanah timbul. Akibatnya selain ekosistem yang rusak, dampak besarnya dapat terjadi sengketa. Kedua, pengelolaan industri tanpa IPAL dalam skala besar maupun skala rumah tangga memicu terjadinya pencemaran sungai, bahkan mengakibatkan air sungai tidak layak dikonsumsi dan membunuh habitat di dalamnya. Selanjutnya, sungai Bengawan Solo digunakan sebagai irigasi, namun tanah disekitarnya dimanfaatkan sebagai lahan pertanian lahan ini lama kelamaan akan menjadi lahan kritis.


Kemudian, semakin terjadinya pendangkalan sungai berakibat luapan air sungai yang berpotensi banjir pada musim hujan dengan curah hujan tinggi. Banjir di kota Surakarta tidak hanya disebabkan oleh pendangkalan pada Sungai Bengawan Solo, tetapi disebabkan oleh kurangnya kesadaran penduduk yang berada di sekitar sungai untuk membuang sampah pada tempatnya. Sampah-sampah tersebut dibuang di Sungai Bengawan Solo sehingga mengakibatkan luas daerah aliran sungai menyempit karena tertutup oleh sampah. Banjir di kota Solo sudah menjadi agenda tahunan dalam beberapa tahun terakhir ini. Banjir ini merendam rumah-rumah warga sehingga aktifitas sehari-hari terhenti total. Menurut halaman solopos.com pada Juni 2016, kawasan yang terendam antara lain wilayah Sukoharjo, pasar Ir. Soekarno hingga Grogol dan Tanjung Anom serta Solo Baru. Gaerah tersebut merupakan kawasan perkotaan yang padat penduduk. Oleh karena itu, perlu segera dilakukan upaya revitalisasi Sungai Bengawan Solo untuk mengembalikan ke fungsi aslinya dan mencegah banjir.
Upaya revitalisasi Sungai Bengawan Solo sebagai salah satu cara pengendalian banjir dapat dilakukan dengan beberapa macam cara. Pengelolaan sungai dilakukan dari hulu ke hilir yaitu: normalisasi sungai, pengontrolan erosi, dan revitalisasi sungai di pusat kota. Normalisasi sungai mencakup optimalisasi bendungan dan pengerukan sedimen, sedangkan pengontrolan erosi dilakukan dengan pembuatan sumur resapan, optimalisasi sudetan, dan konservasi tanah. Selanjutnya, revitalisasi sungai Bengawan Solo dilakukan dengan pembuatan RTH pada anak sungai yang berada di pusat kota sehingga mendukung sektor pariwisata, budaya, dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pertama, mengoptimalisasikan fungsi bendungan antara lain : bendungan serbaguna Wonogiri, Bendungan Irigasi Nekuk, Pondok, Sangiran dan Gondang (Kedung Brubus dan Gonggang).
Kedua, perbaikan Sungai Bengawan Solo Hulu dan Hilir. Ketiga, perbaikan Sungai Kali Madiun. Terakhir, modifikasi atau rehabilitasi beberapa bangunan seperti : bendungan irigasi, modifikasi bending, waduk-waduk lapangan/embung, perbaikan pada beberapa anak-anak sungai, floodway, dsb. Apabila mengacu pada Pengelolaan Sungai Bengawan Solo terdapat lima poin sebagai upaya pengendalian banjir yaitu : (1) Mempromosikan Pengembangan Sumber Daya Air, (2) Memperkuat Pengelolaan Daerah Tangkapan Air, (3) Memperkuat Kerangka Kerja Pengelolaan Kualitas Air, (4) Memperkuat Pengelolaan Pengendalian Banjir, (5) Memperkuat Kerangka Kerja Kelembagaan untuk Pengelolaan SDA (BBWS, 2016).
Pembangunan tanggul bukan satu-satunya jalan keluar untuk permasalahan ini. Permodelan yang dapat dipakai untuk revitalisasi Sungai Bengawan Solo haruslah seusuai dengan keadaan dan budaya setempat. Normalisasi sungai merupakan salah satu hal pokok yang harus dilakukan dalam upaya revitalisasi Sungai Bengawan Solo. Selanjutnya, adalah upaya pelebaran sungai untuk meningkatkan daya tampung sungai. Masalah yang dihadapi dalam pelebaran sungai adalah persoalan pembebasan lahan. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan DAS berdasarkan pendekatan negosiasi dengan warga sekitar. Negosiasi dan partisipasi membuat prakarsa pengelolaan menjadi milik masyarakat lokal karena mereka terus terlibat dalam proses yang secara langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Implikasi penting dari pendekatan ini adalah bahwa masyarakat dapat memilih untuk mengembangkan solusi-solusi yang paling tidak merusak secara sosial dan lingkungan. Lebih jauh, pegakuan atas wawasan, pengetahuan, dan penghargaan terhadap pendapat mereka, akan menghasilkan rasa kepemilikan di masyarakat (Soelistyowati, 2008).
Upaya revitalisasi Sungai Bengawan Solo selanjutnya adalah memperbaiki dan mengembangkan tujuan awal Sungai Bengawan Solo sebagai kawasan wisata. Sehingga, upaya revitalisasi tidak terkesan jauh dari masyarakat. Setelah upaya revitalisasi Sungai Bengawan Solo dalam segi rekayasa teknik telah selesai maka kawasan revitalisasi ini dapat diubah menjadi kawasan ekowisata Sungai Bengawan Solo. Ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan alamnya masih asli, dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya-upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negative, dan memberikan keuntungan sosial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal.
Ekowisata Sungai Bengawan Solo direncanakan secara spesifik dapat memuat : (1) Kontribusi aktif dalam konservasi alam dan budaya, (2) Partisipasi penduduk lokal dalam perencanaan, pembangunan dan operasional kegiatan wisata serta menikmati kesejahteraan, (3) Transfer pengetahuan tentang warisan budaya dan alam pada pengunjung, (4) Bentuk wisata independen atau kelompok wisata berukuran kecil (Nugroho, 2011). Oleh karena itu, upaya revitalisai Sungai Bengawan Solo dapat dilakukan secara komprehensif dan melibatkan masyarakat sekitar sehingga selain terhindar dari banjir dan memperoleh kualitas lingkungan yang lebih baik juga dapat melakukan upaya menyejahterakan masyarakat.




DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo. 2016. Profil Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo. Surakarta : BBWS Bengawan Solo
Nugroho, Iwan. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Soelistyowati, Heni dan Hardono Hadi. 2008. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai : Sebuah Pendekatan Negosiasi. Yogyakarta : Insist Press

Anik. 2016. “Sebagian Sukoharjo Masih Terendam, Solo Mendung Gelap”. Diakses tanggal 5 September 2016 pada solopos.com