KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Rabu, 22 Maret 2017

REVITALISASI KAWASAN SUMUR TUA WONOCOLO -BOJONEGORO MENJADI GEO-HERITAGE



Wahyudi Wisaksono
114140087 

ABSTRAK

Sumur minyak tradisional di wilayah Wonocolo sudah lebih dari 100 tahun menjadi gantungan hidup ribuan masyarakat. Di pihak lain, sumur-sumur minyak yang dieksploitasi sejak zaman Belanda itu, punya keterbatasan produksi dan karena itu juga punya keterbatasan untuk terus menerus menjadi gantungan hidup. Usaha penambahan sumur-sumur baru secara ilegal untuk meningkatkan produksi dari sekitar 320 sumur menjadi 720 sumur dilihat sebagai bentuk eksploitasi alam berlebihan. Hal tersebut bukan hanya merusak lingkungan, tapi juga mengancam kesehatan dan keselamatan penambang, selain itu juga akan mempercepat habisnya sumber daya minyak yang selama ini menjadi gantungan hidup masyarakat. Karena itu, Pertamina EP mendukung Bupati Bojonegoro, Suyoto dan Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi bahwa perlu ada langkah konkret yang menjadi solusi bagi terjaganya kelestarian lingkungan tanpa mengorbankan kesejahteraan rakyat di wilayah sumur tua. Pertamina telah mengembangkan kawasan sumur tua di wilayah Wonocolo sebagai obyek wisata juga penopang program Petroleum Geo park Bojonegoro. Wilayah Wonocolo merupakan satu-satunya wilayah di Indonesia, Bahkan Asian dan Dunia, yang menjadi bukti keberadaan jembatan minyak di anti-klin, dan masih memproduksi minyak hingga kini. Keempat, di sekitar wilayah Wonocolo juga diketemukan fosil binatang purba dan manusia purba yang menjadi bukti juga keberadaan sungai purba yang mengalir dari pantai utara Jawa ke Pantai Selatan Jawa. Tak ayal, wilayah Wonocolo bukan hanya menyimpan kandungan minyak dengan formasi bantuan yang sudah berusia lebih dari 2 juta tahun, tetapi juga menyimpan peradaban Indonesia masa lalu. Dalam konteks itulah, kami melihat wilayah ini layak kita kembangkan sebagai Geo Heritage Wonocolo sebagai bagian dari pengembangan Petroleum Geoprak Bojonegoro.

Kata kunci : Revitalisasi, wonocolo, migas, geo heritage
  
  
1.        PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Dewasa ini masyarakat umumnya mengenyampingkan kelestarian fungsi lingkungan untuk mencapai kesejahteraan. Hal ini juga terjadi di kawasan penambangan sumur-sumur tua minyak bumi, seperti Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Sumur tua merupakan sumur-sumur minyak bumi peninggalan Kolonial Belanda yang sudah tidak memiliki nilai ekonomis lagi bagi perusahaan. Sumur inilah yang diusahakan kembali oleh warga secara tradisional sebagai mata pencaharian dan sudah berlangsung turun-temurun. Dalam perjalanannya, sangat banyak rintangan yang dialami oleh warga penambang tradisional. Makin hari, tingkat pendapatan masyarakat makin menurun. Hal ini disebabkan oleh langka dan mahalnya alat penunjang, yang juga sejalan dengan penurunan produksi. Selain itu, Keputusan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pertambangan Minyak pada Sumur Tua juga tidak berpihak pada masyarakat setempat. Pasalnya, keputusan ini tidak memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah melalui BUMD untuk pengelolaan secara penuh, melainkan wewenang diberikan kepada PT Pertamina. Walaupun saat ini BUMD sudah diberi peluang oleh pemerintah pusat untuk hak pengelolaan sumur tua, namun tetap ada pandangan negatif dari warga terhadap PT Pertamina. Dalam segi lingkungan, penambangan minyak bumi tradisional ini sangat mencemari lingkungan sekitar, misalnya pencemaran tanah, air tanah, air permukaan, dan udara. Selain itu, penebangan hutan juga dilakukan untuk mencari sumur tua yang diperkirakan masih produktif. Hal ini akan berdampak pada warga itu sendiri, yakni ketersediaan air bersih yang minim dan polusi udara. Kita semua tahu bahwa minyak bumi merupakan sumber daya yang tak bisa diperbaharui (unrenewableresources). Diprediksi sewaktu sumur-sumur minyak tersebut telah kering dan tidak menghasilkan minyak lagi, para penambang akan meninggalkan lahan tersebut begitu saja. Hal ini akan berdampak negatif pada masyarakat di sekitar tempat itu sendiri, seperti pencemaran tanah, air, dan udara. Oleh karena itu butuh usaha konservasi berupa revitalisasi dan adaptasi agar masyarakat tetap bisa menikmati lingkungan yang lestari fungsinya sampai generasi-generasi berikutnya.
.

1.2     Landasan Teori
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan, Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai lahan/ kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya (pasal 1 ayat 1). Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital hidup akan tetapi mengalami kemunduran dan degradasi. Revitalisasi kawasan adalah upaya untuk menghidupkan kembali kawasan mati, yang pada masa silam pernah hidup, atau mengendalikan dan mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki atau yang seharusnya dimiliki oleh sebuah kota sehingga diharapkan dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan kota yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup dari penghuninya.
Revitalisasi menurt Piagam Burra (1988), adalah menghidupkan kembali kegiatan sosial dan ekonomi bangunan atau lingkungan bersejarah yang sudah kehilangan vitalitas fungsi aslinya, dengan memasukkan fungsi baru ke dalamnya sebagai daya tarik, agar bangunan atau lingkungan tersebut menjadi hidup kembali. Proses revitalisasi bukan hanya berorientasi pada keindahan fisik, tetapi juga harus mampu meningkatkan stabilitas lingkungan, pertumbuhan perekonomian masyarakat pelestarian dan pengenalan budaya (Ichwan, 2004).
Danisworo (2000) menyebutkan bahwa pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan pula potensi yang ada di lingkungan sekitar seperti sejarah, makna, serta keunikan dan citra lokasi.


2.        PEMBAHASAN
2.1     Persiapan
a.      Rencana
Dalam pengembangan sumur tua Wonocolo-Bojonegoro menjadi Geo-Heritage selanjutnya akan terus dilakukan penyempurnaan lanskap di sekitar daerah wisata dan penambahan lapangan terbuka hijau serta area bermain bagi warga sekitar. Selain itu juga akan ada penambahan wahana permainan yaitu flying fox¸trail adventure, mountain bike, jeep adventure, bumi perkemahan, tempat spot foto, tempat souvenir, dan eksotika sumur tua. Potensi wisata ini akan dimaksimalkan melalui media promosi kepariwisataan.
 












Gambar 1. Rencana Pengembangan Sumur Tua Wonocolo Menjadi Geo-Heritage
(Foto : Pertamina EP-Field Cepu)

Dengan tujuan Inventarisasi dan mengevaluasi kembali sumur-sumur migas di lapangan-lapangan tua untuk dapat dioptimalkan /diproduksi kembali melalui :
·       Pengumpulan data geologi, data cadangan dan data sejarah sumuran
·       Evaluasi ulang data geologi di daerah telitian
·       Mengevaluasi jumlah cadangan tersisa berdasar data-data yang ada
·       Rekomendasi sumur-sumur yang akan dikembangkan/diproduksi

Lingkup Kegiatan :
·       Melakukan studi kepustakaan yang berkaitan dengan sumur-sumur tua di sekitar daerah Cepu - Bojonegoro
·       Mengumpulkan data meliputi informasi mengenai data sumuran, seismik, geologi daerah telitian.
·       Interpretasi seismik dan pembuatan peta geologi bawah permukaan.
·       Interpretasi dan mengevaluasi kondisi geologi daerah telitian.
·       Evaluasi cadangan.
·       Penyusunan Laporan akhir


 











Gambar 2. Rencana Pembuatan Flying Fox & Ruang Terbuka Hijau
(Foto : Dokumen Pribadi)


2.2     Pelaksanaan Pembangunan
Pembangunan rencana mulai dilaksanakan pada pertengahan tahun 2015 lalu. Target selesai pembangunan pada bulan maret tahun 2016. Soft-launching Desa Wisata Migas Geo-Heritage Wonocolo-Bojonegoro ini telah dilakukan pada 27 April 2016 lalu, yang diresmikan oleh Suyoto (Bupati Bojonegoro) dan Rony Gunawan (Presiden Direktur Pertamina EP), beserta jajaran pemangku kepentingan lainnya seperti SKK Migas, Perhutani, Muspida Kabupaten Bojonegoro.
Dampak positif pengembangan desa wisata migas ini antara lain :
a)    Semakin banyaknya kunjungan wisatawan dan terbukanya kesempatan lapangan usaha baru.
b)   Pendapatan warga dan pajak daerah meningkat.
c)    Program bantuan pembangunan desa dari pemerintah semakin mengalir dan turut mendorong terangkatnya produk dari desa binaan CSR Pertamina EP.
d)   Semakin tinggi tingkat kepedulian warga terhadap kemajuan desa seiring adanya lapangan usaha baru kepariwisataan yang meningkatkan taraf perekonomian.
e)    Penambang tradisional lebih sadar aspek keselamatan dan sangat berwawasan lingkungan dengan edukasi sumur percontohan.
f)    Potensi desa dapat maksimal dengan menjadi destinasi wisata baru, juga sejarah dan warisan penambangan tradisional dapat dilestarikan dan memberikan manfaat yang berkelanjutan.

2.3     Pengoperasian Pengelolaan
Pertambangan Sumur minyak tradisional ini dikelola oleh masyarakat setempat dibawah pengawasan pemerintah setempat dan Pertamina EP-Field Cepu.


  
3.        PENUTUP
Masyarakat di sekitar baik yang bermukim maupun yang menggarap/mengelola lahan. Wajib melakukan Perlindungan daerah Pertambangan. Perlu adanya langkah konkret yang menjadi solusi terjaganya kelestarian lingkungan tanpa mengorbankan kesejahteraan rakyat penambangan tradisional. Kondisi riil di lapangan terjadi peningkatan kegiatan penambangan sumur tua secara masif dan belum professional serta kurangnya kesadaran akan aspek keselamatan & lingkungan. Penambang seharusnya wajib memperhatikan keselamatan dan kesehatannya masing – masing misal dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) saat beroperasi dan memperhatikan serta menjaga lingkungan sekitar.


Penataan dan revitalisasi kawasan pertambangan minyak tradisional menjadi kawasan ekowisata dibutuhkan peran serta aktif dari masyarakat pada setiap aspek kegiatan. Hal ini akan menciptakan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap tanah kelahiran dan generasi penerusnya. Namun demikian, kawasan ekowisata ini juga akan berhadapan dengan potensi ekonomi yang merusak dirinya sendiri jika tidak dikelola dengan hati-hati. Untuk itu, kebijakan-kebijakan yang telah disepakati bersama harus benar-benar dijalankan (fungsi kontrol) dan mesti di-updatesesuai perubahan zaman (dinamis) tanpa mengenyampingkan bahkan menghilangkan akar-akar budaya (heritage), kelestarian fungsi lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat.




DAFTAR PUSTAKA

1. Danisworo, Mohammad & Widjaja Martokusumo (2000), “Revitalisasi Kawasan Kota Sebuah       Catatan dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Kawasan Kota”.  www.urdi.org (urban            and reginal development institute, 2000)) diakses 16 Maret 2017 pukul 18.30 WIB.
2. Ichwan, Rido Matari (2004), “Penataan dan Revitalisasi sebagai Upaya peningkatkan Daya              Dukung Kawasan Perkotaan”, Makalah pribadi Pengantar ke Falsafah Sains, Sekolah             Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor, Bogor