KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Senin, 29 Mei 2017

Mega Proyek Revitalisasi Kawasan Bekas Tambang PT. Newmont Sumbawa (NTB) Menjadi Daerah Wisata dan Penelitian Antariksa LAPAN



Rivki Ardiansyah Khauly
114140144

PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) merupakan perusahaan yang bertindak sebagai operator yang melakukan penambangan di Batu Hijau. Tambang Batu Hijau merupakan tambang tembaga dengan mineral ikutan emas dan terletak di sebelah barat daya pulau Sumbawa, di Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi NTB. Luas Area kontrak awal PT Newmont yaitu 1.127.134 Ha dan baru beroperasi seluas 87.540 Ha. Lokasi tambang ini berada di ketinggian ± 700-800 mdpl.



               Gambar 1. Peta lokasi Tambang Terbuka PT Newmont NTB 

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) selaku lembaga keantariksaan akan memegang penuh kendali dalam pembangunan proyek ini. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) berencana membangun fasilitas peluncuran satelit baru. Pasalnya, fasilitas peluncuran satelit saat ini yang berada di Garut, Jawa Barat, baru sebatas untuk roket kecil. Rencana induk pembangunan bandara antariksa (space spot) telah tertuang dalam UU No. 12 Tahun 2013 tentang keantariksaan. Bandara itu penting bagi Indonesia untuk merespon terus berkembangnya teknologi keantariksaan dunia serta mendorong kemandirian penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan antariksa nasional.
Revitalisasi kawasan adalah rangkaian upaya menghidupkan kembali kawasan yang cenderung mati, dan mengembangkan kawasan untuk mengoptimalkan kembali potensi yang dimiliki, sehingga dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas kehidupan masyarakat (Danisworo, 2000). Kawasan wisata merupakan kawasan yang didalamnya terdapat berbagai macam kegiatan wisata dan didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah (UU No.10/2009 tentang Kepariwisataan).




Gambar 2. Luasan Daerah Tambang Terbuka Newmont yang akan Mengalami Revitalisasi



PEMBAHASAN
Sebelum membangun segala aspek peningkatan daya tarik daerah, tambang terbuka (open pit) dari PT. Newmont NTB sendiri akan di reklamasi terlebih dahulu. Proses reklamasi yang dilakukan oleh PT.NNT diawali dengan pembukaan lahan (land clearing) lalu penelitian tanah contoh (soil sampling), hal ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan tanah lapisan atas (top-soil) dan tanah lapisan bawah (sub-soil). Setelah diketahui kelayakan dari tanah yang diteliti, dilakukan pengambilan dan pengangkutan tanah (loading soil) untuk top-soil dan dilanjutkan dengan pengambilan sub-soil. Penyebaran tanah dilakukan bertahap dengan pemadatan (compaction).
Membangun lokasi peluncuran roket, juga berarti membangun bandara antariksa (Space Shuttle) atau space spot. Rencana induk pembangunan bandara antariksa telah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Bandara antariksa sangat penting bagi Indonesia untuk merespons terus berkembangnya teknologi keantariksaan dunia serta mendorong kemandirian penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta keantariksaan nasional. Pembangunan bandara antariksa disebut cukup potensial untuk dikomersialkan di kancah internasional karena wilayah ekuator menjadi kawasan favorit bagi negara-negara peluncur roket atau satelit. Nantinya, Indonesia bakal menjadi negara pertama di ASEAN yang memiliki bandara antariksa sendiri.



Lapan juga akan merencanakan pembangunan pusat studi OBSERVATORIUM. Observatorium adalah sebuah lokasi dengan perlengkapan yang diletakkan secara permanen agar dapat melihat langit dan peristiwa yang berhubungan dengan angkasa.

Gambar 7. Illustrasi Parking Zone

Parking Zone (Daerah Parkir) pada kawasan wisata ini dibuat bertingkat dengan konsep yang modern agar tidak memakan banyak tempat sehingga mengurangi RTH dan efisien. Dari Parking Zone menuju pintu masuk wisata akan dibangun Gondola untuk mempermudah akses sejauh ±3km.


Kawasan penelitian ini menjadi lokasi paling vital. Kawasan ini akan dibangun sesuai standar internasional dan akan bekerja sama dengan pihak NASA dalam hal pengadaan alat dan bahan serta dalam sektor ilmu pengetahuan dan teknologi. 


Di sekitar observatorium juga akan dibuka tempat untuk penikmat olahraga ekstream seperti paralayang serta terdapat taman bunga penambah estetika.



KESIMPULAN

Kawasan bekas tambang PT Newmont NTB yang telah meninggalkan lubang sedalam 300m. Lokasi bekas tambang ini akan dikembangkan pusat penelitian keantariksaan yang meliputi observatorium, space shuttle dan pusat wisata seperti gondola, olahraga paralayang, taman, serta sarana penunjang lainnya yang akan menjadi wisata bertaraf internasional dan akan mengangkat pendapatan devisa negara pada daerah tersebut selain dari wisata pantainya. Selain menjadi daerah yang ekonomis, kawasan ini akan di revegetasi sehingga kawasan menjadi asri.

DAFTAR PUSTAKA

Danisworo, Muhammad. 2000. Revitalisasi Kawasan Kota Sebuah Catatan dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Kawasan Kota. Jakarta: Urban and Regional Development Institute.
Ulya, Oktavial. 2009. Proses Reklamasi PT. Newmont. Bogor: IPB Press.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Keantariksaan.
.     

Sabtu, 27 Mei 2017

REVITALISASI LAHAN BEKAS TAMBANG PT.SCG READYMIX INDONESIA (JAYAMIX) BOGOR

SAGITA PUTRI NURFADILAH
114150016



LATAR BELAKANG

Kota Bogor memiliki berbagai macam potensi  perekonomian yang dapat dikembangkan, salah satunya mempunyai potensi kegiatan  pertambangan. Potensi pertambangan bahan galian mencakup bahan  galian golongan C. yang terdapat hampir di seluruh daerah tersebut tepatnya di Desa Tegalega, Kecamatan Cigudeg, Dusun Nunggaherang, Kabupaten Bogor. PT. SCG Readymix Indonesia (Jayamix) merupakan salah satu perusahaan yang mengelola kegiatan pertambangan bahan galian C yang berada pada daerah tersebut. Hasil dari penambangan bahan galian tersebut berupa pasir. Pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa dan feldspar. Hasil pelapukan kemudian tercuci dan terbawa oleh air atau angin yang terendapkan di tepi-tepi sungai, danau atau laut. Pasir kuarsa, terutama digunakan dalam industri gelas, optik, keramik dan abrasif. Pasir kuarsa tanpa semen dipergunakan sebagai dasar atau bahan tambahan pada pembuatan jalan tol dan airport, juga untuk pembuatan jalan raya, bahan bangunan dan aspal.
Penambangan pasir yang dilakukan PT.SCG Readymix Indonesia (Jayamix) meninggalkan lubang bekas tambang yang belum direklamasi, sehingga saat ini lubang yang ada terisi air sehingga menciptakan kolam – kolam indah  yang memiliki potensi pariwisata tinggi. Seluruh kebijakan penataan dan revitalisasi kawasan diarahkan dalam rangka pengembangan ekonomi lokal untuk keseimbangan dan kemandirian daerah sehingga dapat diwujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Potensi pariwisata ini juga berkaitan dengan adanya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (Ripparda) telah ditetapkan dalam rapat Paripurna DPRD Kota Bogor pada tahun 2016. Perda ini mengatur beberapa rencana dan strategi pembangunan pariwisata Kota Bogor dalam empat hal. Di antaranya destinasi pariwisata pemasaran pariwisata, industri pariwisata, dan kelembagaan pariwisata. Raperda kota Bogor berisi rancangan besar pariwisata di Kota Bogor untuk 10 tahun ke depan  dari tahun 2016-2025 agar pembangunan seluruh sektor pariwisata dapat lebih tertata. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar bagi kota yang memiliki monumen Tugu Kujang tersebut.

DASAR TEORI
Barang tambang merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sumberdaya alam tidak dapat terbarukan atau sering juga disebut dengan sumberdaya terhabiskan (depletable) adalah sumberdaya yang tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis. Sumberdaya ini dibentuk melalui proses geologi yang memerlukan waktu sangat lama untuk dapat dijadikan sebagai sumberdaya alam yang siap diolah atau siap pakai (Fauzi,2006).
Kegiatan penambangan pasir memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan, baik itu untuk pekerja penambangan (secara langsung) maupun sebagai supir kendaraan pengangkut pasir (secara tidak langsung). Masyarakat tidak memerlukan keahlian khusus dan hanya dengan menggunakan peralatan penggalian sederhana, mereka dapat memperoleh pendapatan dari kegiatan ini. Selain dampak positif, kegiatan pertambangan pasir juga menimbulkan dampak negatif. Pada umumnya, segala macam kegiatan pertambangan, termasuk penambangan pasir, mengakibatkan dampak negatif kepada lingkungan. Sifat penambangan yang mengambil/mengeksploitasi menyebabkan penurunan kualitas lingkungan tidak terelakkan lagi. Lahan bekas galian pasir yang dibiarkan terlantar oleh pengusaha menjadi tidak produktif dan tanahnya rusak. Terlihat perubahan bentang lahan, perubahan iklim mikro, terutama suhu di sekitar daerah pertambangan yang dirasakan masyarakat semakin meningkat, terdapat gundukan-gundukan batu dan bongkahan tanah, terdapat cekungan-cekungan sedalam 5-10 meter, hilangnya vegetasi, struktur tanah yang rusak, tanah menjadi miskin hara. Produktivitas lahan di sekitar lahan pasca pertambangan menurun akibat penurunan tingkat kesuburan tanah (Rani, 2004).
Pertambangan pasir dilakukan secara terbuka. Pada tahap awal pertambangan dilakukan pembersihan lahan (land clearing) yang merupakan tahap pembersihan lahan dari semak-semak, pepohonan kemudian pembuangan lapisan top soil. Setelah lahan tersebut selesai digali, lapisan top soil tersebut tidak dikembalikan lagi ke asalnya. Hal ini menyebabkan tanah menjadi tidak subur. Tanah berpasir tidak mempunyai kemampuan menyerap air dan hara sehingga tanah berpasir tidak subur dan mudah kering. Tanah berpasir juga mengandung liat, kapasitas kation yang rendah dan miskin bahan organik atau humus (Soepardi 1983 dalam Rani 2004)
Menurut Soedarmo dan Hadiyan (1980), terdapat dua pasir kwarsa, yaitu pasir kwarsa putih dan pasir kwarsa hitam. Pasir kwarsa putih, yang kita sebut sehari-hari sebagai pasir putih, adalah batuan yang terbentuk karena pengendapan dari hasil pelapukan batuan, dan akhirnya dicuci oleh alam misalnya oleh air atau angin. Oleh karena itu, pasir putih banyak terdapat di tepi sungai, pantai-pantai laut dan dasar laut. Adanya warna yang abu-abu disebabkan karena adanya kotoran: seperti oksida logam dan bahan organik. Jenis dan banyaknya kotoran-kotoran yang melekat pada pasir kwarsa merupakan hal yang penting untuk menentukan mutu dan tujuan pemakaiannya. Pasir kwarsa digunakan sebagai bahan utama atau bahan pelengkap dalam industri-industri gelas, barang-barang tahan api, keramik, pengecoran logam, semen, dan sebagainya. Pasir kwarsa juga digunakan sebagai bahan baku untuk “fero silicon/silicon karbit” dan bahan baku pembuatan amplas.
Revitalisasi sebagai ekowisata mengacu pada pengertian ekowisata yang merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu; keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Satria, 2009).

PROFIL
Gambar 1 Lokasi Danau Quarry PT Jayamix


Batas Administratif Desa Tegalega, Cigudeg, Bogor
- Sebelah Utara : Kecamatan Parung Panjang
- Sebelah Timur : Kecamatan Rumpin
- Sebelah Selatan : Kecamatan Nanggung/Sukabumi
- Sebelah Barat : Kecamatan Jasinga

Gambar 2 Kawasan bekas tambang batupasir di Cigudeg, Bogor


ISU DAN PERMASALAHAN
Kondisi Danau Quarry Jayamix yang dulu merupakan lahan bekas penambangan batupasir kini mulai dikenal sebagai lokasi wisata diberdayakan secara sederhana oleh masyarakat setempat. Awalnya Danau Quarry dibuka menjadi kawasan wisata karena kekesalan warga kepada perusahaan yang melakukan penambangan yang bisa membawa dampak kerusakan lingkungan. Walaupun pada saat ini, kegiatan penambangan sudah dihentikan.
Penambangan pasir pada kawasan tersebut dulunya juga membawa pengaruh negatif berupa rusaknya akses jalan yang digunakan warga dalam beraktifitas sehari-hari. Banyaknya lubang dan jalanan yang berbatu akibat truk yang membawa hasil penambangan melintasi jalan tersebut setiap harinya. Lokasi danau quarry yang terletak di Kecamatan Cigudeg yang berdekatan dengan Kecamatan Rumpin juga membuat kebingungan dalam pembagian sektor ekonomi. Dimana kawasan perbatasan ini rawan timbul konflik karena apabila wisata baru Danau Quarry tidak segera dikelola dan dibangun infrastruktur yang memadai oleh pemerintah ataupun warga sekitar, maka besar kemungkinan akan terjadi perebutan pengelolaan wisata. Danau Quarry yang cukup luas, jika dikelola dengan baik dapat menjadi kawasan desa ekowisata yang terintegrasi dengan kawasan wisata lain di Kota Bogor.  

    
KONSEP REVITALISASI
Konsep revitalisasi yang dikembangkan mulai dari tahap pengkajian, dimana pada tahap ini dikumpulkan teori-teori yang dapat disubtitusikan dengan kondisi Kecamatan Cigudeg. Salah satu acuan yang digunakan adalah Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 6 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Bogor Tahun 2015-2019. Tahap selanjutnya adalah tahap diskusi yang melibatkan baik masyarakat, perusahaan, pemegang saham, dan lembaga swadaya masyarakat untuk menyatukan pendapat dan mematangkan konsep ekowisata. Dimana ekowisata ini memiliki fokus mengenai keberlangsungan alam, manfaat ekonomi, dan psikologi lingkungan. Apabila konsep tidak disetujui, maka akan dilakukan pengkajian ulang, jika setuju maka dilanjutkan ke tahap pelaksanan berupa beberapa pembangunan, yang bermanfaat sebagai sarana pendidikan, kesehatan dan hiburan.


a.     Pembangunan walking bridge
Gambar 3 Ilustrasi walking bridge diatas Danau Quarry
Walking bridge ini digunakan sebagai area untuk berfoto dan menikmati pemandangan danau Quarry. Selain itu berguna sebagai dermaga tempat canoe dan wisata air lainnya.
b.     Menara Pandang
Gambar 4 Ilustrasi Menara Pandang


Menara pandang ini akan berguna untuk melihat pemandangan Danau Quarry yang indah dari ketinggian, selain itu pemandangan lain di Kota Bogor yang letaknya cukup tinggi, memungkinkan untuk melihat adanya pemandangan gunung-gunung dan perbukitan disekitar Danau Quarry tersebut.

c.      Pendopo di Danau Quarry
Gambar 5. Ilustrasi pendopo



Pendopo yang dibangun dengan konsep tradisional khas dengan nuansa Jawa Barat yang dibuat dari bambu, berada di tengah Danau Quarry dapat digunakan sebagai tempat pementasan budaya khas Jawa Barat, berupa tarian maupun pentas musik dan penampilan kesenian lainnya.


d.     Jogging track dan wisata air cano

Gambar 6. Ilustrasi jogging track dan wisata air cano


Jogging track dan wisata air cano yang bisa dimanfaatkan masyarakat sekitar dan pengunjung untuk menjaga kesehatan dan sebagai hiburan dari rutinitas, dengan pemandangan alam sekitar yang asri dan cuaca di Kota Bogor yang sejuk.


REKOMENDASI
Revitalisasi kawasan bekas tambang batupasir PT. Jayamix memiliki beberapa aspek diantaranya, yaitu aspek sosial, lingkungan, budaya, dan ekonomi :

Aspek Sosial
        Masyarakat Cigubeg diuntungkan dengan adanya wisata baru.
        Menciptakan masyarakat yang sadar budaya dan sadar akan potensi wisata.
        Memunculkan sifat kreatif masyarakat agar wisata lebih ramai pengunjung.
        Menambah pengetahuan masyarakat dengan adanya museum.

Aspek lingkungan
        Menyeimbangkan ekosistem yang ada
         Memanfaatkan potensi sumber daya yang ada.
         Menjaga kelestarian air.
        Perbaikan infrastruktur dan adanya penghijauan lahan bekas tambang.

 Aspek Budaya
        Sebagai tempat pementasan seni dari kebudayaan khas Jawa Barat dengan adanya pendopo.
        Tempat berkumpulnya komunitas seni di Kota Bogor.

 Aspek Ekonomi
        Membuat paket perjalanan di Kota Bogor.
        Membuka lapangan pekerjaan bagi warga Cigubeg.
  
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Rani, I. 2004. Pengaruh Kegiatan Pertambangan Pasir Terhadap Kualitas Tanah, Produktivitas Lahan, dan Vegetasi serta Upaya Rehabilitasinya. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Satria, Dias. 2009. Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal Dalam Rangka Program Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Kabupaten Malang. Journal of Indonesian Applied Economics. Vol/ 3 No. 1 hal 37-47

Senin, 22 Mei 2017

Pemanfaatan Embung Gunung Panggung Di Desa Tambakromo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, sebagai Ekowisata

Ubedy Nurul Paryanto
 114.140.080

A.  Latar Belakang
Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten yang terletak di jajaran Pegunungan Sewu, dimana kabupaten ini terletak 39 km sebelah tenggara Kota Yogyakarta. Bentuk lahan karst yang menyusun daerah ini menjadikan Gunungkidul memiliki berbagai macam potensi  perekonomian yang dapat dikembangkan. Embung Gunung Panggung atau Embung Tambakromo terletak di Padukuhan Klepu, Desa Tambakromo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Koordinat GPS S7°54'31.3" E110°46'10.6". Lokasi Embung Gunung Panggung atau Embung Tambakromo ada di atas perbukitan perbatasan antara Kecamatan Semin di sebelah Utara, Kecamatan Ponjong di sebelah Barat dan Selatan, serta Kabupaten Wonogiri di sisi Timur. Di puncak dan sekitar kawasan embung, Waduk Gajah Mungkur maupun wilayah Wonogiri jaraknya terlihat sangat dekat dan indah. Embung Gunung Panggung ini terletak di atas ketinggian dan berada di perbatasan antara Yogyakarta dan Jawa tengah, asal muasal nama Embung Gunung Panggung ini karena bentuk puncak gunung ini luas seperti lapangan sepak bola dan berada di atas ketinggian jadi seperti panggung-panggung. Karena letaknya berada di ketinggian kita bisa melihat pemandangan yang berada di sekitar lokasi. Dari kota Yogyakarta dapat di tempuh dengan 1 jam 30 menit perjalanan menggunakan kendaraan pribadi.


Gambar 1. Peta Lokasi Embung Gunung Panggung



B.  Dasar Teori
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan, Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai lahan/ kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya (pasal 1 ayat 1). Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital hidup akan tetapi mengalami kemunduran dan degradasi. Revitalisasi kawasan adalah upaya untuk menghidupkan kembali kawasan mati, yang pada masa silam pernah hidup, atau mengendalikan dan mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki atau yang seharusnya dimiliki oleh sebuah kota sehingga diharapkan dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan kota yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup dari penghuninya.
Revitalisasi sebagai desa ekowisata mengacu pada pengertian ekowisata yang merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu; keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Satria, 2009). Namun sebaiknya para penyedia  jasa pariwisata, daerah tujuan  wisata maupun pemerintah setempat yang ingin berorientasi pada ekowisata harus memiliki  kebijakan dan program tersendiri  terkait pelestarian lingkungan, budaya setempat dan manfaat  kepada masyarakat lokal. Karena  pada banyak tempat, produk- produk wisata yang dijual  kebanyakan menyematkan kata ”eko” atau ”kembali ke alam”  hanya sebagai label untuk menarik  konsumen, namun tidak disertai  dengan semangat melestarikan  atau melibatkan masyarakat  setempat dalam produk wisata tersebut.
Revitalisasi menurt Piagam Burra (1988), adalah menghidupkan kembali kegiatan sosial dan ekonomi bangunan atau lingkungan bersejarah yang sudah kehilangan vitalitas fungsi aslinya, dengan memasukkan fungsi baru ke dalamnya sebagai daya tarik, agar bangunan atau lingkungan tersebut menjadi hidup kembali. Proses revitalisasi bukan hanya berorientasi pada keindahan fisik, tetapi juga harus mampu meningkatkan stabilitas lingkungan, pertumbuhan perekonomian masyarakat pelestarian dan pengenalan budaya (Ichwan, 2004).
C.  Pembahasan
Dalam pengembangan Embung Gunung Panggung menjadi destinasi ekowisata akan terus dilakukan penyempurnaan di sekitar daerah wisata dengan penambahan lapangan terbuka hijau atau juga tempat perkemahan serta area bermain bagi warga sekitar dan wisatawan. Selain itu juga akan ada penambahan jalan atau jalur untuk pendakian ke Embung Gunung Panggung, wahana bermain  Flying fox¸ tempat Spot Berfoto, Gazebo-gazebo untuk para wisatawan, dan juga Keindahan dari Embung itu sendiri. Potensi wisata ini akan dimaksimalkan melalui media promosi kepariwisataan.


  
















Gambar 2. Sebelum ada Pembangunan Revitalisasi Di Gunung Panggung




Sebelum ada Revitalisasi di Gunung Panggung, lokasi tersebut dulunya sebelum diatas gunung ini dibangun embung, puncak gunung ini berbentuk datar seperti lapangan, seperti panggung.
 



   
Gambar 3. Proses Pembangunan Embung Gunung Panggung



Terdapat juga sarana dan prasarana yang mendukung dari Embung Gunung Panggung tersebut seperti sebagai berikut :
1.      Camping Ground


Gambar 4. Ilustrasi camping ground

Camping Ground diciptakan agar masyarakat luas dapat menikmati keindahan Desa Ekowisata Embung Gunung Panggung, selain itu dapat digunakan sebagai lokasi outbond.

2.      Flying Fox


Gambar 5. Ilustrasi Flying Fox

Flying Fox diciptakan untuk wahana hiburan agar dapat menambah keinginan pengunjung untuk mencoba adrenalinnya dan datang ke Embung Gunung Panggung.


  


Gambar 6. Ilustrasi Gazebo - gazebo dan Spot Berfoto
Gazebo – gazebo diciptakan agar wisatawan yang lelah dapat istirahat, berteduh, dan menikmati pemandangan. Spot berfoto diciptakan agar wisatawan yang datang dapat mengabadikan keindahan tempat tersebut dan mempromosikan tempat tersebut.

D.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa:
·  Kawasan Embung Gunung Panggung merupakan kawasan yang berfungsi sebagai kawasan Ekowisata di Kabupaten Gunungkidul.
·      Masyarakat Tambakromo diuntungkan dengan adanya wisata baru
·   Masyarakat Tambakromo berkewajiban untuk menjaga dan mengawasi Ekowisata tersebut dari kerusakan.
·  Menciptakan masyarakat yang sadar akan potensi wisata daerahnya dan dapat memanfaatkan potensi sumber daya yang ada
·      Melestarikan sumber daya air
·      Ketersediaan infrastruktur kurang memadai pada kawasan ini, sehingga perlu dilakukan perbaikan infrastruktur yang ada dilingkungan tersebut terutama jalan agar mempermudah aksesibiltas masuk dan keluar dari kawasan ini.
·      Menciptakan perekonomian local dan membuka lapangan pekerjaan.

Daftar pustaka
Danisworo, Mohammad & Widjaja Martokusumo (2000), “Revitalisasi Kawasan Kota Sebuah Catatan dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Kawasan Kota”.  www.urdi.org (urban and reginal development institute, 2000)) diakses 23 Maret 2017 pukul 18.30 WIB.
Ichwan, Rido Matari (2004), “Penataan dan Revitalisasi sebagai Upaya peningkatkan Daya Dukung Kawasan Perkotaan”, Makalah pribadi Pengantar ke Falsafah Sains, Sekolah Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor, Bogor
Satria, Dias. 2009. Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal Dalam Rangka Program Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Kabupaten Malang. Journal of Indonesian Applied Economics. Vol/ 3 No. 1 hal 37-47

UNESCO Office Jakarta and Regional Bureau for Science in Asia and the Pacific. 2009. Ekowisata: Panduan Dasar Pelaksanaan. Jakarta: UNESCO Office Jakarta