KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Senin, 04 Desember 2017

REVITALISASI KAWASAN PETAMBANGAN BATUBARA KUTAI TIMUR

Chalia Alvin Sadewo


A.    Latar Belakang
Masalah - masalah yang dijumpai pada kegiatan pertambangan batubara dengan pertambangan terbuka (open pit mining) dapat mengubah secara total baik iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan. Hilangnya vegetasi secara tidak langsung ikut menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen dan pengatur suhu. Selain itu penambangan batu bara juga bisa mengakibatkan perubahan social ekonomi masyarakat disekitar kawasan penambangan. Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh pertambangan batu bara perlu dilakukan  tindakan-tindakan tertentu sehingga akan dapat mengurangi pencemaran akibat aktivitas pertambangan batubara dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang telah terjadi di sekitar pertambangan.

B.     Rumusan Masalah
Bagaimana upaya upaya yang harus dilakukan dalam meningkatkan vitalitas kawasan bekas tambang batubara sebagai tujuan wisata dan habitat satwa?

C.    Tujuan
Merevitalisasi kawasan bekas tambang batubara sebagai tujuan wisata dan habitat satwa berdasarkan seberapa jauh kerusakan kondisi lingkungan yang telah terjadi.

D.    Manfaat
Menghidupkan dan mengembangkan kawasan bekas tambang batubara yang telah mati menjadi objek wisata alam dan habitat satwa





PEMBAHASAN
Kecamatan pemekaran yang menjadi wilayah perencanaan merupakan kawasan yang berkembang berdasarkan karakteristiknya masing-masing,
seperti Kecamatan Muara Ancalong dan Muara Bengkal yang dulunya
berkembang di sepanjang Sungai Kelinjau. Sedangkan, Kecamatan
Sangkulirang merupakan kecamatan yang lebih dikenal terlebih dahulu dari
pada Ibukota Kabupaten Sangatta karena posisi geografisnya di kawasan pesisir
pantai yang memudahkan transaksi barang dan jasa lebih mudah. Tetapi
seiring dengan perkembangan sistem ekonomi dan perubahan sistem kegiatan
di Kabupaten Kutai Timur, karakteristik yang ada tersebut mengalami
penggeseran sehingga menciptakan klaster-klaster perkembangan.
Seperti halnya PT. Kaltim Prima Coal (KPC), pemegang kuasa penambangan batu bara yang berlokasi di Kutai Timur, Kalimantan Timur, menerapkan ekstraksi bahan galian dengan sistem terbuka. KPC (Kaltim Prima Coal) sebagai perusahaan tambang
terbesar di Kabupaten Kutai Timur yang memiliki
kawasan kota mandiri di Kawasan Perkotaan Sangatta
merupakan potensi sebagai pusat pertumbuhan
khususnya dalam sektor perdagangan dan jasa.



Sejak beroperasi PT. KPC memiliki komitmen untuk memulihkan kerusakan lingkungan dengan melakukan kegiatan reklamasi dan revegetasi pasca tambang. Reklamasi dan revegetasi areal bekas tambang di PT. KPC dimulai sejak tahun 1996 sampai 2009 dengan luas lebih dari 5000 ha. Sebelum dilakukan penanaman bibit dengan jarak tanam (3 x 6) m dilakukan penanaman dengan tanaman legum penutup tanah (legume cover crops = LCC) untuk mempersiapkan kondisi lahan yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan yang baik bagi tanaman pohon. Jenis yang ditanam antara lain adalah johar (Cassia siamea), laban (Vitex pubescens), ketapang (Terminalia catapa), sengon (Paraserianthus falcataria), gmelina (Gmelina arborea), jabon (Anthocephalus chinensis). Keberhasilan kegiatan ini dapat dilihat dari struktur vegetasi dan profil tegakan di hutan revegetasi pada tingkatan pohon umur 6 tahun, 10 tahun dan 12 tahun. Perlakuan lain juga dapat dilihat di beberapa plot revegetasi dengan penanaman pionir yang diselingi dengan jenis meranti-merantian.
Tanaman hasil revegetasi pada areal bekas tambang kini telah membentuk ekosistem hutan dan telah mampu memberikan fungsi - fungsi hutan, seperti sebagai penjaga dan pemulih kesuburan tanah, pengatur tata air, pengendali iklim mikro dan habitat berbagai jenis satwa liar. Beberapa areal yang telah direvegetasi tersebut bahkan telah mampu memberikan habitat bagi orangutan (Pongo pygmaeus) dan satwa liar lainnya seperti beruang madu (Helarctos malayanus), Kucing congkok (Prionailurus bengalensis), Pelanduk napu (Tragulus napu), dan Kijang Muntjak (Muntiacus muntjak)


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pelaksanaan kegiatan revitalisasi sangat bermanfaat untuk menghidupkan kawasan yang telah mati, seperti di PT. Kaltim Prima Coal untuk mengembalikan ruang terbuka hijau di sekitar pesisir dengan cara melakukan revegetasi yaitu dengan penanaman bibit dengan jarak tanam 3 x 6 meter dilakukan penanaman dengan tanaman legum penutup
tanah (legume cover crops = LCC) untuk mempersiapkan kondisi lahan yang
sesuai untuk mendukung pertumbuhan yang baik bagi tanaman pohon.




DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman, Ardiansyah. 2015. Profil Daerah Kabupaten Kutai Timur 2015. Kutai Timur. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kutai Timur.

Susilo, Adi. 2010. Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara. Samarinda. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa.

REVITALISASI KAWASAN SUMUR MINYAK TUA WONOCOLO, BOJONEGORO, JAWA TIMUR

                                                                                   Rifdah Tamara Nisrina
                                                                                                                       114160014



                                                                                               

LATAR BELAKANG

Di kawasan Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur terdapat penambangan sumur-sumur tua minyak bumi. Sumur tua merupakan sumur-sumur minyak bumi peninggalan Kolonial Belanda yang sudah tidak memiliki nilai ekonomis lagi bagi perusahaan. Sumur inilah yang diusahakan kembali oleh warga secara tradisional sebagai mata pencaharian dan sudah berlangsung turun-temurun.

Desa Wonocolo merupakan salah satu daerah yang memiliki cadangan minyak bumi dan gas, atau senyawa hidrokarbon. Kawasan ini termasuk area kerja Pertamina Asset-4 Cepu. Dari sisi tinjauan geologi, struktur Wonocolo merupakan satu rangkaian di dalam model struktur lipatan batuan atau antiklin Kawengan di cekungan Jawa Timur bagian utara. Cekungan ini terbentuk sejak awal zaman tersier dengan hunjaman Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Eurasia. Adapun dari sisi sistem petroleum, cekungan Jawa Timur bagian utara memiliki kandungan organik sehingga potensial menghasilkan minyak dan gas. Lebih dari 100 tahun, warga desa mengebor secara tradisional. Hanya dengan kedalaman sekitar 300 meter, warga sudah bisa mendapatkan minyak.

Gambar 1. Sumur Minyak Tua Wonocolo






DASAR TEORI
           
            Menurut Danisworo (2002), revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital atau hidup. Akan tetapi semua mengalami kemunduran (degradasi). Skala revitalisasi ada dua tingkatan, yaitu mikro dan makro. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokal dan citra tempat).
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan, revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai lahan/kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya sedangkan kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya dan vitalitas kawasan adalah kualitas suatu kawasan yang dapat mendukung kelangsungan hidup warganya serta mendukung produktivitas sosial, budaya, dan ekonomi dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan fisik, dan/atau mencegah kerusakan warisan budaya.

ISU DAN PERMASALAHAN

Sumur minyak tua Wonocolo yang berada di daerah pegunungan Kendeng itu sudah ada sejak zaman Belanda. Dulu kawasan sumur minyak tua itu dikelola perusahaan Belanda, selanjutnya dikelola para penambang minyak tradisional. Menurut Field Manager Pertamina EP Asset IV Field Cepu Agus Amperianto, di kawasan sumur minyak tua Wonocolo terdapat penambangan minyak secara tradisional sehingga bisa menjadi wahana edukasi masyarakat di bidang migas.
Dari sisi masyarakat yang merasa memiliki atau tinggal berada di sekitar sumur tua tersebut berhak atas manfaat dari sumber daya alam yang dihasilkan atas dasar kemampuan dalam modal, tenaga kerja dan teknologi. Namun, pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan sumur tua terabaikan dan tidak berfungsinya lembaga masyarakat yang ada serta tidak dikelola oleh Pemerintah Daerah sehingga dampak negatif tidak dapat dikendalikan.


KONSEP REVITALISASI
           
            Konsep yang akan digunakan untuk memvitalkan kembali kawasan sumur minyak tua daerah Wonocolo adalah konsep ekowisata dan sebagai tempat edukasi. Ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisata dan berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.



1.      Pembelajaran atau edukasi
Tempat ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran, pengetahuan baru baik bagi anak muda maupun usia lanjut. Dengan keunikannya yaitu melakukan penambangan secara tradisional

Gambar 2. Sisi lain dari sumur minyak Wonocolo


2.      Wisata alam
Tempat ini dapat dijadikan wisata sejarah bumi (geoheritage) di Lapangan Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Dengan adanya wisata bertujuanndapat membantu memajukan kehidupan di desa tersebut dan harapannya meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar

Gambar 3. Kunjungan wisatawan ke desa Wonocolo



3.      Menara Pandang
Menara pandang dapat berguna untuk melihat pemandangan sumur minyak tua Wonocolo dari ketinggian.

Gambar 4. Ilustrasi Menara Pandang


4.      Food Court
Bertujuan untuk memudahkan wisatawan yang datang dan juga dapat menjadikan mata pecaharian bagi warga sekitar.
Gambar 5. Ilustrasi Food Court



DAFTAR PUSTAKA


Danisworo, M. dan Martokusumo, W. (2002). “Revitalisasi Kawasan Kota : Sebuah Catatan Dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Kawasan Kota”, Info URDI Vol.13.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan

REKLAMASI BEKAS TAMBANG BATUBARA

 Oktari Dwi Trisnawati
114160010


A.     Pendahuluan

 Latar Belakang

 Sumberdaya alam merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan nasional, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup sekitarnya. Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya alam adalah industri pertambangan. Industri pertambangan khususnya batubara sebagian besar terletak pada kawasan hutan. Dengan adanya kondisi tersebut, tidak menutup kemungkinan dilakukan kegiatan pada kawasan hutan untuk pembangunan diluar sektor kehutanan sesuai dengan undang-undang no. 41 tahun 1999 pasal 38 ayat (3) yaitu “Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pijam pakai oleh Menteri dengan 604 | Amalia Prawesti Putri, et al. Volume 3, No.2, Tahun 2017 mempertimbangkan batasan luas jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan” tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu sehingga fungsi dan ekosistem hutan tidak terganggu.

B.     Landasan Teori

Reklamasi
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Untuk melakasanakan reklamasi diperlukan perencanaan yang baik, agar dalam pelaksanaannya dapat tercapai sasaran sesuai yang dikehendaki. Dalam hal ini reklamasi harus disesuaikan dengan tata ruang. Perencanaan reklamasi harus sudah disiapkan sebelum melakukan operasi penambangan dan merupakan program yang terpadu dalam kegiatan operesi penambangan.
Revitalisasi 

Revitalisasi adalah suatu proses atau cara dan perbuatan untuk menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya terberdaya sehingga revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan untuk menjadi vital, sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau sangat diperlukan sekali untuk kehidupan dan sebagainya.

Reklamasi Hutan adalah kegiatan reklamasi hutan yang dilaksanakan pada kawasan hutan yang telah mengalami perubahan permukaan tanah dan perubahan penutupan tanah. Perubahan permukaan tanah adalah berubahnya bentang alam akibat penggunaan kawasan hutan, sedangkan perubahan penutupan tanah adalah berubahnya jenis –jenis vegetasi yang semula ada pada kawasan hutan.

Landasan Hukum

Landasan Hukum dalam kegiatan Reklamasi Lingkungan hidup merupakan hal yang paling disorot dalam kegiatan pertambangan dan program reklamasi adalah hal mutlak yang harus dilaksanakan suatu perusahaan pertambangan. Untuk mengendaikan dampak negatif kegiatan penambangan, sekaligus mengupayakan pembangunan sektor pertambangan berwawasan lingkungan, maka kegiatan penambangan yang berdampak besar dan penting diwajibkan mengikuti peraturan perundangan. Mengacu pada regulasi pemerintah tentang pertambangan berdasarkan UndangUndang Mineral dan Batubara No. 4 tahun 2009, mewajibkan setiap perusahaan tambang melakukan reklamasi, dan secara rinci diatur pada Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2010 tentang reklamasi dan pasca tambang. Proses reklamasi bekas tambang diharapkan dapat melibatkan peran masyarakat agar dapat menyentuh dari sisi sosial, ekonomi, budaya dan politik yang berkembang di masyarakat. Prinsip dasar reklamasi adalah bahwa :

1. Kegiatan reklamasi harus dianggap sebagai kesatuan yang utuh dari kegiatan penambangan.

2. Kegiatan reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak harus menunggu proses penambangan secara keseluruhan selesai dilakukan.

B. isi
Evaluasi keberhasilan reklamasi adalah sebuah upaya untuk menjamin bahwa reklamasi tengah berjalan menuju arah yang diharapkan yaitu kondisi asli sebelum terjadinya gangguan. Kriteria keberhasilan reklamasi menurut Permen ESDM No.7 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pasca Tambang pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara adalah sebagai berikut:

1. Penatagunaan Lahan
a. Penebaran tanah zona pengakaran
b. Pengendalian erosi dan pengelolaan air.
 2. Revegetasi
a. Penanaman, meliputi : luas area penanaman dan pertumbuhan tanaman b. Pengelolaan material pembangkit air asam tambang
3. Penyelesaian Akhir, meliputi
 a. Penutupan Tajuk
b. Pemeliharaan.

Pada umumnya kegiatan penambangan batubara teletak pada kawasan hutan, maka dari itu pada pengusaha diwajibkan untuk melakukan reklamasi hutan yang telah di atur dalam :
1. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.
5. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43 Tahun 2008 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.




Hasil Penelitian
Penatagunaan Lahan Pada kegiatan reklamasi penataan reklamasi terdapat beberapa obyek kegiatan menurut Peraturan Menteri ESDM No. 07 Tahun 2014, yaitu penatagunaan lahan, revegetasi, dan penyelesaian akhir. Penatagunaan lahan terdiri, penataan permukaan tanah dan penimbunan kembali lahan bekas tambang, penebaran tanah zona pengakaran, dan pengendalian erosi dan pengelolaan air. Penatagunaan lahan area reklamasi telah dilakukan pengisian kembali sehingga sudah tidak ditemukan cekungan.

 Rencana luas areal yang ditata 52 Ha dan realisasi sebesar 52 Ha. Sedangkan luas areal yang ditimbun realisasi sebesar 52 Ha dan realisasi sebesar 47,24 Ha. Pada daerah penelitian area reklamasi tidak terjadi longsoran maupun potensi longsoran, hal tersebut dikarenakan kondisi lereng yang tidak terlalu curam berkisar antara 30 – 45 derajat. Selain itu pula dibuat teras- teras sehingga sangat berguna untuk mencegah terjadinya longsor.

Di PT Madhani Talatah Nusantara ini tidak dilakukan pengelolaan material pembangkit air asam tambang. Untuk treatment dan pemantauan air asam tambang hanya dilakukan pengelolaan air buangan dari Sump di Pit Selatan dan limpasan air hujan yang mengalir di sediment trap. Pemantauan air buangan dilakukan di 4 titik yaitu sump, sediment trap 1, sediment trap 2, dan settling pond. Parameter yang diuji dalam sampel air antara lain pH, TSS, Fe, Mn, dan Cd yang diambil di inlet maupun outlet. Dilihat dari data kualitas air yang diambil dari bulan Januari hingga September 2016. Berdasarkan berdasarkan baku mutu air limbah, air buangan masih dalam kondisi aman dengan pH rata – rata 6 sampai dengan 8. Hanya saja kadar Mn yang sedikit tinggi, untuk mengatasinya maka dibuat kincir air guna megurangi kadar Mn melalui udara.




 Untuk pengendalian erosi dibuat teras – teras pada areal dengan kondisi miring dan pembuatan paritan – paritan untuk mengalirkan air permukaan. Pada areal ini sebagian besar paritan mengalami sedimentasi. Hal tersebut dikarenakan material tanah yang lunak dan curah hujan yang relatif tinggi. Untuk menanggani hal tersebut, PT Madhani Talatah Nusantara selalu mengontrol untuk mengeruk sedimentasi tersebut secara berkala. Selain itu, untuk kondisi areal yang miring terdapat alur – alur erosi ringan.
Revegetasi dimulai dengan penanaman cover crop, dari hasil pengamatan dilapangan cover crops yang ditanam tumbuh dengan subur sesuai dengan areal lahan yang ditabur. cover crop yang ditanam membentuk larikan – larikan. Jenis tanaman yang akan ditanam sekitar 91 % dari rencana. Jarak tanam 4 x 4 dengan jumlah 625 pohon per hektar. Perhitungan pertumbuhan tanaman dihitung menggunakan teknik sampling. Hasil rekapitulasi tanaman yang tumbuh yaitu 92.50 %. Untuk masalah pertumbuhan tanaman sebagian besar karena daun tanaman dimakan oleh hama, sehingga beberapa daun tidak utuh lagi.

C.Penutup

            Penyelesaian Akhir
Penyelesaian akhir terdiri dari penutupan tajuk dan perawatan. Untuk penutupan tajuk di PT Madhani Talatah Nusantara tidak direncanakan, tajuk dibiarkan sendiri tumbuh berupa tumbuhan semak belukar. Menurut Badan Penyuluhan Kehutanan Lapangan, Sampai tanaman berumur 1 tahun pemupukan dilakukan 2 – 3 bulan sekali menggunakan pupuk kompos sebanyak 2 kg/ pohon, yang berfungsi untuk meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur, dan karakteristik tanah, meningkatkan kapasitas serap air. Sedangkan untuk pupuk ZA sebanyak 30 gram/pohon yang berfungsi utuk menambah 21% unsur nitrogen dan 24% unsur belerang yang diperlukan oleh tanaman (sumber: Departemen Kehutanan RI). Dalam kegiatan penyiangan dilakukan slinging yang diharapkan agar pohon tumbuh menjulang tinggi ke atas.


  


        Daftar Pustaka

Anonim, 2009. Undang – undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Anonim. 2010. Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi danPascatambang
Anonim, 2011. Peraturan Menteri Kehutanan No. P 60 Tahun 2009 Tentang Pedoman Reklamasi
Hutan Anonim, 2015. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan No. 9 Tahun 2015 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.

Arief, Noor Rizqon. 2004. Reklamasi Tambang dalam Diklat Perencanaan Tambang            Terbuka.Universitas Islam Bandung. Bandung

Revitalisasi Kawasan Tambang Batu dan Pasir di Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah


Anton Merzy Shena / 114130118

           Kabupaten Wonosobo berdiri 24 Juli 1825. Kabupaten Wonosobo terletak pada 70.43’.13” dan 70.04’.40” garis Lintang Selatan (LS) serta 1090.43’.19” dan 1100.04’.40” garis Bujur Timur (BT), dengan  luas 98.468 ha (984,68 km2) Provinsi Jawa Tengah dengan ketinggian berkisar 270 – 2.250 meter di atas permukaan laut (m dpl). Sebagian besar wilayah Kabupaten Wonosobo adalah daerah pegunungan. Terdapat dua gunung berapi: Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Selain itu menjadi bagian terpenting dari jaringan Jalan Nasional ruas jalan Buntu-Pringsurat yang memberi akses dari dan menuju dua jalur strategis nasional tersebut.
                Kebutuhan akan bahan bangunan seperti pasir dan batu meningkat seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk dan pengembangan wilayah di bidang pembangunan. Sebagai bagian dari gunung Sindoro maka Kabupaten Wonosobo memiliki potensi bahan galian pasir dan batu yang merupakan produk alam dari aktivitas gunung. Bahan galian pasir dan batu ini termasuk dalam klasifikasi bahan galian C. Penambangan pasir memiliki dampak negatif berupa perubahan fisik bentuk lahan (topografi), bentang alam, meningkatnya run-off, hilangnya lapisan tanah top soil, dan meningkatnya erosi Potensi bahan galian pasir dan batu di Kabupaten Wonosobo banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Pertambangan terbesar berada di Kecamatan Kertek, dengan luas 25,1 Ha,di dua desa, yaitu Desa Candimulyo dan Desa Pagerejo. Lokasi penggalian tersebut di sebelah kanan dan kiri ruas jalan lintas Wonosobo-Semarang.
                 Kegiatan penggalian bahan galian Golongan C di Kecamatan Kertek pada area tegalan dan lahan perkebunan teh serta tembakau. Kegiatan tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara tradisional. Lapisan tanah bagian atas digali dengan cangkul dan sekop, dengan kedalaman 1 -3 meter terdapat lapisan pasir dan batuan, dengan penggalian secara vertikal, yang dapat berdampak gerakan massa tanah dan batuan . (Ignatius Yunar Ardi Nugrahanto).
               






Dalam jangka pendek kegiatan penggalian ini mampu memberikan kontribusi positif dalam mengatasi permasalahan ekonomi masyarakat, namun kegiatan ini dilaksanakan tanpa memikirkan aspek kelestarian dan keselamatan sumberdaya alam, sehingga kepentingan ekonomi lebih diperhatikan dibandingkan kelestarian lingkungan dalam jangka panjang. Lokasi bekas penambangan umumnya dibiarkan begitu saja, tanpa dilakukan reklamasi.
                Upaya Revitalisasi pada kawasan tersebut dilakukan setelah melakukan reklamasi secara fisik maupun biotis berupa pemerataan tanah di kawasan bekas tambang, dan pengelolaan tanah pucuk. Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja, tetapi juga harus dilengapi dengan peningkatan ekonomi masyaraktnya serta pengenalan budaya yang ada. Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat. Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek formalitas yang memerlukan adanya partisipasi masyarakat, selain itu masyarakat yang terlibat tidak hanya masyarakat di lingkungan tersebut saja, tapi masyarakat dalam arti luas. (Laretna, 2002).
                Konsep revitalisasi pada kawasan tambang ini akan digunakan sebagai rest area, hal ini dipertimbangkan dengan daerah tersebut merupakan jalur tengah antara penghubung kota-kota terdekat, maka seringkali terlihat truk pengangkut barang-barang, mobil maupun bus yang berasal dari luar daerah, dan wonosobo merupakan daerah kawasan pariwisata yang baru-baru ini menjadi populer. Dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan tersebut berupa keterlibatan masyarakat disekitar area penambangan dan pekerja penambang agar mencari nafkah dengan keuntungan pembangunan area tersebut. Konsep ini memudahkan pengemudi dalam melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan mereka di tengah jalan tanpa harus keluar terlebih dahulu ke kota yang terdekat. Menurut UU No 26 Tahun 2007 tentang "Penataan Ruang",  perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang
proporsi luasannya ditetapkan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, yang diisi oleh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

















               
               















                Rest area (area peristirahatan) muncul pada tahun 1950an sebagai fasilitas pelengkap pada jalan bebas hambatan (highway) di Amerika Serikat. Area ini sebagai tempat beristirahat bagi pengemudi untuk berhenti sesaat setelah berkendara jauh.  Para pengguna rest area biasanya adalah orang yang ingin mendapatkan kenyamanan dan memenuhi kebutuhannya dalam perjalanan. Oleh karena itu, kondisi para pengguna ketika memasuki rest area yaitu mungkin dalam keadaan lelah, mengantuk, lapar, ingin ‘ke belakang’ serta ingin memenuhi kebutuhan pribadi yang lainnya. Penambahan fungsi-fungsi tertentu di rest area. Berikut daftar kebutuhan pengguna rest area.
1.  Pom Bensin, membuat pengendara mau tidak mau harus berhenti untuk mengisi bahan bakar.
2.   Bengkel, Kebutuhan akan pengecekan alat transportasi sangat diperlukan agar terhindar dari kecelakaan secara teknis, karena pada daerah ini rawan terjadi kecelakaan.






3.  Rumah Makan, Manusia terkadang tidak bisa menahan kebutuhan laparnya, sehingga rumah makan di rest area menjadi cukup padat pengunjung ketika masuk waktu makan. Pengunjung rest area tergiur dengan produk-produk makanan atau minuman yang khas pada daerah tersebut, sehingga memiliki daya tarik tersendiri, sebagai contoh makanan khas daerah ini berupa mie ongklok dan tempe kemul
4. Masjid, Masjid merupakan kebutuhan utama bagi umat Islam
5. Toilet, Kebutuhan mendasar manusia adalah menggunakan toilet, karena hal ini tidak dapat ditahan lama-lama.
6. Tempat Perbelanjaan, Pertimbangan yang menjadikan tempat perbelanjaan sebagai suatu kebutuhan bagi para pengguna jalan biasanya membeli sesuatu, baik untuk keperluan dirinya sendiri maupun sebagai souvenir yang khas pada daerah tersebut, sebagai contoh pada daerah ini manisan carica.






7.  Tempat Istirahat, rest area berfungsi sebagai tempat istirahat. Istirahat yang dimaksud mencakup apakah hanya meregangkan otot atau sampai tidur untuk melepas lelah dan kantuk.
8.  Refreshing, Kebutuhan akan refreshing didasari karena selain membutuhkan istirahat, terkadang pengendara juga butuh me-refresh pikiran dan tubuhnya kembali di sela-sela perjalanan panjangnya, dan terdapat tempat kesenian yang pada waktu tertentu menampilkan tarian daerah seperti kuda lumping dan tari lengger,






Daftar Pustaka
Yunar, Ignatus Ardi Nugrahanto, EFEKTIVITAS REVITALISASI LAHAN BEKAS TAMBANG GALIAN C DI DESA CANDIMULYO KECAMATAN KERTEK KABUPATEN WONOSOBO, Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta
Laretna, Adishakti. 2002. Revitalisasi Bukan Sekedar “Beautification”. Urdi Vol.13, www.urdi.org (Urban and Reginal Development Institute)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang "Penataan Ruang"