KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Rabu, 23 November 2011

Bioregional Development Plan Pada kawasan “Danau Tasi Tolu dan Bukit Tasi Tolu” Menjadi Kawasan Wisata Sekaligus Taman Nasional di Dili, Timor – Leste


CAROLINA CARLOS
(114.080.037)
KELAS A

Pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin penggerak ekonomi atau penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara, akan tetapi suatu definisi yang esensi menurut Robert Mcntosh bersama Shasinant Gupta dala Oka A. Yoeti (1992:8) adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta para pengunjung lainnya sedangankan pengertian dari pengertian objek wisata atau " tourist attraction" yang lebih sering digunakan, yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik  bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah bahkan suatu negara tertentu (Drs. Oka A. Yoeti, 1985) seperti salah satunya adalah negara Timor Leste yang merupakan sebuah wilayah bekas koloni Portugis yang dianeksasi oleh militer Indonesia menjadi sebuah provinsi yang pernah menjadi bagian Indonesia antara 17 Juli 1976 sampai 19 Oktober 1999. Setelah itu, Timor Leste resmi menjadi sebuah negara pada tanggal 20 Mei 2002. Sehingga pada intinya, pariwisata memiliki spektrum fundamental pembangunan yang lebih luas bagi Negara Timor Leste saat ini.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgabPje2xR8ADjoqu8_Vf2lg-1Nb4kiigYMspq3zT4DE8jwBhUJDmnPh2jPEufb2uAlR3-JAwQWccn0HuvEeuonKTwnhyphenhyphenSImuzj-p-NV4PnLEm7goRWOpI-KqqR4wzksrDAmZ3s46ZvbtY/s320/tasi-tolu.jpgDanau Tasi Tolu merupakan salah satu kawasan danau dangkal bergaram permanen yang daerahnya dikelilingi oleh perbukitan Tasi Tolu dan berjumlah 3 danau berukuran besar, sedang dan kecil. Spesifikasi jenis tanah sekitar danau Tasi-Tolu sendiri merupakan salah daerah

(Tampak gambar yang diambil  Dari udara)
lahan basah yang didominasi oleh savanna Eucalyptus dan saat ini merupakan habitat dari 45 jenis burung.
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTwDIlj2jYxtqyZ3_nrKxM0wtaPFCdvveIotMLNnYvNrOHNUOVfhttp://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSZ4uUlwuIcMNbGNbaw3g29qhBpxa5zMciLl8Ra7mFT5-hNnSiP




http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRNlbf-OQ4tQR9sD289Qm6Z71-IkiiYoRe1xo1bK75snkzlg1XYqw








(Kumpulan burung-burung dan jenis ikan kecil  yang berhabitat di danau Tasi Tolu)

          Berdasarkan data statistik dinas Pariwisata Timor Leste menyatakan bahwa saat ini perbukitan Tasi Tolu dikategorikan salah satu kawasan pariwisata yang baru-baru ini (2009_red) dibangun patung yang merupakan simbol pemimpin gereja Katolik yaitu patung Yohanes Paulus Ke II. Namun untuk kawasan danau Tasi Tolu sendiri sampai saat ini belum di vitalkan menjadi suatu objek pariwisata apapun sehingga apabila dilihat dari segi lingkungan, daerah tersebut makin lama makin terancam karena makin lama kawasan tersebut makin suatu mengalami proses pendegredasian lingkungan yang salah satu penyebabnya adalah penebangan kayu secara liar oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Seperti pada gambar yang ditampilkan diatas maka tergambar bahwa suatu kawasan yang memiliki potensi migrasi bermacam-macam jenis burung (kurang lebih 45 jenis) terlihat sangat gersang dan jumlah vegetasi di kawasan tersebut makin lama makin berkurang.
          Dengan melihat permasalahan diatas perlu dilakukanya suatu perencanaan yang mana dapat sedini mungkin dapat menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan tersebut (Tarigan,2005). Akan tetapi, sangat diperlukannya suatu perencanaan ruang wilayah karena sangat berhubungan erat dengan penggunaan lahan sekitar (land use planning) yang intinya suatu proses pemanfataan sesuatu yang dapat memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada masyarakat baik jangka pendek maupun jangka panjang termasuk menunjang daya pertahanan dan terciptanya keamanan.
Prinsip yang digunakan kali ini yaitu tentang konsep dalam menyatu padukan suatu “Prinsip Dasar Kebijakan dengan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan  Lingkungan” karena suatu pembangunan masyarakat yang  berkelanjutan merupakan proses pembangunan yang menjamin masa depan suatu masyarakat (Asmarty Sen,2003). Sehingga untuk menyatukan teori yang ada dengan ide suatu pengelolaan yang berwawasan lingkungan maka suatu gagasan agar dapat dilakukannya suatu proses Bioregional Development kawasan Danau Tasi Tolu dan Bukit Tasi Tolu Menjadi Kawasan Wisata Sekaligus Taman Nasional” yang mana telah dilihat dari segi persyaratannya dapat dikategorikan bahwa kawasan tersebut memiliki kriteria yang dapat di terima dengan mencocokkan persyaratan berdirinya suatu taman nasional.
Kriteria untuk menetapkan sebuah kawasan menjadi sebuah Taman Nasional, ada beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh sebuah kawasan atau daerah yang akan di rekomendasikan menjadi Taman Nasional, diantaranya adalah;
·         Kawasan tersebut memiliki luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami (daerah danau dengan habitat 45 spesies burung)
·         Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik berupa tumbuhan ataupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh/alami.
·         Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh (contohnya ekosistem danau)
·         Memiliki keadaan alam yang asli dan alami yang dapat dikembangkan sebagai pariwisata alam.
Dengan kriteria yang telah di jabarkan diatas maka perbukitan Tasi Tolu harus di masukkan pada kategori kawasan lindung karena memiliki suatu fungsi utama yaitu suatu danau harus dikelilingi dengan “jalur hijau” yang berarti adalah kawasan yang dipertahankan dengan memiliki banyak pepohonan dengan tujuan agar di sekeliling tempat tersebut tidak terjadi erosi, mengatur debit air dan menyaring air yang masuk ke danau.  Jalur hijau yang ditetapkan haruslah mengikuti persyaratan lingkungan yang ada dengan estimasi sekitar 500 meter di sepanjang tepinya adalah dominasi jalur hijau.
Setelah divitalkan menjadi jalur hijau maka dalam pengembangannya, Bioregional Development Plan ini dapat berpusat pada perlindungan kawasan yang telah ada dimana fungsi ekologis dan pengawetan plasma nutfah dilaksanakan dengan ketat (Sugandhy.A.2007). Pada intinya kawasan ini dikelilingi oleh suatu zona penyangga yang berfungsi untuk penelitian, pendidikan, perlindungan dan kegiatan ekstraksi. Pada sisi luar zona danau Tasi Tolu ini sendiri haruslah di bentuk suatu zona peralihan, dimana kegiatan ekstraksi dalam bentuk hutan produksi terbatas dan peternakan terbatas dapat dilaksanakan oleh beberapa masyarakat setempat yang dinilai mampu menjalankannya dengan kesepakatan yang sangat ketat atau dalam bahasa kesehariannya sering disebut sebagai polisi hutan. Sehingga, setelah zona kedua inilah terdapat kawasan produksi atau budi daya dan permukiman.
Pada zona terluar dari zona Bioregion ini, dimana merupakan lahan-lahan pertanian yang dikelola secara terstruktur dalam suatu rangkaian kelembagaan yang berbasis masyarakat sebagai pendukung pun harus dikelola dengan mengoptimalkan system produktivitas jangka panjang dengan memanfaatkan sebesar mungkin jenis bibit unggulan serta melakukan penanaman pohon-pohonan, pembatas lahan dan perindang jalan  sehingga terbentuk suatu argoforestry dalam pemanfaatan zona ini.      Dengan terwujudnya Bioregional Development ini dapat dipastikan bahwa dapat terbentuk suatu masyarakat yang sehat karena memiliki kondisi dan lingkungan dan perekonomian yang stabil. Sehingga dalam Bioregional Development ini dapat mengajarkan masyarakat dengan meningkatkan potensi kreativitas dan pikiran manusia dalam menemukan cara untuk mempertemukan tujuan sosial ekonomi masyarakat jangka panjang. Selain dapat memelihara suatu lingkungan dengan memberi label kawasan lindung menjadi suatu taman nasional, pemerintah dan stakeholder pun mendapatkan suatu keuntungan dengan memberikan fasilitas kawasan tersebut menjadi kawasan penelitian, pendidikan dan wisata di lain sisi pula  dapat membantu pemerintah mengembalikkan modal yang telah diinvestasikan dengan keuntungan yang berlipat  serta mensejahterahkan masyarakat sekitar dalam keikutsertaan pengelolaan kawasan ini.
 Dengan demikian, kawasan danau dan perbukitan Tasi Tolu dapat diwujudkan menjadi suatu metode dan model wisata pendidikan yang terpadu dengan penggabungan unsur perlindungan lingkungan yang memiliki nilai jual yang tinggi kepada masyarakat sekitar serta menyajikan suatu kawasan wisata bagi para wisatawan. Selain itu, sebagai salah satu negara yang masih dalam tahap berkembang, sudah seharusnya proses pembangunan yang diterapkan dan diimplementasikan adalah proses pembangunan yang berwawasan lingkungan yang mana merupakan pembangunan berkelanjutan yang mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara menserasikan aktivitas manusia dengan kemampuan sumber daya alam untuk menopangnya sehingga dapat mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang bermutu dengan tercapainya standar kesejahteraan hidup masyarakat Timor Leste.





DAFTAR PUSTAKA

*      Jayadinata Johara, 1999. Tata guna Lahan Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan Dan Wilayah,ITB, Bandung.

*      Tarigan Robinson,2005, Perencanaan Pembangunan Wilayah,Bumi        Aksara, Jakarta.

*       Drs. Oka A. Yoeti, 1985. Pengantar Ilmu Pariwisata, Angkasa Offset, Bandung.

*       Dr.Msc.Ir. Sugandhy.Aca dan Hakim.R. 2007.Pembangunan         Berkelanjutan           Berwawasan Lingkungan.Bumi Aksara,Jakarta.

*      Asmarty Sen, 2003. Institution for Sustainable Development, World       Development Report, World Bank.

 





Selasa, 15 November 2011

Konservasi Kawasan


Kegiatan konservasi bisa berbentuk preservasi dan pada saat yang sama melakukan
pembangunan atau pengembangan, restorasi, replikasi, resKontruksi, revitalisasi dan
atau penggunaan untuk fungsi baru suatu aset masa lalu.

Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota
yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi.

Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi
dan aspek sosial.

Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra tempat

Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat. Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek formalitas yang memerlukan adanya partisipasi masyarakat, selain itu masyarakat yang terlibat tidak hanya masyarakat di lingkungan tersebut saja, tapi masyarakat dalam arti luas. Untuk itu, perlu mekanisme yang jelas.

“Upaya untuk menghidupkan kembali kawasan mati, yang pada masa silam pernah hidup, atau mengendalikan, dan mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki atau seharusnya dimiliki oleh sebuah KAWASAN baik dari segi sosio-kultural, sosio-ekonomi, segi fisik alam lingkungan, sehingga diharapkan dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan KAWASAN yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup dari penghuninya.”

A. PENURUNAN VITALITAS EKONOMI KAWASAN
- Ekonomi kawasan tidak stabil
- Pertumbuhan kawasan yang menurun
- Produktifitas Kawasan Menurun
- Dis-ekonomi Kawasan (Diseconomic of a neighbourhood)
- Nilai Properti Negatif (“Rendah”)

B.MELUASNYA KANTONG-KANTONG KUMUH YANG TERISOLIR (ENCLAVE)
- Tidak terjangkau secara spasial
- Pelayanan prasarana sarana yang terputus
- Kegiatan ekonomi, sosial dan budaya yang terisolir

PRASARANA DAN SARANA TIDAK MEMADAI
- Penurunan kondisi dan pelayanan prasarana (jalan/jembatan, air bersih, drainase sanitasi, persampahan)
- Penurunan kondisi dan pelayanan sarana (pasar, ruang untuk industri, ruang ekonomi formal dan informal, -
   fasilitas budaya dan sosial, sarana transportasi)

DEGRADASI KUALITAS LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL QUALITY)
- Kerusakan ekologi perkotaan
- Kerusakan amenitas kawasan

KERUSAKAN BENTUK DAN RUANG KOTA TRADISI LOKAL
- “Destruksi diri-sendiri” (Self-Destruction)
- “Destruksi akibat Kreasi Baru" (Creative-Destruction)

PUDARNYA TRADISI SOSIAL DAN BUDAYA SETEMPAT DAN KESADARAN PUBLIK
- Pudarnya tradisi
- Lemahnya kesadaran publik

Tujuan Revitalisasi Kawasan
Revitalisasi kawasan diarahkan untuk memberdayakan daerahdalam usaha menghidupkan kembali aktivitas dan vitalitas kawasan untuk mewujudkan kawasan yang layak huni (livable), mempunyai daya saing
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, berkeadilan sosial, berwawasan budaya serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kawasan.

Sasaran
  • Mencegah terjadinya penurunan produksi ekonomi melalui penciptaan usaha lapangan kerja dan pendapatan ekonomi daerah
  • Meningkatkan stabilitas ekonomi kawasan dengan upaya mengembangkandaerah usaha dan pemasaran serta keterikatan dengan kegiatan lain
  • Meningkatkan daya saing ekonomi kawasan dengan mengatasi berbagai permasalahan lingkungan dan prasarana sarana yang ada
  • Meningkatkan pelayanan prasarana sarana di kawasan kumuh
  • Mengembangkan amenitas kawasan
  • Mengkonservasi aset warisan budaya kawasan lama    
  • Mendorong partisipasi komunitas, investor dan pemerintah lokal dalam revitalisasi kawasan
Kondisi Kawasan Revitalisasi
1. “Kawasan Mati”
a. Infrastructure distress
    - Tidak mampu merawat
    - Tidak mampu memanajemen pertumbuhan
    - Kepemilikan majemuk
    - Nilai property 'negatif'.
    - Rendahnya intervensi publik, menyebabkan
    - Rendahnya investasi oleh masyarakat.
    - Residential flight ( pindahnya penduduk )
    - Business flight ( pindahnya kegiatan usaha )
    - Infra structure distress
b. Loss of central role ( hilangnya peran 'terpusat)

2. “Kawasan Hidup tapi Kacau”
    - Infrastructure distress
    - Pertumbuhan ekonomi tdk terkendali
    - Nilai property tinggi, namun menyebabkan: penghancuran secara creative thd aktifitas tradisional,   
       pembangunan tidak kontekstual, dan penghancuran nilai-nilai lama

3. “Kawasan hidup tapi kurang terkendali”
    - Kegiatan cukup hidup, namun kurang kontrol
    - Terjadinya pergeeran fungsi dan nilai lama yg signifikan
    - Pergeseran setting tradisionalnya

KLASIFIKASI KAWASAN REVITALISASI
1. Ditinjau dari fungsi kawasan :
    - Revitalisasi Kawasan Perniagaan
    - Revitalisasi Kawasan Perumahan
    - Revitalisasi Kawasan Perindustrian
    - Revitalisasi Kawasan Perkantoran pemerintah
    - Revitalisasi Kawasan Olah Raga, dan Fasilitas sosial lainnya
    - Revitalisasi Kawasan Khusus (Tambang)

2. Ditinjau dari letak kawasan :
    - Revitalisasi kws pegunungan/perbukitan
    - Revitalisasi kws tepian air (sungai, laut, dan danau )
    - Revitalisasi kws perairan / rawa
    - Revitalisasi kws khusus lainnya

3. Ditinjau dari ke-kuno-an dan kesejarahannya :
    - Revitalisasi kws bersejarah
    - Revitalisasi kawasan baru







Eco Old Rewulu Railway Station in a New Look With Mini Green Garden

Oleh     : Ira Mughni Pratiwi
NIM     : 114090057
Prodi Teknik Lingkungan FTM UPN “Veteran” Yogyakarta


Stasiun Rewulu (RWL) merupakan stasiun yang terletak pada ketinggian +88 m dpl ini berada di Daerah Operasi 6 Yogyakarta. Stasiun ini memiliki 5 jalur, dan berada dekat dengan depot BBM PT Pertamina yang terletak 1 kilometer di selatan stasiun, terhubung secara langsung dengan salah satu jalur rel kereta api melewati perkampungan Gancahan hingga masuk depot PT Pertamina. Stasiun Rewulu dibangun saat kependudukan Belanda. Meskipun sekarang stasiun telah mengalami renovasi menjadi bangunan modern sisa-sisa interior khas arsitektur kolonial / zaman Belanda masih terlihat jelas pada pintu utama masuk stasiun dan ventilasinya.
Akhir pekan, stasiun Rewulu berubah menjadi family mini recreation place banyak orang tua datang bersama anak-anak balitanya banyak pula anak-anak yang datang bersama teman-temannya yang hanya datang dan sekedar menunggu kedatangan kereta api dengan sorot lampunya dan tentu saja suaranya yang khas. Pada pagi hari kereta api akan lewat dari pukul 05.00-07.00 WIB, sore hari pada pukul 15.00-17.00 WIB. Tak sedikit pula anak-anak yang datang untuk bermain di kereta api barang milik PT Pertamina yang parkir di rel kereta api serta kalangan muda fotografi dan pecinta kereta api yang menikmati stasiun kereta api ini dari perspektif masing-masing.
Foto 1: Bangunan Stasiun Rewulu
Dari awal massa transportasi manusia menggunakan kuda sampai akhir tahap pertama transportasi penggunaan mobil pada awal tahun 1920, ekonomi dan lingkungan dampak mobilitas penumpang di Amerika Serikat terlihat terutama pada skala lokal (Schäfer and Heywood, et all, 2009). Indonesia pada tahun 1960-1970 kereta api masih merupakan kendaraan mewah. Jangankan naik, baru melihat memanjangnya rel kereta api di stasiun saja, sudah merasa takjub. Akan tetapi, di tahun 2011 dengan segala modernitas zaman dan kemajuan teknologi kereta api bukan lagi menjadi transportasi mewah, kereta api sama saja layaknya transportasi darat lainnya. Hal ini berbeda dengan keadaan di stasiun Rewulu yang berada di Argomulyo, Sedayu, Bantul, Yogyakarta kereta api tetap menjadi pesona tersendiri saat melewati stasiun ini.
Foto2: Anak-anak yang bermain di lintasan KA
            Bermain rel kereta api dan melihat kereta api yang datang merupakan hal yang biasa. Tetapi, dari fenomena yang diamati bermain di lintasan rel kereta api dengan bebas adalah hal yang berbahaya dan melihat kereta api sambil duduk di lintasan adalah hal yang berbahaya. Berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan. Kurangnya edukasi tentangnya keselamatan bermain dan pentingnya menjaga kesehatan dimulai dari hal-hal kecil serta kurangnya sarana prasana yang menyediakan tempat bermain untuk anak-anak yang layak dan beredukasi.
Foto 3: Pengunjung yang duduk di rel kereta api
Mengusung tema penataan dan revitalisasi kawasan serta sesuai dengan judul Eco Old Rewulu Railway Station in a New Look with Mini Green Garden maka Stasiun Rewulu dapat bersinergi dengan konsep mini green garden for family mini garden recreation place. Eco Old Railway Station, stasiun kereta api tua yang peduli akan lingkungan yang bermanfaat bagi masyarakat. Mini Garden, mewakili taman yang sudah ada yaitu di sisi sebelah timur kantor stasiun yang dapat ditata kembali dengan perawatan yang baik. Green, mewakili tanaman hijau dan sebagai icon ramah lingkungan di tengah-tengah isu lingkungan, global warming. Stasiun kereta api ramah lingkungan dan berbasis pengetahuan tidak hanya menyediakan tempat untuk bermain, melihat kedatangan kereta api, pengenalan salah satu transportasi darat kepada anak-anak tapi juga sebagai sarana penyampaian pentingnya kepedulian terhadap kesehatan dan pelestarian lingkungan (bumi). Oleh karena itu, pengembangan fenomena sosial dan menggabungkannya dengan go green concept akan menjadi alternatif rekreasi sehat dan berwawasan pengetahuan bagi pengunjung.
Sampai tahun 1980-an, penekanan setiap pengembangan pariwisata di daerah tropis adalah dititik beratkan pada sumberdaya, seperti pantai dan laut. Fasilitas wisata di daerah tropis, dan fasilitas eko-wisata pada khususnya, target yang sangat berharga dan biasanya sangat sensitif lingkungan. Sustainable adalah istilah yang mewakili sosial dan budaya pergeseran dalam tatanan dunia. Hal ini telah menjadi simbol menggambarkan transformasi ini, yang sedang berlangsung tak terelakkan. Sustainable juga merupakan konsep yang digunakan sebagai ukuran nilai - ketika mengevaluasi bangunan kontemporer lingkungan. Tampaknya banyak upaya telah dimasukkan ke dalam mengintegrasikan berbagai teknik penilaian terkait dengan ramah lingkungan, hemat energi bangunan dan perkembangan serta kegiatan lainnya melibatkan manajemen sumberdaya alam di bawah naungan sustainable. Eko-wisata tampaknya menjadi nilai-(atau filsafat-) sarat pendekatan untuk pariwisata, bertujuan untuk lingkungan keberlanjutan. (Bromberek,2009).
Bangunan ramah lingkungan adalah bangunan yang terbuat dari material-material yang ramah lingkungan pula. Menggunakan bahan bangunan ramah lingkungan dapat membantu mengalihkan kualitas udara dalam ruangan / Indoor air quality (IAQ). Kekhawatiran tentang kewajiban mengenai bangunan yang sehat dan situs yang sehat meningkat dalam proporsi pemahaman yang berkembang yaitu potensi bahaya yang berhubungan dengan bahan-bahan tertentu. Bangunan memberi dampak secara tidak langsung melalui pemakaiannya dan melalui efeknya pada kinerja struktur yang berdekatan (Spiegel Dan Meadows, 2010).
Foto 4. Taman di sebelah timur Stasiun Rewulu
Akan tetapi, bangunan stasiun masih bagus meskipun tidak terbuat dari material-material yang ramah lingkungan. Tetapi, satu komponen dari bangunan stasiun diganti dengan panel surya sebagai salah satu wujud dari pembangunan yang berkelanjutan berwawasan lingkungan. Energi surya merupakan salah satu dari renewable resources yang ramah lingkungan dan dapat memasok listrik secara cuma-cuma. Selain itu, perawatannya mudah dan sederhana (Supranto,2010: 82). Kawasan stasiun adalah pedesaan dengan banyak pohon, dekat dengan area persawahan, dan banyak burung sehingga perawatan yang perlu dilakukan adalah pembersihan dari kotoran burung bila ada burung yang hinggap di panel dan daun-daun bila jatuh di atas panel sehingga menutupi panel sehingga panel surya tidak bekerja secara efektif.
Foto 5. Lahan kosong di sisi barat Stasiun Rewulu
Taman di bagian belakang ditanami pohon bambu kuning dengan jarak tanam dan jumlah yang lebih teratur untuk meredam suara klakson kereta maupun suara mesin kereta yang mendengung, diberikan keterangan tentang nama latin tanamannya, nama lokal, dan manfaatnya.. Tetap mempertahankan tanaman yang telah ada tetapi dengan perawatan yang lebih baik. Lalu dengan menambah beberapa tanaman yang dapat membantu mengurangi polusi udara seperti palem kuning (Chrysalidocarpus lutescens), tanaman ini mempunyai kemampuan menyerap gas beracun paling tinggi diantara tanaman jenis lain. Menggantung sirih belanda (Epipremnum aureum) di tepian bangunan stasiun. Sirih belanda mampu meredam 53% dari total benzena sebesar 0,156 ppm per hari dan sanggup menekan 67% dari total formaldehid 18 ppm dan 75% dari total karbon monoksida sebesar 113 ppm.
Di tembok yang persis bersinggungan dengan batas taman ditempel poster-poster tentang bahaya bermain di rel kereta api, bahaya bagi keselamatan dan kesehatan khususnya anak-anak dan balita serta tentang sanitasi karena poster berpengaruh terhadap pengetahuan, perilaku penjamah makanan, dan kelaikan hygiene sanitasi. Sisa lahan yang ada separuhnya diatur dan dibuat tempat untuk duduk bersantai menunggu kereta api yang terbuat dari material yang ramah lingkungan. Untuk lahan di sisi barat stasiun yang ada dibuat simulasi kereta api / mini train yang bisa digunakan untuk anak-anak atau balita bermain dengan aman. Lalu disediakan sanitasi yang memadai yaitu wastafel tempat cuci tangan untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang pentingnya mencuci tangan untuk mencegah berkembangnya kuman-kuman yang ada di tangan yang dapat menyebabkan sakit.

Pustaka:
Bromberek, Zbigniew. 2009. Eco-Resort: Planning and Design for the Tropic. Architectural Press: Burlington.
Knight, Anthony. P. 2007.  A Guide to Poisonous House and Garden Plants 1st edition. Teton        New Media: Wyoming.
Schäfer, Andreas and Heywood, John. B. 2009. Transportation in A Climate-Constrained World. The MIT Press: London.
Spiegel, Ross and Meadows, Dru. 2010. Green Building Materials. John Wiley&Sons, Inc.: New Jersey.
Supranto. 2010. Konservasi Energi. Univeristas Pembangunan Nasional “Veteran”: Yogyakarta.
United Nations Human Settlements Programme. 2003. Water And Sanitation In The World’s Cities:Local Action fof Global Goals. UN-Habitat:Kenya.
Rapiasih, Ni Wayan. 2010. Pelatihan Hygiene Sanitasi Dan Poster Berpengaruh Terhadap Pengetahuan, Perilaku Penjamah Makanan, Dan Kelaikan Hygiene Sanitasi Di Instalasi Gizi RSUP Sanglah Denpasar. J.Gizi Klinik Indonesia 7(2): 64-73.

Delineasi Kawasan