KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Selasa, 08 Desember 2015

REVITALISASI GUNUNG API PURBA SEBAGAI CAGAR ALAM GEOLOGI

Latar Belakang
Gunung api purba Nglanggeran terletak di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung kidul, Provinsi D.I.Y. Gunung api purba berasal dari gunung api dasar laut yang berumur miosen sekiat 36 juta tahun yang lalu. Proses terjadinya gunung api bawah laut diawali dengan adanya tekanan/gaya endogen dari magma yang ada didalam perut bumi yang berada di bawah dasar kerak samudera, akibat dari tekanan/gaya tersebut maka terjadi ketidak stabilan dari kerak samudera sehingga mengakibatkan terjadinya pemekaran kerak samudera. Akibat pemekaran ini menyebabkan keluarnya magma yang bersifat basa/basal yang cair kepermukaan dasar samudera dalam bentuk lava pijar. Dengan terakumulasinya endapan lava yang secara terus menerus maka permukaan dasar samudera menjadi lebih tinggi ke arah permukaan laut, disinilah awal proses terbentuknya gunung api bawah laut. Gunung api purba yang berasal didasar laut terangkat kemudian menjadi daratan jutaan tahun yang lalu. Di daerah penelitian mempunyai bentuklahan vulkanik dengan kenampakan yang khas yaiut bentuk kubah atau  (plug dome). Proses terjadinya kubah lava atau (plug dome) di karenakan keluarnya magma hingga mencapai kepundan karena sifatnya yang asam magma tidak segera mengalir ke lereng gunungapi tetapi membeku di kepundan dan membentuk sebagai sumbat gunung api.







                                     Gambar gunung api purba dengan bentuk Plug dome
Batuan gunung api purba Nglanggeran merupakan produk dari lontaran magma gunung api pada saat gunung api bererupsi. Dalam istilah geologi dikenal sebagai “bomb” atau aglomerat. Dari ukuran dan sebarannya, material ini berukuran sangat besar dan luas, sehingga dapat dibayangkan kondisi erupsi gunung api ini sangatlah besar pada waktu tersebut. Gunung api purba ini memiliki nama formasi yaitu formasi Nglanggeran dimana terdapat satuan batuan breksi andesit dan lava andesit.
 









Gambar : Satuan batuanr Breksi vulkanik dari letusan gunung api purba


                                                                                                                             



Gambar : lontaran batuan breksi vulkanis dari hasil erupsi gunung api purba
 







Gambar : satuan batuan lava andesit hasil dari erupsi gunung api purba

Pembentukan gunung api purba ini berkaitan dengan formasi semilir atau sering di sebut candi ijo prambanan lokasi ini terletak  di Desa Candi ijo, Kecamatan Patuk, Daerah Istimewa Yogyakarta. Terdapat singkapan endapan abu vulkanik purba (berumur 20 – 30 juta tahun) yang mencapai ketebalan >50 m membentuk morfologi bukit. Ini adalah bukti bahwasanya batuan tuff yang terdapat di candi ijo berasal dari abu letusan gunung api purba semilir. Formasi semilir ditumpangi oleh formasi Nglanggeran, yang lebih muda, yang terdiri dari breksi andesit dan lava andesit. Hadirnya gunung api purba menunjukan bahwa setelah terbentuk hamparan luas hasil letusan gunung api semilir, kemudian disusul dengan tumbuhnya gunung api strato baru, yakni gunung api purba Nglanggeran.







Gambar : Singkapan satuan batuan Tuff (endapan abu vulkanik) di formasi semilir Desa candi ijo
Tujuan penelitian
Untuk menentukan arah revitalisasi berbasis kebumian, sosial dan budaya agar ekowisata cagar budaya geologi tetap lestari dan dikenal masyarakat luas.
Arah revitaliasai kawasan gunung api purba dan sekitarnya
Untuk mewujudkan gunung api purba sebagai kawasan sejarah geologi dan dapat memberikan manfaat sebesar – besarnya untuk masyarakat, maka perencanaan revitalisasi harus dilakukan secara bijaksana, dengan mempertimbangkan faktor – faktor teknis, finansial, sosial, dan pertimbangan lingkungan.
a.       Secara Sosial
-      Masyarakat dan atau pihak – pihak yang berada di daerah gunung api purba
-      Masyarakat di sekitar (radius 200 meter) dari gunung api purba baik yang bermukim maupun yang menggarap/mengelola lahan. Wajib melakukan Perlindungan daerah gunung api purba dengan menggarap tanah secara bijaksana yang bertujuan agar menjaga sistem bangunan dan pengelolaan lahan agar tidak terjadi longsor atau erosi.
-      Penyusunan program dan pelaksanaan konservasi gunung api purba perlu dilakukan dengan modal partisipatif, untuk membangun persepsi dan sikap keperdulian semua pihak yang terkait terhadap ekowisata gunung api purba. Hal ini selain memberikan manfaat finansial dan ekonomi, diharapkan juga dapat memberikan manfaat sosial khususnya bagi masyarakat sekitar.
b.       Secara pertimbangan lingkungan
-      Teknik konservasi tanah Metode terasering, teras bangku, dan pembuatan geludan selain mengurangi laju erois juga sebagai penangkapan air. Terasering, teras bangku dan geludan di buat memanjang dengan searah garis kontur pada daerah lereng atau perbukitan untuk menjebak dan mengurangi laju aliran air permukaan (run off).
c.        Secara teknis
-      Membuat peta lintasan untuk melakukan  geotrek menyusuri gunung api purba dan daerah wisata seperti air terjun, embung Nglanggeran dan sekitar gunung api purba dimana terdapat proses dan struktur geologi yang mengungkap sejarah gunung api purba dengan berjalan kaki, menggunakan kereta mobil atau menggunakan motor cross.
-      Yang bertujuan menyebarkan seluas mungkin ke masyarakat umum sejarah dan bukti bukti atau fenomena riwayat gunung api purba.
-      Membuat wisata pertanin keadaan tanah di lokasi penelitian cocok sebagai pertanian lahan kering untuk ditanami tanaman palawija seperti jagung, kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, ketela dan tanaman tahunan seperti jati dan mahoni.
d.       Secara finansial
-      Membuat paket perjalanan geotrek
-      Membuat wisata outbound air di daerah aliran sungai gunung api purba
-      Mengembangkan potensi kerajinan seni mengukir kayu mahoni dan jati di Desa Nglanggeran

Daftar Pustaka
Demografi potensi Desa Nglanggeran tahun 2013 - 2014




Revitalisasi Kawasan Tambang Kapur Kecamatan Pangkalan, Karawang

Silmi Wilda Hanifah (114130032

Posisi Penambangan Kapur di Kabupaten Karawang,
LOKASI PENAMBANGAN KAPUR KARAWANG
Permasalahan Penambangan Kapur di Karawang


Karawang merupakan kabupaten yang memiliki 30 kecamatan dan 309 kelurahan. Salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Karawang adalah kecamatan Pangkalan. Kecamatan merupakan perangkat daerah Kabupaten yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh Camat yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekertaris Daerah (Sekda).Karawang, letaknya berada di sebelah selatan dengan ketinggian ± 76 m dari permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Pangkalan + 7.330 Ha, yang terdiri dari tanah darat seluas : 4.943 Ha dan tanah sawah/pertanian seluas : 2.360 Ha. Kecamatan Pangkalan berada daerah Gunung Sanggabuana, 

Kecamatan tersebut memiliki banyak potensi mulai dari sumberdaya alam sampai wisata alam dan budaya-budaya yang ada dan berkembang di dalam masyarakat. Salah satu desa yang ada di kaki gunung pangkalan adalah Desa Tamansari memiliki potensi sumberdaya alam yaitu adalah tambang kapur (batu gamping) yang dapat dibilang cukup potensial jumlahnya.

Sehingga pada lokasi tersebut banyak ditemukan pertambangan batu kapur, mulai dari penambangan resmi hingga penanmbangan yang ilegal. Tak jarang penambangan-penambangan batu kapur yang ada di lokasi terebut menyebabkan berbagai dampak. Dampak terjadi ada dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari penambangan batu kapur tersebut adalah meningkatkan pendapatan daerah, dan memberikan banyak lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, walaupun banyak masyarakat sekitar yang hanya bekerja sebagai pekerja kasar. 


Ada sekitar lebih dari 400 hektare lahan gamping yang di jadikan daerah pertambangnya, dan hanya ada 3 perusahanaan yg memiliki izin pertambangan. Lebih memprihatinkan lagi penambangan yang ada di lokasi tersebut hampir keseluruhan merupakan tambang ilegal.  Penambangan yang tidak terkendali tanpa adanya kegiatan reklamasi di Kecamatan Pangkalan Kabupaten Karawang menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan.
Mulai dari permasalahan lingkungan, sosial, ekonomi. Sehingga di butuhkan penataan dan revitalisasi kawasan agar dapat meminimalisir dampak-dampak negatif yang terjadi..Merevitalisasi kawasan pertambangan batu  kapur agar dapat meminimalisir kerusakan lingkungan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempermudah akses menuju potensi wisata sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah.



 a. Permasalahan

Permasalahan yang tarjadi di kawasan tersebut dibagi berdasarkan tiga garis besar menyangkut permasalahan lingkungan, sosial serta ekonomi. Pertama permasalahan lingkungan yang timbul akibat kehadiran sejumlah perusahaan pertambangan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat agaknya telah menodai keasrian sejumlah objek wisata setempat, termasuk di dalamnya terjun atau Curug Cigentis yang berlokasi di daerah Karawang Selatan. 

Indahnya panorama alam pegunungan saat menuju Curug Cigentis hilang begitu saja, berganti dengan kepulan debu dan asap hitam pekat serta sejumlah kegiatan pertambangan yang luar biasa dahsyat. Kegiatan pertambangan itu cukup dahsyat, karena titik lokasi pertambangannya berdekatan dengan jalan raya sampai mengganggu arus lalu lintas menyusul banyaknya kendaraan besar yang mondar-mandir ke lokasi pertambangan.  

Debu-debu di sepanjang jalan raya sekitar daerah Karawang selatan menjadi dampak negatif kegiatan pertambangan di daerah itu. Bahkan, debu yang cukup tebal menempel di dedaunan pohon yang tumbuh di sisi jalan raya. Begitu juga dengan dinding, kaca serta lantai rumah warga yang berada di pinggir jalan raya tertempel debu. 


Sementara itu juga munculnya asap hitam pekat terjadi akibat cukup banyaknya kegiatan pembakaran batu kapur yang menggunakan bahan bekas. Belum lagi bisingnya alat berat yang berat yang beraktivitas di lokasi kegiatan pertambangan sisi jalan raya, serta munculnya kegiatan pertambangan liar atau tidak berizin, seakan-akan menambah potret merajalelanya kegiatan pertambangan di daerah Karawang bagian selatan.


Kedua penambangan ilegal yang tidak memiliki rencana penambangan, reklamasi dan pasca tambang menyebabkan banyak dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar lokasi pertambangan. Kerusakan lahan dan perubahan fungsi lahan juga terjadi karena penambangan batu kapur ilegal. Serta tejadi rusaknya lahan yang tadinya adalah hutan dan perkebunan warga, rusaknya sarana dan prasarana seperti jalan raya hingga menyebabkan rusaknya tata air yang mengakibatkan kekeringan di berbagai wilayah. 

Kecamatan pangkalan meruapakan jalan utama menuju Kecamatan Loji, pada lokasi tersbut tersimpan berbagai macam wisata alam dan budaya. Akibat penambangan yang tidak terrencana menyebabkan kerusakan jalan yang parah  sepanjang jalan utama Kecamatan Pangkalan yang merupakan sarana utama menuju tempat wisata tersebut yang dapat menjadi salah satu hasil pendapatan daerah.


 Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kawasan yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra tempat). Sehingga dalam revitalisasi sebuah kawasan harus memperhatikan keseimbangan berbagai macam aspek, tidak hanya aspek lingkungan tetapi aspek kehidupan sosial dan budaya masyarakat setempat.


Pembangunan suatu daerah selalu didasarkan kepada pemanfaatan suatu sumberdaya alam. Makin banyak suatu daerah mempunyai sumberdaya alam dan makin efisien pemanfaatan sumberdaya alam tersebut, makin baiklah harapan tercapainya keadaan kehidupan ekonomi yang baik dalam jangka waktu yang panjang. Untuk menjamin kelangsungan pembangunan ekonomi, maka perencanaan pembangunan, pengelolaan, dan penyelamatan sumberdaya perlu dilakukan dengan lebih cermat, dengan memperhitungkan hubungan-hubungan ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat-akibat yang merugikan kelangsungan pembangunan secara menyeluruh (Soerjani. Moh, 1987).

 Ketiga perubahan kehidupan sosial, banyaknya warga yang beralih dari petani / berkebun menjadi penambang dan pengolah batu kapur menyebabkan merajarelanya penambang kapur tradisional yang tidak memiliki izin (ilegal). Pengolahan yang ilegal dan tidak memiliki izin tidak mempunyai S.O.P dalam pengolahannya sehingga banyak terjadi pencemaran udara yang tidak diperdulikan oleh warga. Padalah hal tersebut dapat berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan warga sekitar. 



Perubahan mata pencaharian warga sekitar di karenakan keuntungan menjadi penambang dan pengolah batu kapur lebih besar dan cepat di bandingkan dengan berkebun. Masyarakat sekitar tidak mampu mempertahankan kehidupannya sebab Lester R. Brown mengatakan bahwa “Sebuah masyarakat yang mampu mempertahankan kehidupan ialah yang mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhannya tanpa mengurangi prospek generasi masa depan” (Fritjof Capra, 2001)
  

 Makhluk hidup secara keseluruhan merupakan penyebab utama terjadinya berbagai perubahan dalam sistem kehidupan misalnya saja sumberdaya alam. Akan tetapi banyak yang menyalah gunakan guna kepentingan pribadi semata. Oleh karena itu hakikat pokok pengelolaan lingkungan hidup oleh manusia adalah bagaimana manusia melakukan upaya agar kualitas hidup manusia makin menigkat, sementara kualitas lingungan hidup juga semakin membaik. Dalam hal ini adalah mengenai revitalisasi kawasan.



b. Revitalisasi kawasan

            Penataan dan revitalisasi kawasan penambangan kapur di bagi menjadi dua, yaitu revitalisasi pada kawasan penambangan yang masih aktiv dan kawasan pasca tambang (non-aktif). Pada kawasan yang masih aktif yang dilakukan adalah pembuatan kawasan penghijauan (reboisasi) dan pembuatan jalur alat berat pengangkutan hasil tambang. Sedangkan untuk wilayah pasca tambang dibuat pengembalian fungsi lahan dan desa wisata untuk memberikan berbagai macam peluang kerja warga sekitar dan meningkatkan kesejahteraan.



Revitalisasi kawasan tambang aktif, dilakukan pembuatan daerah penghijauan untuk menambah pendatan daerah tersebut dan memajukan daerah tersebut lahan bekas tambang yang tidak di jadikan hutan utuk kawasan penghijauan agar lingkungan terlihat asri dan menstabilkan tataair dan daerah resapan. Tanaman yang bisa di tanam pada lahan kritis bekas tambang misalnya pohon jati, pohon jabon, pohon mahoni dan lain-lain serta rumput ilalang seperti Cc, Cp, Cm. Selain sebagai penghijauan tanaman-tanaamn tersebut juga bernilai ekonomis karena dapat dimanfaatkan kayu nya sehingga bisa menjadi peluang matapencaharian bagi warga.

             Serta dilakukan perluasan jalan, perbaikan jalan, dan pembuatan jalur khusus untuk alat-alat berat yang mengangkut hasil tambang. dalam hal tersebut yang harus diperhatikan adalah sifat tanah dasar daerah tersebut adalah gamping (kapur) dan di lapisi tanah yang bersifat lempung. Oleh karena itu stabilitas tanah yang ada di lokasi tersebut tidak stabil. Berdasarkan syarat kesusaian lahan untuk pembutan jalan raya yang dimaksud dengan jalan adalah jalan yang terdiri dari (1) tanah setempat yang diratakan dinamaakan subgrade; (2) lapisan dasar (base) yang terdiri dari kerikil, batu pecahan, atau tanah yang di stabilkan dengan batu kapur atau semen; (3) lapisan permukaan yang fleksibel (aspal) atau keras (beton), atau kerikil yang di rekatkan. Jalan ini dilengkapi pula dengan saluran drainase pada bagian tapi jalan (Jumikis, 1962; USDA, 1971)
.  Sifat-sifat tanah yang dipertimbangan pada perencanaan dan pembuatan jalan adalah kekuatan tanah, kestabilan tanah, dan jumlah galian-urugan yang tersedia. Sehingga perlu di lakukan pemadatan jalan agar tanah menjadi padat dan stabil. Pemadatan jalan dapat di laukan dengan menaruh batuan gamping (kapur) hasil tambang sekitar agar tanah menjadi stabil ketika dilewati kendaraan dengan beban yang besar, kemudian tanah dilapisi dengan aspal. Dengan cara demikian perbaikan jalan raya akan lebih murah karena tidak perlu memasang beton jalan. Pembuatan jalur pengangkutan tambang yang berbeda dengan jalur umum juga dapat memperlambat terjadinya kerusakan jalan dan keadaan jalan yang lebih teratur.

            Revitalisasi kawasan pasca tambang, pengembalian fungsi lahan sebagai perkebunan. Tanaman yang dapat di tanam seperti tanaman palawija; jangung; singkong; pisang dan lain-lain. Hal tersebut dapat melestarikan lingkungan serta  mengembalikan mata pencaharian warga sekitar. Lahan yang sudah mati dan menginggalkan batuan dasar nya saja dapat kembali di tanami dengan tanah lempung hasil buangan perbaikan jalan yang diserbar kembali ke lingkungan dan di olah dengan menambahkan pupuk dan lain-lain agar tanah subur sehningga dapat di tanami. Sedangakan lahan bekas tambang dapat di buat fasilitas seperti penginapan-penginapan seperti desa wisata untuk para turis yang akan menuju lokasi wisata alam. Sebab lokasi yang cukup jauh dari pusat kota menyebaban kebutuhan penginapan untuk para pengunjung sangat diperlukan. 

   Desa wisata dibuat karena pengelolaannya lebih mudah dan pengelolaan dapat dilakukan oleh warga sekitar  Harus diperhatikan dalam pembuatan bangunan di kawasan bekas tambang adalah Kesesuaian lahan untuk tempat tinggal (gedung). Penentuan kelas suatu lahan untuk tempat tinggal didasarkan pada kemampuan lahan sebagai penopang pondasi. Sifat lahan yang berpengaruh adalah daya dukung tanah, dan sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap biaya penggalian dan konstruksi. Sifat-sifat seperti kerapatan, tata air, bahaya banjir, plastisitas, tesktur, dan potensi mengembang dan mengkerutnya tanah berpengaruh terhadap daya dukung tanah. Sedangkan biaya penggalian tanah untuk pondasi dipengaruhi oleh tata air tanah, lereng, kedalaman tanah sampai hamparan batuan, dan keadaan permuakaan (USDA, 1971).

Referensi :
Hardjowigeno, Sarwono dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta : UGM Press
Soerjani, Moh, Dkk. 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Jakarta: UI Press

     Purba, Jonny. 2005. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Jakarta :Yayasan Obor Indonesia 

Kamis, 26 November 2015

Revitalisasi Malioboro Menuju Pedestrian Ramah Lingkungan.

M A L I O B O R O
PERAN CITRA

•  Ikon kawasan wisata kota
  Sentra perdagangan dan jasa
  Ruang ekpresi seni dan budaya
  Kawasan ruang publik kota
  Potret wajah dan dinamika kota

Daerah Istimewa Jogjakarta dengan wilayah seluas 32,5 km2,  beribukota di Jogjakarta, sebuah kota yang kaya predikat, pernah sebagai Ibukota Republik Indonesia, kota kebudayaan, kota pendidikan serta kota pariwisata.

Dalam peta kepariwisataan nasional, potensi Daerah Istimewa Jogjakarta menduduki peringkat kedua setelah Bali, hal ini karena adanya beberapa faktor seperti ; keragaman obyekkesiapan sarana penunjang wisata, sumber daya manusia yang memenuhi baik kualitas maupun kuantitas, wisata industri yang terdapat tidak kurang dari 70.000 industri kerajinan tangan, fasilitas akomodasi dan transportasi termasuk internasional airport Adisucipto, aneka jasa boga, biro perjalanan, serta dukungan pramuwisata yang memadai dan pengamanan wisatawan domestik maupun internasional.

Daerah Istimewa Jogjakarta sebagai propinsi tujuan utama (primary destination) bagi wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Sebutan Prawirotaman dan Sosrowijayan sebagai 'kampung internasional' membuktikan kedekatan atmosfir Jogjakarta dengan 'selera eksotisme' wisatawan mancanegara.

Latar Belakang Revitalisasi Malioboro
• Malioboro sebagai simbol pariwisata Jogjakarta yang berarti bahwa menjadi milik, bukan hanya 
   masyarakat Jogjakarta tetapi adalah milik dari masyarakat wisatawan baik nasional maupun wisatawan 
   mancanegara.
• Kondisi Malioboro saat ini sangat padat dan terkesan kurang tertata dengan baik dari aspek fungsi 
   transportasi, fungsi pejalan kaki maupun fungsi bisnis karena pertokoan-pertokoan yang ada justru 
   tertutup oleh Pedagang Kaki Lima.
• Dari sisi legal, kontradiktif antara fungsi transportasi dan fungsi bisnis terutama fungsi jalan di pakai 
   untuk parkir sepeda motor maupun kendaraan tidak bermotor.
• Dari sisi sosial kemanusiaan terlihat kurang manusiawi dan dari segi budaya terjadi perubahan makna 
   dari sejarah Malioboro itu sendiri.


Maksud dan Tujuan
1. Mengembalikan fungsi Malioboro sebagai SIMBOL PARIWISATA Daerah Istimewa Jogjakarta yang 
    tertata dengan rapi, bersih, baik dan manusiawi.
2. Malioboro pada event tertentu bisa difungsikan sebagai PANGGUNG SENI BUDAYA antara lain 
    Pementasan Seni Tari, Pameran Seni Lukis, Pameran Seni Patung, Pameran Seni Batik dan Seni 
    Budaya lainnya.
3. Malioboro sebagai Central Business District (CBD), maka harus tetap merespon sebagai 
    kawasan bisnis yang ada termasuk merespon/memperhatikan Pedagang Kaki Lima (PKL) dengan 
    diberikan tempat dikawasan Malioboro dan ditata dengan baik.
4. Malioboro sebagai CITY WALK (PEDESTRIAN) yang aman, nyaman dan memberikan suasana 
    lingkungan yang asri.
5. Mengalihkan jalur lalu lintas yang melewati Malioboro ke wilayah samping kanan dan kiri jalan 
    Malioboro dan memberikan fasilitas parkir antara lain berupa gedung parkir yang tidak jauh dari jalur 
    jalan Malioboro.


Grand design Revitaisasi Malioboro yang mengarah ke Pedestrian, tetap pendekatnnya culture bukan pendekatan sosio ekonomi, desainyai merupakan perpaduan dari 5 konsep pemenang Sayembara penataan Kawasan Malioboro beberapa waktu yang lalu. Dikarenakan masih rencana, silahkan urun rembug ...


Prospektif Malioboro Masa Depan
1.Pertumbuhan ekonomi sebagai dampak perkembangan usaha retail diwilayah kawasan Malioboro.
2.Pengembangan kreatifitas dan pendidikan seni budaya yang sangat beragam di daerah Jogjakarta.
3.Meningkatnya daya tarik pariwisata karena terjamin kenyamanan, keamanan, keasrian serta 
   terpenuhinya fasilitas-fasilitas pariwisata.
4.Terbangunnya integrasi obyek pariwisata di kawasan Malioboro seperti dengan Gedung Agung
   Benteng Vandernberg, Pasar Beringharjo, Taman Pintar, Kawasan Alun-Alun Utara, Keraton
   Kawasan Pecinan, Taman Sari, Pasar Burung serta kawasan sekitarnya.
5.Terjadi pelestarian GARIS IMAJINER dari TuguAlun-Alun Utara – KeratonKrapyak.
6.Dan dampak-dampak pengembangan yang positif di Kawasan Malioboro dan sekitarnya.


Juara 1 Lomba
Juara 1 Lomba
Persiapan;
  1. Diskusi dan Presentasi
  2. Kesepakatan Bersama (MOU)
  3. Survey dan Pra-Feasibility Study
  4. Konsep Design
  5. Feasibility Study
  6. Perjanjian Kerjasama (Joint Agreement)
  7. Pengembangan Design & AMDAL

  8. Detail Design.

Pelaksanaan Pembangunan
  1. Sosialisasi
  2. Pengaturan Traffic Lalu Lintas
  3. Manajemen Security Kawasan 
      Pembangunan
  4. Relokasi sementara PKL-
      PKL yang ada
  5. Penataan Utility yang ada
  6. Pelaksanaan Pembangunan, 
      didahulukan Parkir Abu 
      Bakar Ali, Titik Nol 
      Kilometer,  Pedestrian depan 
      Istana Presiden, gedung 
      parkir di  sebelah pasar 
      Beringharjo dan ex. PU 
      untuk parkir dan 
      Pusat Rencana Pragram 
      Strategis DIY.
  7. Pelaksanaan Pembangunan 
      City Walk dengan metode 
      Top Down System atau 
      Open Cut System.

Pengoperasian dan Pengelolaan 
Kawasan Terevitalisasi. 
  1.Pemantapan manajemen pengoperasian/pengelolaan
  2. Soft Opening
  3. Grand Opening.
Juara Harapan 1
Juara Harapan 1
Variasi Desain depan Pura Kencana Toko
Konsep pengembangan City Walk Malioboro akan memperkokoh posisi Jogjakarta dalam peta Kepariwisataan Nasional dan Internasional.

Salah satu suasana rancangan di NOL Kilimeter


Perubahan-perubahan masih mungkin dilakukandan pembahasan lanjutan sangat diperlukan 
dalam rangka menyamakan persepsi untuk terlaksananya rencana pengembangan dan 
kerjasama.

Path Ha Na Ca Ra Ka

Dukungan dari Pemda Daerah Istimewa Jogjakarta akan sangat membantu untuk 
merealisasikan konsep pengembangan dan penataan kawasan Malioboro.



Bollart Bulat