KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Minggu, 27 Maret 2016

Revitalisasi Kawasan Tebing Breksi Dusun Nglengkong, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, DIY

By: Muhammad Gantang N.


Bertahun-tahun bukit kapur di Pedukuhan Nglengkong, Groyokan Sambirejo Prambanan itu, menjadi sumber mata pencaharian warga. Mereka menambang dan memperoleh pendapatan dari sana. Tapi mulai tahun lalu, penambangan tersebut dihentikan dengan adanya penutupan tambang tersebut mata pencaharian warga sekitar di pastikan menjadi akan berubah.

Larangan pemda ini muncul, setelah sejumlah peneliti melakukan kajian. Hasilnya, batuan kapur breksi disana ternyata adalah endapan abu vulkanik dari Gunung Api Purba Nglanggeran. Maka, kawasan ini masuk dalam cagar budaya dan harus dilestarikan. Sama halnya dengan keberadaan Gunung Api Purba Nglanggeran, Candi Ijo, Situs Ratu Boko dan sebagainya.


Existing Tambang Breksi Batu Putih Formasi Semilir.



Merujuk pada tulisan Prasetyadi, di lokasi ini terdapat singkapan batuan endapan debu gunungapi purba, membentuk morfologi bukit. Oleh penduduk lokal bukit ini ditambang menghasilkan kupasan tebing setinggi 30 m.

Kehadiran batuapung ini membuktikan dengan sangat meyakinkan bahwa perlapisan ini merupakan hasil letusan gunungapi yang eksplosif. Batuan semacam ini banyak dijumpai mulai dari perbukitan di daerah Parangtritis sampai di daerah Wonogiri dan dengan ketebalan antara 300-600 m. Singkapan terbaik terdapat di Desa Semilir, di Kecamatan Pathuk, DIY, sehingga formasi batuan ini disebut Formasi Semilir.

Formasi ini, secara stratigrafi (urutan perlapisan), berada di atas Lava Bantal Berbah. Distribusi yang luas dan dengan ketebalan yang besar mengindikasikan bahwa Formasi Semilir ini dihasilkan dari suatu peristiwa rangkaian letusan gunungapi yang besar sekitar 20 juta tahun lalu yang kemungkinan tidak kalah dahsyat dengan letusan Toba Volcano. Oleh karenanya formasi ini disebut sebagai hasil super eruption dari Semilir Volcano (Smyth et al. 2005).

Formasi Semilir ditumpangi oleh Formasi Nglanggran, yang lebih muda yang terdiri dari breksi andesit dan sedikit lava andesit. Hadirnya Formasi Nglanggran menunjukkan bahwa setelah terbentuk hamparan luas hasil letusan katastrofis Gunungapi Semilir, kemudian disusul dengan tumbuhnya gunungapi strato baru, yakni Gunungapi Nglanggran.

Yoeti (2000:143) dalam bukunya “Ekowisata, Pariwisata Berwawasan Lingkungan Hidup” mengatakan bahwa agrowisata merupakan salah satu alternatif potensial untuk dikembangkan di desa. Kemudian batasan mengenai agrowisata dinyatakan bahwa agrowisata adalah suatu jenis pariwisata yang khusus menjadikan hasil pertanian, peternakan, perkebunan sebagai daya tarik bagi wisatawan.

R.S. Damardjati (1995:5) dalam bukunya “Istilah-istilah Dunia Pariwisata” mengatakan wisata pertanian dengan objek kunjungan daerah pertanian atau perkebunan yang sifatnya khas, yang telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga berbagai aspek yang terkait dengan jenis tumbuhan yang dibudidayakan itu telah menimbulkan motivasi dan daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjunginya. Sehingga aspek-aspek dalam agrowisata antara lain jenis tanaman yang khas, cara budidaya dan pengelolaan produknya, penggunaan teknik dan teknologi, aspek kesejarahannya, lingkungan alam dan juga sosial budaya disekelilingnya.

Dengan adanya daerah di sekitar tebing breksi yang berpotensi dapat di reklamasi dan di revitalasasi menjadi kawasan agrowisata sehingga dapat di kembangkan ke arah tersebut warga sekitar yang kehilangan mata pencaharian dapat bekerja sama dengan dinas-dinas terkait untuk di kembangkan dan pendampingan sehingga masyarakat menjadi lebih sejahtera dalam hal perekonomian. Dengan dilakukan reklamasi dan revitalisasi dapat menaikan nilai abiotik yang berupa tanah dan batuan sehingga berkemabang menjadi lebih baik tidak habis di tambang oleh warga sekitar, selain itu dalam hal biotis keanekaragaman hayati dapat bertambah di karenakan tumbuhan yang sebelumnya tidak ada mulai di tanammi oleh warga sekitar agar daerah agrowisata tidak tandus.

Larangan pemerintah, ternyata tak memutus kreativitas warga. Melihat tebing bekas penambangan, warga sekitar punya ide lain. Ide muncul, tatkala melihat bekas-bekas galian meninggalkan gurat-gurat yang indah. Perpaduan warga putih berkilau semburat kuning dan coklat dalam bidang tebing yang begitu luas, memberikan panoramic yang menarik. Serta dengan mengembang kan potensi yang ada seperti agrowisata sehingga dapat meningkatkan perekonomian warga.

Arah revitaliasai kawasan Tebing Breksi dan sekitarnya
Untuk mewujudkan Tebing Breksi sebagai kawasan sejarah geologi dan dapat memberikan manfaat sebesar – besarnya untuk masyarakat, maka perencanaan revitalisasi harus dilakukan secara bijaksana, dengan mempertimbangkan faktor – faktor teknis, finansial, sosial, dan pertimbangan lingkungan.
Sejarah Kejadian  Kawasan Breksi di Formasi Semilir

a. Secara Sosial
- Masyarakat dan atau pihak – pihak yang berada di Tebing Breksi
- Masyarakat di sekitar  dari Tebing Breksi baik yang bermukim maupun yang menggarap/mengelola lahan. Wajib melakukan Perlindungan daerah Tebing Breksi dengan menggarap tanah secara bijaksana yang bertujuan agar menjaga sistem bangunan dan pengelolaan lahan agar tidak terjadi longsor atau erosi.
- Menciptakan Masyarakat sadar wisata dan sadar cagar geologi.
- Perubahan Mata Pencaharian warga sekitar dari penambang menjadi petani untuk Agrowisata.

b. Secara pertimbangan lingkungan
- Teknik  yang di gunakan mengurangi tingkat kemiringan lereng dengan teknik pertambangan yang baik dan benar sehingga Tebing breksi masih ada dan dapat mengurangi tingkat potensi bencana yang dapat terjadi.

c. Secara teknis
-  Tlatar Seneng adalah tempat pertunjukan budaya yang berdiri di tanah kosong yang berada di area Tebing Breksi (sering disebut Taman). Kebetulan dari pagi sampai (rencananya) malam Tlatar Seneng menampilkan berbagai macam seni.
-  Kawasan Agrowisata di sekitar daerah tebing breksi
-  Kawasan desa wisata di desa Sambirejo
-  Kawasan Sadar Cagar Geologi

d. Secara finansial
-  Membuat paket perjalanan geoheritage/geowisata
-  Membuat wisata outbound
 - Mengembangkan potensi kerajinan seni mengukir batu
Peta Tebing Breksi



Desain Kawasan Agrowisata di Formasi Semilir



Desain Kawasan Agrowisata di Formasi Semilir


Desain Kawasan Agrowisata di Formasi Semilir

 




DAFTAR PUSTAKA
 Dr. Ir. C. Prasetyadi, M.Sc, 2013, Geoheritage Trail, Teknik Geologi UPN. UPN ‘Veteran’ Yogyakarta.
Yoeti. 2000, Ekowisata, Pariwisata Berwawasan Lingkungan Hidup. Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata Swasta: Cisarua
R.S. Damardjati 1995, Istilah-istilah Dunia Pariwisata. PT Pradnya Pramitha

Minggu, 28 Februari 2016

Pemilihan Lokasi Revitalisasi Kawasan

Kebijakan 1:
Revitalisasi kawasan dilakukan pada kawasan-kawasan strategis/potensial yang menurun produktivitas ekonominya dan terdegradasi lingkungan fisiknya, serta sudah menjadi komitmen Pemda untuk menangani kawasan tersebut secara optimal.

Strategi:
Kawasan yang direvitalisasi diarahkan pada:

Kawasan yang menurun produktivitas ekonominya, terjadi degradasi lingkungan dan/atau penurunan kerusakan urban heritage.

Lokasi yang  memiliki nilai investasi/potensi peningkatan nilai properti yang tinggi.

Kawasan strategis yang berpotensi di sektor pariwisata, perdagangan, permukiman, industri, pasar, budaya, pendidikan, pertambangan, ekologi dan warisan budaya.  

Kota-kota yang strategis menurut UU Tata Ruang   (PKN, PKW, PKK).

Komitmen Pemda yang tinggi.

Kepemilikan tanah (land tenure) yang tidak bermasalah. 


Kebijakan 2: 
Peningkatan kualitas penataan bangunan dan lingkungan yang mampu memberdayakan aktivitas ekonomi, sosial dan budaya kawasan.

Strategi:
Meningkatkan aksesibilitas, keterkaitan serta fasilitas kawasan untuk mengintegrasikan kawasan dengan sistem kota.

Menciptakan kualitas lingkungan yang kreatif dan inovatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Memenuhi standart minimal pelayanan prasarana sarana kawasan.

Mengkonservasi ruang dan bentuk (morfologi dan tipologi ruang dan bangunan) yg signifikan secara kultural dan sejarah. 

Memperbesar delineasi (batas) luas kawasan PRK agar dampak revitalisasi lebih optimal. 
(Lihat Diagram: Delineasi Kawasan)
Diagram: Delineasi Kawasan

Strategi:
Kebijakan 3: 

Mengembangkan kapasitas Pemda (Local Government Capacity)  untuk mengelola PRK dan Pemda sebagai pengembang (Local Government as Public Developer).

Mendorong konsistensi Pemda dalam merencanakan, memprogramkan, melaksanakan, memonitoring dan  mengevaluasi, serta mempromosikan dan memasarkan revitalisasi.

Pengelolaan kawasan revitalisasi yang berkelanjutan.

Menciptakan skema kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat yang menguntungkan setiap pihak (Public Private Community Partnership).
(Lihat Diagram: Peran Pemangku Kepentingan)
Diagram Pemangku Kepentingan


Menciptakan regulasi/deregulasi yang memberdayakan investor dan masyarakat dalam melakukan investasi.
(Lihat Diagram: Regulasi/Deregulasi) 


TAHAP I: VARIABEL UTAMA 1. Vitalitas Ekonomi dan Degradasi Lingkungan 1.A. Penurunan Produktivitas Ekonomi: - Lapangan Kerja - Unit Ruang Usaha - Densitas Penduduk 1.B. Degradasi Lingkungan: - Layanan prasarana air bersih dalam kawasan - Layanan jalan (dan Jembatan) dalam kawasan - Layanan prasarana drainase dalam kawasan - Layanan prasarana sanitasi dalam kawasan - Layanan prasarana persampahan dalam kawasan - Layanan sarana ekonomi dalam kawasan - Layanan sarana sosial budaya dalam kawasan - Layanan sarana rumah dalam kawasan 1.C. Kerusakan Urban Heritage (Warisan Budaya Terbangun): - Keutuhan kawasan inti - Pelestarian bangunan kuno/bersejarah - Pelestarian adat istiadat



2. Nilai Lokasi
- Fungsi strategis
- Nilai jual lahan (terhadap sekitarnya/radius 1KM).
- Pencapaian dari pusat kota.


TAHAP II : VARIABEL TAMBAHAN

4. Kawasan termasuk dalam Kawasan
    Strategis menurut UU Tata Ruang:
- Kawasan strategis nasional
- Kawasan strategis propinsi
- Kawasan strategis kabupaten/kota

5. Kepemilikan Tanah  (Land Tenure)
    di Kawasan:
- Status sengketa
- Kepemilikan jelas
    - Kawaasan berijin Pertambangan
6. Kepadatan Fisik:
- KDB  (Koefisien Dasar Bangunan)
- KLB  (Koefisien Lantai Bangunan)


Rabu, 06 Januari 2016

PENINGKATAN FUNGSI PASAR TRADISIONAL MELALUI PROSES REVITALISASI

Tika Febriana
114120011
Duri adalah ibu kota kecamatan Mandau, kabupaten Bengkalis, Riau, Indonesia. Duri terletak di kecamatan Mandau, berada di lajur Jalan Raya Lintas Sumatera, sekitar 120 km dari Pekanbaru dalam perjalanan menuju Medan. Duri berbatasan langsung dengan Dumai di utara, kecamatan Pinggir di selatan, dan kecamatan Rantau Kopar di barat. Dengan letak wilayah kecamatan berada pada 100o56’10” lintang utara sampai dengan 101043’26” lintang utara dan 0056’10” bujur timur sampai dengan 1028’17” bujur timur.
Gambar 1. Peta  Provinsi Riau

            Kecamatan Duri merupakan salah satu kecamatan Terkaya di indonesia, karena bermilyar2 barrel Minyak bumi udah di keruk dari daerah ini sejak berpuluh-puluh tahun yang silam. Duri bukan kota besar seperti Bandung, Jakarta, ataupun Medan. Duri hanyalah kota kecil yang berada di Riau, ibukotanya Pekanbaru. Walaupun hanya kota kecil , tetapi Duri punya contribute besar dalam export minyak dunia dan menyumbang sekitar 60% produksi minyak mentah di Indonesia. Hal ini karena 90% wilayahnya merupakan penghasil minyak dibawah naungan PT.Chevron Pasific Indonesia.


Gambar 2 kondisi pasar tradisonal Mandau

               
                Dengan terkenalnya kota Duri dengan sebutan kecamatan terkaya di Indonesia karena 90% wilayahnya menghasilkan minyak bumi, namun fasilitas yang ada di kota tersebut tidak memadai salah satu contohnya terdapat pasar tradisonal yang sangat memprihatinkan keadaannya yaitu pasar tradisional Mandau. Pasar ini memiliki tempat yang sempit, jorok dan menyebabkan jalan utama yang berada didekat pasar tersebut selalu macet yang diakibatkan banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan dipinggir jalan utama yang menyebabkan jalan semakin sempit. Oleh sebab itu dibutuhkan revitalisasi pasar agar pasar lebih tertata dan layak untuk di pakai.

Gambar 3 kondisi pasar tradisonal Mandau
Masalah infrastruktur yang hingga kini masih menjadi masalah serius di pasar tradisional adalah bangunan dua lantai yang kurang populer di kalangan pembeli, kebersihan dan tempat pembuangan sampah yang kurang terpelihara, kurangnya lahan parkir, dan buruknya sirkulasi udara. Belum lagi ditambah semakin menjamurnya PKL yang otomatis merugikan pedagang yang berjualan di dalam lingkungan pasar yang harus membayar penuh sewa dan retribusi. Kondisi pasar tradisional pada umumnya memprihatinkan. 1 Faktor lain yang juga menjadi penyebab kurang berkembangnya pasar tradisional adalah minimnya daya dukung karakteristik pedagang tradisional, yakni strategi perencanaan yang kurang baik, terbatasnya akses permodalan yang disebabkan jaminan (collateral) yang tidak mencukupi, tidak adanya skala ekonomi (economies of scale), tidak ada jalinan kerja sama dengan pemasok besar, buruknya manajemen pengadaan, dan ketidakmampuan untuk menyesuaikan dengan keinginan konsumen.
Dengan program revitalisasi pasar tradisional diharapkan akan membuat perkembangan pasar tradisional tidak kalah dengan pasar modern dan akhirnya masyarakat merasa terpenuhi dan terlayani kebutuhannya oleh pasar tradisional. Dan juga akan tetap mempertahankan pasar tradisional sebagai pusat kegiatan ekonomi rakyat.
Gambar 2 kondisi pasar tradisonal Mandau
Program revitalisasi pasar tradisional haruslah tidak hanya dikaitkan dengan perbaikan sarana fisik semata namun revitalisasi ini harus merupakan konsep yang menyeluruh dari semua aspek dalam membenahi pasar tradisional. Karena sekarang ini yang terjadi adalah revitalisasi pasar tradisional hanya berupa rehabitalisasi bangunan fisik ataupun merelokasi pasar lama ke lokasi baru, dan inipun kebanyakan banyak menggusur pedagang-pedagang lama karena tidak mampu membeli toko atau kios di tempat yang baru tanpa ada bantuan pemodalan. Revitalisasi pasar tradisional harus menjadikannya sebagai pusat ikon perekonomian suatu daerah, pasar tradisional sebagai simbol kewirausahaan daerah, sebagai indikator ekonomi suatu daerah, dan bahkan menjadi identitas sosial-ekonomi dan budaya bangsa. Revitalisasi pasar tradisional harus dijalankan dengan berbagai aspek yang bekerja secara paralel dan tidak parsial maupun tidak setengah-setengah.
Gambar 3. Pasar Tradisional Terevitalisasi
Pertama aspek tata kelola dan kelembagaan pasar. Tata kelola pasar tradisional yang buruk menjadi hambatan revitalisasi dan berpotensi memandulkan program perbaikan fisik pasar. Aspek tata kelola ini harus menentukan kedinasan mana yang bertanggung jawab dalam program revitalisasi pasar tradisional ini dan kedinasan tersebut harus melakukan koordinasi yang kuat dengan instansi, kedinasan lainnya atau pihak penyedia jasa finansial dalam pelaksanaanya. Serta juga harus ditentukan parameter-parameter pengukur keberhasilan kinerjanya. Jangan sampai ada duplikasi program antar instansi atau antar kedinasan perihal program revitalisasi ini. Kedua aspek finansial, yaitu penguatan pemodalan kepada para pedagang, seperti akses terhadap jasa keuangan serta skema pembiayaannya. Ini jangan hanya dijadikan program di atas kertas, tetapi benar-benar diterapkan agar para pedagang yang sebagian besar dari kalangan menengah ke bawah bisa meningkatkan permodalannya. Ketiga, aspek distribusi dan kontrol kualitas barang yang sampai saat ini tidak pernah diprogramkan. Yang terakhir atau aspek keempat ialah perbaikan sarana fisik dan infrastruktur pasar yang selama ini menjadi andalan pemerintah dalam program revitalisasi pasar. Namun perencanaan yang matang dan pengawasan yang ketat saat pembangunannya sangat sekali perlu ditingkatkan agar nantinya fisik bangunan dan infrastruktur yang bagus bisa digunakan dalam jangka
panjang dan tidak mubazhir.
Gambar 3. Pasar Tradisional Terevitalisasi
Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. (Harris, 2012). Seperti halnya pasar tradisional mandau ini dengan adanya revitalisasi diharapkan mampu memenuhi segala kebutuhan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Laretna, Adishakti. 2002. Revitalisasi Bukan Sekedar “Beautification”. Urdi Vol.13, www.urdi.org (Urban and Reginal Development Institute)

Rizal Khoirul dkk. 2006. Revitalisasi pasar tradisional menjadi pasar modern. Universitas Negri Yogyakarta