KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Rabu, 18 Januari 2012

Penataan Kembali Kawasan Malioboro


Oleh Yulyanto Wibowo (114080066)
Kelas A UPN Veteran Yogyakarta
Penataan dan Revitalisasi Kawasan
  
        Kita sudah ketahui kawasan Malioboro merupakan sentral ekonomi di kota jogja, juga menjadi kawasan wisata budaya. Kawasan ini meliputi Stasiun Tugu dan disekitar jalan A. Yani, permasalahan-permasalahan yang selalu muncul adalah transportasi. Transportasi di perkotaan sangatlah semrawutan, meskipun ada upaya untuk menatanya ; keragaman aktifitas di Malioboro juga sangat banyak serta bermacam jenis angkutan transportasi menjadi satu dalam satu wilayah.

            Dalam kesehariannya di jalan Malioboro sangat sibuk dengan aktifitasnya hingga kawasan ini menjadi padat, terutama pada ruas-ruas jalannya, setidaknya harus membuat tempat untuk jalur penyeberangan serta jalur lambat yang berada di samping jalan tidak digunakan untuk tempat parkir kendaraan, begitu juga dengan trotoarnya yang berfungsi sebagai ruang pejalan kaki digunakan untuk berjualan.

            Pola pemanfaatan ruang yaitu bentuk pemanfaatan ruang yang  menggambarkan ukuran, fungsi serta karakter kegiatan manusia dan kegiatan alam. Dalam memanfaatkan ruang di kawasan malioboro dan sekitarnya sebaiknya jika di sepanjang jalan Malioboro tidak dapat digunakan, maka gunakan jalan-jalan kecil disekitar Kawasan Malioboro dan tempat-tempat kosong seperti tanah lapang yang bisa dijadikan areal parkir kendaraan bermotor, walaupun dengan artian pengunjung harus jalan kaki ke jalan malioboro, Namun bisa memanfaatkan fasilitas lainnya seperti becak untuk sampai ke jalan Malioboro, dengan cara tersebut maka kita juga membantu perekonomian masyarakat.

            Bahkan jika perlu diberlakukannya waktu untuk kendaraan melintasi area jalan Malioboro, misalnya dari pukul 06.00 – 15.00 kendaraan bermotor tidak boleh melintasi area jalan Malioboro, kecuali sepeda dan becak. Ditambah pula memperbaiki area pejalan kaki agar pengunjung leluasa berjalan bahkan di tengah jalan Malioboro jika kendaraan sudah tidak boleh melintasi kawasan tersebut.

            Tentunya perlu pengawasan dan penyuluhan kepada masyarakat untuk rencana ini, bukan berarti tidak boleh melintasi dengan kendaraan bermotor, tetapi jalan bisa dialihkan ke jalur lain yang terdekat/melewati kawasan Malioboro seperti jalan Senopati, jl pasar kembang, jl KHA Dahlan, jl Mataram, dll yang berada di dekat kawasan jl Malioboro. Sangat sulit pula mengubah pola hidup masyarakat dan kebiasaannya, namun dengan kemauan dan kerja keras maka sedikit-demi sedikit akan terealisaikan.

            Selain masalah parkir , bangunan-bangunan dan masalah lingkungan pun harus dibenahi yang berada di kawasan Malioboro. Seperti bangunan yang saling berdempetan, pemanfaatan ruang di sepanjang lorong yang salah, Dampak aktivitas kawasan yang belum tertata dengan baik, sampah meskipun sudah ada upaya penanganan, tetapi tidak selekasnya di tuntaskan (sampah masih menggunung), perlu ada sistem-mekanisme penanganan yang lebih baik.
           
            Cara – cara diatas merupakan cara yang mudah dilakukan namun sulit dalam Implementasinya secara nyata. Jika kita hanya berfikir tentang konsep pengembangan wilayah tanpa memikirkan dampak social, ekonomi, dan budaya masyarakat, maka tidak akan ada yang berhasil. Dalam hal ini kita perlu melihat banyak aspek, kita perlu mensosialisasikan terlebih dahulu konsep yang kita buat dengan pendapat masyarakat sehingga menemukan kesepakatan bersama yang menguntungkan kedua belah pihak.
           

           


            Sudah menjadi cerita lama bahwa isu penataan ruang kawasan bisa dipastikan selalu menuai badai konflik. Terlebih lagi ketika ruang tersebut adalah pusat kota, pusat kegiatan, pusat perekonomian, dan juga kawasan pusaka (heritage), seperti halnya kawasan Malioboro dan inner city Yogyakarta. Dalam dokumen Implementasi Agenda 21 Pembangunan Lingkungan Hidup Berkelanjutan D.I. Yogyakarta pun dinyatakan bahwa kawasan-kawasan itu memiliki beban sekaligus potensi psikologis sebagai penentu pariwisata Yogyakarta. Selain padatnya kegiatan yang dikandungnya, kawasan tersebut juga memiliki kekayaan arsitektur yang sangat tinggi, mulai dari arsitektur tradisonal, Cina, dan Eropa yang menuntut konservasi dan revitalisasi dalam pengembangannya.

            Terkadang dalam pengembangan, penataan, dan revitalisasi kawasan selalu mendapatkan suatu pro dan kontra, tentunya di kalangan masyarakat yang memiliki perbedaan faham. Pendapat pro tentunya dari kalangan pengusaha dan pemerintah, pendapat pro lainnya muncul dari sisi kepentingan ekonomi, Namun, pendapat kontra pun tak kalah banyak. Mulai dari kontra dari sisi budaya yang menggarisbawahi makna spiritual kultural kawasan Kraton Yogyakarta yang dikhawatirkan akan rusak dengan adanya proyek tersebut. Kontra yang lain muncul dari sisi tata guna lahan, ketika memandang sebenarnya masih banyak ruang lain yang belum optimal digunakan.
           
            Pandangan kontra lain muncul dari kalangan pelestari pusaka (heritage). Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pendapat kontra dari sisi spiritual kultural. Namun, di sini lebih ditekankan pada aspek konservasi dan revitalisasi kawasan pusaka yang komitmennya sudah dinyatakan oleh pemerintah daerah sendiri dalam Peraturan Daerah Provinsi D.I. Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya (Perda KCB-BCB), merujuk pula pada Peraturan Daerah Provinsi D.I. Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi D.I. Yogyakarta (Perda RTRW).


            Ketika rencana pengembangan sub kawasan Stasiun Tugu menyeruak, potensi konflik masih cukup besar. Ada banyak pihak yang memiliki kepentingan di dalam kawasan itu pada khususnya. Hal yang dipermasalahkan pun tidak jauh berbeda, yaitu mengenai komitmen penataan kawasan dan peningkatan ekonomi sektor riil dikaitkan dengan komitmen pelestarian pusaka kota. Dalam Program Implementasi Agenda 21 Pembangunan Lingkungan Hidup Berkelanjutan D.I. Yogyakarta disebutkan bahwa akan ada dua fokus kegiatan yang terkait, yaitu pengembangan kawasan Malioboro sebagai pusat kegiatan utama kota dan kawasan inner city sebagai pusat kegiatan penopang kawasan utama kota (Malioboro). Cita-citanya, kegiatan ini sendiri bisa dikaitkan dengan program ekowisata, yang mengarah kepada pelestarian lingkungan alam dan budaya dengan tetap mampu memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar objek wisata.

            Pemanfaatan media yang ada secara optimal bisa menjadi salah satu strategi utama untuk mengubah pola pikir masyarakat tersebut. Peran sekolah dan forum-forum masyarakat pun akan cukup vital untuk menyebarluaskan gagasan kemajuan berbasis budaya ini. Dalam hal ini pemahaman atas relevansi budaya lokal dalam mencapai kemajuan memang diupayakan harus sama. Namun, hal itu tetap tidak bisa terhindarkan dari perbedaan kepentingan ketika proses pembangunan berlangsung. Perbedaan kepentingan tidak bisa dihindari karena memang ada banyak pihak yang berkepentingan.


Daftar Pustaka

·         Wijoyono, Elanto. 2007. Menerka Wajah Baru Kota Budaya. WordPress.

·         Adrisijanti, Inajati. 2007. Kota Yogyakarta sebagai Kawasan Pusaka; Budaya, Potensi, dan Permasalahannya.

·         Rachmawati, Rini. 2009. Dasar-dasar Tata Ruang.


Soal-Jawab UTS

1.      Jelaskan apa yang selalu menjadi permasalahan disebuah kota yang akan ditata kembali/revitalisasi sebuah kawasan (khususnya kawasan malioboro) dan apa yang menjadi permasalahan di dalam masyarakat , serta bagaimana mengubah pola pikir masyarakat tersebut?

Jawaban

     Permasalahan-permasalahan yang selalu muncul dikawasan malioboro ini adalah transportasi. Transportasi diperkotaan sangatlah semrawutan, meskipun ada upaya untuk menatanya; keragaman aktifitas di malioboro juga sangat banyak serta bermacam jenis angkutan transportasi yang menjadi satu dalam satu wilayah. Permasalahan didalam masyarakat yaitu setiap orang memiliki perbedaan kepentingan, ketika proses pembangunan berlangsung. Perbedaan kepentingan ini tidak bisa dihindari karena memang ada banyak pihak yang berkepentingan, selalu ada pro dan kontra dalam pembangunannya juga karena perbedaan faham didalam masyarakat. Pemanfaatan media yang ada secara optimal bisa menjadi salah satu strategi utama untuk mengubah pola pikir masyarakat tersebut. Peran sekolah dan forum-forum masyarakat pun akan cukup vital untuk menyebarluaskan gagasan kemajuan berbasis budaya ini. Dalam hal ini pemahaman atas relevasi budaya lokal dalam mencapai kemajuan memang diupayakan harus sama.


2.      Jelaskan pola pemanfaatan ruang dan bagaimana cara pemanfaatan ruang tersebut dikawasan malioboro dan sekitarnya?

Jawaban

     Pola pemanfaatan ruang yaitu bentuk pemanfaatan ruang yang menggabarkan ukuran, fungsi serta karakter kegiatan manusia dan kegiatan alam. Dalam memanfaatkan ruang di kawasan malioboro dan sekitarnya, jika disepanjang jalan malioboro tidak dipergunakan untuk ruang parkir, maka gunakan jalan-jalan kecil disekitar kawasan malioboro tidak digunakan sebagai ruang parkir, maka gunakan jalan-jalan kecil disekitar malioboro dan tempat-tempat kosong seperti tanah lapang yang bisa dijadikan area parkir kendaraan bermotor/publik, walaupun dengan artian pengunjung harus berjalan kaki kejalan malioboro, namun bisa memanfaatkan fasilitas yang lainnya seperti becak/dokar untuk sampai ke jalan malioboro, dengan cara tersebut maka kita juga membantu mendorong perekonomian masyarakat sekitar kawasan malioboro tersebut. Perlu juga membuat area parkir baru yang memang diperuntukannya, supaya tidak ada parkir liar yang selalu berada disamping jalan malioboro, agar supaya terlihat bersih  dan tertata dengan baik untuk ruang pejalan kaki.