By: Rahel Situmorang.
Danau Kaolin terletak di Jalan Murai, Desa Air Raya, Kecamatan Tanjung Pandan, Belitung. Danau Kaolin adalah sebuah kubangan yang terbentuk karena adanya pertambangan kaolin di daerah tersebut, kubangan – kubangan tersebut terisi oleh air hujan, maupun dari sumber mata air di dasar lubang galian, mengingat Belitung merupakan penghasil Kaolin terbesar di Indonesia. Kaolin merupakan masa batuan yang tersusun dari material lempung dengan kandungan besi yang rendah, dan umumnya berwarna putih atau agak keputihan. Meskipun merupakan bekas pertambangan, air di danau ini tetap jernih. Jernihnya air di danau ini disebabkan sifat kaolin yang merupakan mineral tanah liat murni yang tidak berbahaya bagi manusia. Proses mendapatkan Kaolin di hampir semua pertambangan di Belitung juga hanya menggunakan metode tambang semprot (hydraulicking). Proses ini hanya menggunakan air bersih untuk mengupas tanah sedalam 1–2 m dengan air, tanpa menggunakan bahan kimia tambahan dan mesin-mesin canggih lainnya. Hal inilah yang menyebabkan tidak ada perubahan kimia pada kandungan tanah dan air yang mengisi bekas-bekas galian Kaolin di Belitung sehingga air yang dihasilkan tetap jernih.
Konsep : Ecoturism, Wisata berwawasan lingkungan, dimana menurut
Danisworo (2002) “Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan
memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra
tempat)”. Sehingga latar belakang revitalisasi lahan bekas tambang ini tidak
hanya menjadi kubangan air yang luas saja, namun dapat dimanfaatkan oleh warga
sekitar untuk menunjang perekonomian setempat.
Mengingat
bahwa menurut Fandeli dan Mukhlison (2000),
pengertian tentang ekowisata mengalami pengertian dari waktu ke waktu. Namun
pada hakikatnya “ekowisata dapat diartikan sebagai bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih
alami, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi
masyarakat”. Oleh sebab itu yang akan mengelola tempat ini yaitu warga sekitar dengan
tetap mengedepankan aspek kelestariannya.
Danau
Kaolin dekat dengan Kota, karena dari pusat kota Belitung menuju ke danau
kaolin ini hanya membutuhkan waktu 15 menit, dan letak danau kaolin tepat
disamping jalan Murai. Namun
belum ada angkutan umum yang melayani akomodasi menuju tempat ini, oleh karena
itu masyarakat sekitar bisa memanfaatkan kendaraan pribadi mereka sebagai
kendaraan yang digunakan untuk para wisatawan yang ingin berkunjung ke Danau
Kaolin, sehingga akan menambah perekonomian warga sekitar. Untuk menginap,
wisatawan tidak perlu repot mencari, karena bisa didapatkan di Kota Tanjung
Pandan. Disana wisatawan bisa mencari dan memilih berbagai jenis penginapan,
sebab ketersediaanya sudah cukup lengkap.
Begitu
kita datang ke danau Kaolin ini, kita akan disuguhkan pemandangan bukit-bukit
kecil berwarna putih yang terlihat seperti salju. Pemandangan ini terlihat
semakin cantik ketika berpadu dengan air danau yang begitu jernih dan berwarna
biru, hal itulah yang menjadi daya tarik wisatawan, selain itu disebelah danau terdapat
timbunan bekas galian kaolin yang menumpuk (lampiran), membentuk gunung lengkap
dengan padang pasirnya, jika dilihat menyerupai Bromo akan tetapi berwarna
putih, sehingga dapat menjadi spot indah bagi fotografer, dan bisa digunakan
sebagai tempat pre-wedding. Selain itu akan dibangun pula lahan parkir dan
gerbang selamat datang (lampiran), serta tempat mendukung lainnya seperti
tempat ibadah, toilet, dan tempat sampah.
Danau
tersebut terbagi menjadi dua wilayah yaitu sebelah kiri dan kanan (lampiran)
berdasarkan kedalamannya. Danau yang di sebelah kiri memiliki kedalaman yang
cukup dalam, oleh karena itu akan dijadikan tempat rekreasi air seperti
bebek-bebek, bola air, perahu dan sepeda air, semua pengunjung wajib mengenakan
baju pelampung untuk keamanan. Danau Kaolin ini sangat aman untuk dijadikan
tempat wisata, karena air di danau Kaolin ini aman, karena tidak mengandung Air
Asam Tambang seperti di pertambangan lainnya.
Sedangkan
danau yang disebelah kanan mempunyai kedalaman yang dangkal, sehingga akan
dimanfaatkan sebagai tempat restoran dan “Floating
Forest” (Bobbing Forest). Bobbing
forest ini hanya ada di Belanda dan merupakan penemuan baru dimana pohon
bisa mengapung di air, sehingga bisa menjadi salah satu daya tarik wisatawan
untuk memilih Danau Kaolin menjadi tempat wisata mereka karena keunikan dan
kelangkaannya.
Ditengah danau tersebut akan dibuat restoran kaca kemudian dikelilingi oleh bobbing forest yang membentuk seperti bentuk hati, sehingga akan membuat kesan unik yang lebih lagi, karena ketika berada dalam restoran kaca kita akan merasa berada ditengah hutan tetapi juga ditengah danau biru (ada di gambar namun digambar didalamnya tempat tidur, sedangkan nantinya akan dibangun restoran). Mengingat bahwa Wahono (2002) menjelaskan bahwa rehabilitasi lahan merupakan suatu usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kodisi lahan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air, maupun sebagai unsur perlindungan alam dan lingkungannya. Sehingga konsep berbasis lingkunganpun di buat di wilayah ini.
Ditengah danau tersebut akan dibuat restoran kaca kemudian dikelilingi oleh bobbing forest yang membentuk seperti bentuk hati, sehingga akan membuat kesan unik yang lebih lagi, karena ketika berada dalam restoran kaca kita akan merasa berada ditengah hutan tetapi juga ditengah danau biru (ada di gambar namun digambar didalamnya tempat tidur, sedangkan nantinya akan dibangun restoran). Mengingat bahwa Wahono (2002) menjelaskan bahwa rehabilitasi lahan merupakan suatu usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kodisi lahan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air, maupun sebagai unsur perlindungan alam dan lingkungannya. Sehingga konsep berbasis lingkunganpun di buat di wilayah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Danisworo,
Muhammad / Widjaja Martokusumo, 2000. Revitalisasi Kawasan Kota Sebuah Catatan
dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Kawasan Kota, Jakarta: Urban and Regional
Development Institute.
Fandeli,
C. dkk. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta: Fakulatas
Kehutanan Universitas
Gadjah Mada.
Wahono, 2002, Budidaya Tanaman Jati (Tectona grandis L.
F), Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Kapuas Hulu, Putussibau.