Seputar KLHS
Tidak efektifnya AMDAL sebagai instrumen kebijakan pengelolaan
lingkungan selain karena pendekatan yang terlalu formalistik juga secara
konseptual instrumen AMDAL lebih ditekankan pada tingkat proyek sehingga dianggap
kurang strategis dalam menjalankan fungsi pengendalian dampak lingkungan.
Untuk mendukung dan meningkatkan
efektivitas fungsi AMDAL, di kebanyakan negara maju dan beberapa negara berkembang
telah diaplikasikan suatu instrumen baru dalam pengelolaan lingkungan, yaitu
Kajian Lingkungan Strategik (Strategic Environmental Assessment).
Kajian lingkungan strategik (KLS) memiliki posisi strategis di dalam proses perencanaan karena merupakan sebuah proses pengambilan keputusan perencanaan suatu Penataan dan Revitalisasi Kawasan pada tahap awal. Pada tahap awal ini terdapat berbagai alternatif yang belum tertutup oleh keputusan tertentu.
Dengan demikian, sebuah studi dampak lingkungan atas kebijakan, rencana atau program (KRP) memberi kesempatan untuk memasukkan aspek lingkungan hidup dalam proses perencanaan pada tahap sangat awal sehingga dapat sepenuhnya memprakirakan dampak lingkungan potensial, termasuk yang bersifat kumulatif jangka panjang dan sinergistik, baik pada tingkat lokal, regional, nasional maupun global (Lee dan Walsh, 1992; Webb dan Sigal, 1992; Partidario, 1996; Annandale dan Bailey, 1999).
Daerah Reklamasi Kawasan Bekas Tambang |
“SEA is a systematic process for evaluating the environmental
consequences of proposed policy, plan, or program initiatives
in order to ensure they are fully included and appropriately addressed at the
earliest appropriate stage of decision-making on par with economic and social
considerations” (Sadler dan Verheem, 1996).
Dengan definisi tersebut di atas, KLS berbeda dari
AMDAL karena terminologi proyek umumnya site specific dan
seringkali melibatkan hanya satu kegiatan dan, oleh karenanya, tidak strategis.
KLS juga berbeda dari Audit Lingkungan karena dalam konsep Audit Lingkungan
tidak dilakukan prakiraan dampak akibat pelaksanaan KRP.
Degradasi lingkungan akibat penambangan Batu Bara |
Kebijakan, Rencana dan Program
Kajian lingkungan strategik (KLS) memiliki
posisi strategis dalam proses perencanaan karena merupakan sebuah proses
pengambilan keputusan perencanaan suatu proyek pada tahap awal. Pada tahap awal
ini terdapat berbagai alternatif yang belum tertutup oleh keputusan tertentu.
Dengan demikian, sebuah studi dampak lingkungan atas kebijakan, rencana atau
program (KRP) memberi kesempatan untuk memasukkan aspek lingkungan hidup dalam
proses perencanaan pada tahap sangat awal sehingga dapat sepenuhnya memprakirakan
dampak lingkungan potensial, termasuk yang bersifat kumulatif jangka panjang
dan sinergistik, baik pada tingkat lokal, regional, nasional maupun
global.
Dengan kata lain, KLS bergerak di bagian hulu
pengambilan keputusan, yaitu kebijakan, rencana atau program. Untuk memudahkan
pemahaman kajian lingkungan strategik, terutama dalam kaitannya dengan
identifikasi kebijakan, rencana atau program pembangunan yang telah dan/atau
akan dilaksanakan, berikut ini adalah definisi untuk istilah kebijakan, rencana,
dan program yang digunakan dalam laporan ini:
Policy is an inspiration and guidance for action; Plan is set of coordinated and timed objectives for implementing the policy; and Program is a group of projects in a particular area (Therivel, 1998).
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa kebijakan adalah rumusan atau keputusan yang bersifat umum dan memberi arahan bagi pelaksanaan kegiatan; rencana adalah satu atau beberapa sasaran yang terkoordinasi dan terjadwal untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditentukan; dan program adalah kumpulan kegiatan/proyek di lokasi yang telah ditentukan. Tampak, adanya hirarki berdasarkan tingkat spesifikasinya dari yang bersifat umum (kebijakan) hingga lebih khusus (program). Untuk menunjukkan kejelasan pemakaian terminologi, keterkaitan, dan sekuens KRP dalam konsep KLS, berikut ini adalah ilustrasi dengan menggunakan topik transportasi seperti ditunjukkan oleh Annandale dan Bailey (1999).
Tampak, dalam ilustrasi tersebut bahwa pada tingkat kebijakan, kajian atau
analisis diarahkan untuk menentukan pilihan (kebijakan) antara privatisasi
(urusan diserahkan pihak swasta) dan katakanlah penguasaan oleh pemerintah
termasuk argumentasi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Kajian lingkungan
yang dilakukan pada tingkat kebijakan diharapkan akan memberi pertimbangan
dampak lingkungan yang akan terjadi dengan pilihan kebijakan tertentu (dalam
ilustrasi di atas adalah privatisasi sistem transportasi). Informasi dampak
lingkungan tersebut diperlukan untuk pertimbangan tercapainya sistem
transportasi berkelanjutan ketika formulasi rencana transportasi menentukan
bentuk pengelolaan transportasi tertentu.
Pada tingkat perencanaan, fokus kajian adalah pada pengelolaan transportasi termasuk sistem pengaturan parkir yang diperlukan. Di sini yang dibicarakan adalah tindak lanjut dari kebijakan transportasi yang telah ditentukan sebelumnya dalam suatu policy cycle yang sekuensial sifatnya.
Pada tingkat perencanaan, fokus kajian adalah pada pengelolaan transportasi termasuk sistem pengaturan parkir yang diperlukan. Di sini yang dibicarakan adalah tindak lanjut dari kebijakan transportasi yang telah ditentukan sebelumnya dalam suatu policy cycle yang sekuensial sifatnya.
Sedangkan pada tingkat program, kegiatan lebih
pada pengelompokan kegiatan revitalisasi konstruksi dan pemeliharaan fasilitas
transportasi sebagai tindak lanjut dari bentuk pengelolaan transportasi yang
telah ditentukan sebelumnya. Untuk masing-masing tingkatan tersebut kajian
lingkungan diterapkan dengan harapan selain mengantisipasi kemungkinan
timbulnya dampak lingkungan dan memprakirakan besarnya dampak yang akan
terjadi, kajian lingkungan juga dimaksudkan untuk menentukan apakah
perubahan/modifikasi KRP perlu dilakukan. Langkah selanjutnya adalah menentukan
proyek-proyek transportasi serta aktivitasnya yang bersifat spesifik/lokal (site
and project specific).
Identifikasi kebijakan, rencana atau
program
pembangunan |
Prakiraan Dampak
Prakiraan dampak meliputi penentuan besaran dan jenis
dampak yang akan terjadi sebagai akibat dilaksanakannya kebijakan, rencana atau
program (KRP). Telah dikemukakan di muka bahwa kisaran dampak yang diakibatkan
oleh sebuah KRP jauh lebih besar daripada dampak yang ditimbulkan oleh
aktivitas sebuah proyek karena KRP umumnya mempengaruhi wilayah dan
komponen lingkungan yang lebih besar.
Salah satu sasaran utama KLS adalah evaluasi dampak kumulatif
dan dampak tidak langsung, dimana kedua jenis dampak tersebut tidak terlalu
mudah apabila dievaluasi dengan menggunakan analisis dampak lingkungan pada
tingkat proyek (Therivel et al., 1992; Partidario, 1994). Prakiraan dampak
seharusnya juga secara jelas dikaitkan dengan isu-isu kunci lingkungan hidup
yang telah diidentifikasi pada tahap pelingkupan serta dikaitkan dengan kondisi
lingkungan daerah yang akan menerima dampak. Tingkat kerincian analisis dampak
yang diakibatkan oleh sebuah KRP (dalam studi KLS) umumnya lebih rendah bila
dibandingkan dengan tingkat kerincian analisis dampak lingkungan sebuah proyek
(ANDAL). Dalam banyak kasus, pemaparan dampak dalam studi KLS cukup ditunjukkan
dengan indikator yang sederhana yaitu jenis dan tingkat dampak yang diprakirakan
akan terjadi.
Dalam KLS, teknik prakiraan dampak yang lazim digunakan adalah satu atau kombinasi dari beberapa teknik prakiraan sebagai berikut:
Dalam KLS, teknik prakiraan dampak yang lazim digunakan adalah satu atau kombinasi dari beberapa teknik prakiraan sebagai berikut:
1. Daftar isi yang menunjukkan apakah sebuah KRP akan menimbulkan dampak atau tidak, dan seringkali disertai dengan informasi jenis dampak (positif atau negatif) serta besaran dampak.
2. Analisis dengan
menggunakan skenario.
3. Tumpang-tindih peta atau
teknik sistem informasi geografi, a.l., menunjukkan lokasi atau wilayah yang
diprakirakan akan menerima dampak sebuah KRP.
4. Berbagai indeks,
indikator, dan/atau metode pembobotan, antara lain, indeks keberlanjutan
habitat (Therivel and Partidario, 1996).
5. Simulasi komputer,
misalnya simulasi komputer pencemaran udara yang didasarkan pada asumsi jenis
dan jumlah kendaraan, dan bahan bakar yang digunakan.
6. Pendapat pakar.
Prakiraan dampak dalam studi KLS, dalam banyak kasus,
mempunyai tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi. Ketidakpastian tersebut
umumnya berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: dalam bentuk apa dan
sejauhmana KRP diwujudkan menjadi kegiatan dan proyek; status atau kondisi
lingkungan yang akan terjadi (setelah kegiatan dan/atau proyek dilaksanakan);
dampak yang ditimbulkan oleh KRP atau proyek lain yang tidak menjadi kajian;
daya dukung lingkungan dan perubahan teknologi, politik, dan prioritas ekonomi
di masa yang akan datang. Unsur ketidakpastian ini penting dicermati apabila
diinginkan hasil prakiraan dampak lingkungan yang lebih akurat.
Evaluasi Dampak Penting
Evaluasi dampak dalam studi KLS pada prinsipnya adalah
upaya menentukan besaran dan jenis dampak yang diprakirakan akan terjadi dan
melakukan evaluasi untuk menentukan apakah dampak yang akan terjadi tersebut
penting atau signifikan. Evaluasi dampak juga diarahkan untuk menentukan (melalui
analisis) apakah dampak yang diprakirakan tersebut sudah selaras dengan sasaran
atau tujuan yang telah ditentukan dalam KRP.
Dalam banyak kasus, lokasi kegiatan yang tercantum dalam sebuah KRP, misalnya revitalisasi hutan lindung atau, Revitalisasi Taman Nasional dan/atau lokasi yang karena karakteristik alamnya ditetapkan sebagai warisan nasional atau internasional (national or international heritage) dapat dikategorikan sebagai lingkungan yang sensitif.
Demikian pula, untuk suatu kawasan bekas tambang, semakin banyak manusia tinggal di kawasan tersebut, maka tingkat sensitivitas lingkungan di tempat tersebut semakin tinggi. Tingkat sensitivitas lingkungan menjadi salah satu kriteria penting dalam menentukan tingkat penting atau tidaknya suatu dampak lingkungan.
Alur pertimbangan dan kriteria dalam evaluasi dampak penting/signifikan dalam KLS Revita;isasi Kawasan |
Dalam banyak kasus, lokasi kegiatan yang tercantum dalam sebuah KRP, misalnya revitalisasi hutan lindung atau, Revitalisasi Taman Nasional dan/atau lokasi yang karena karakteristik alamnya ditetapkan sebagai warisan nasional atau internasional (national or international heritage) dapat dikategorikan sebagai lingkungan yang sensitif.
Demikian pula, untuk suatu kawasan bekas tambang, semakin banyak manusia tinggal di kawasan tersebut, maka tingkat sensitivitas lingkungan di tempat tersebut semakin tinggi. Tingkat sensitivitas lingkungan menjadi salah satu kriteria penting dalam menentukan tingkat penting atau tidaknya suatu dampak lingkungan.
Penentuan dampak penting/signifikan juga dapat
didasarkan pada kriteria seperti regulasi dan pedoman, sasaran atau tujuan
pelaksanaan KRP, isu-isu yang berkaitan dengan daya dukung lingkungan dan/atau
pembangunan berkelanjutan, pemerataan, dan pendapat masyarakat.
Cara yang dianggap cukup efektif untuk mengevaluasi dampak penting/signifikan dari pelaksanaan KRP adalah dengan melakukan perbandingan antara satu KRP terhadap KRP lainnya. Namun demikian, berdasarkan pengalaman, cara yang umum dilakukan dalam menentukan dampak penting adalah dengan menggunakan matriks dua pintu, satu pintu untuk menunjukkan alternatif-alternatif KRP, sedang pintu lainnya menunjukkan komponen-komponen lingkungan yang akan dikaji. Sel-sel dalam matriks tersebut selanjutnya diberi tanda yang menunjukkan kaitan, bobot dampak, dan informasi lainnya yang diperlukan dan menunjukkan keterkaitan antara KRP dan komponen-komponen lingkungan yang menjadi kajian.
Cara yang dianggap cukup efektif untuk mengevaluasi dampak penting/signifikan dari pelaksanaan KRP adalah dengan melakukan perbandingan antara satu KRP terhadap KRP lainnya. Namun demikian, berdasarkan pengalaman, cara yang umum dilakukan dalam menentukan dampak penting adalah dengan menggunakan matriks dua pintu, satu pintu untuk menunjukkan alternatif-alternatif KRP, sedang pintu lainnya menunjukkan komponen-komponen lingkungan yang akan dikaji. Sel-sel dalam matriks tersebut selanjutnya diberi tanda yang menunjukkan kaitan, bobot dampak, dan informasi lainnya yang diperlukan dan menunjukkan keterkaitan antara KRP dan komponen-komponen lingkungan yang menjadi kajian.
Langkah terakhir dalam studi KLS adalah menyiapkan mekanisme
dan prosedur sistem pemantauan dampak sebagai konsekuensi dilaksanakannya KRP.
Informasi yang diperoleh dari hasil pemantauan harus dimanfaatkan sebagai umpan
balik penyempurnaan KRP dan untuk menentukan sejauhmana pencapaian tujuan atau
sasaran yang telah ditentukan. Oleh karena itu, sistem pemantauan harus terkait
dengan indikator-indikator lingkungan yang telah dirumuskan dalam penentuan
sasaran atau tujuan dilakukannya studi KLS.
Pertimbangan Pembangunan Keberlanjutan
Pertimbangan Pembangunan Keberlanjutan
Telah dikemukakan bahwa salah satu kelemahan AMDAL adalah tidak mampu
menunjukkan terjadinya dampak lingkungan potensial, termasuk yang bersifat
kumulatif jangka panjang dan sinergistik pada tahap awal suatu rencana
pembangunan. Oleh karena itu, identifikasi dampak lingkungan yang dilakukan
sedini mungkin dapat dijadikan masukan untuk mencegah atau mengurangi
terjadinya dampak dengan cara mengubah atau menyiapkan cara penanggulangan
dampak apabila tidak dapat dihindari. Dengan demikian, secara umum, keuntungan
yang akan diperoleh dengan melaksanakan KLS adalah: (1) memberikan kemungkinan
yang lebih besar untuk tercapainya pembangunan yang berkelanjutan, (2)
meningkatkan efektivitas pelaksanaan AMDAL dan/atau pengelolaan lingkungan, dan
(3) memungkinkan dilakukannya identifikasi terjadinya dampak lingkungan
potensial, termasuk yang bersifat kumulatif dan sinergistik, pada tahap awal
proses pembangunan. KLS juga diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya dampak
lingkungan yang bersifat lintas batas (cross boundary environmental effects).
Museum Kereta Api di Kawasan Tambang Batu Bara Sawahlunto |
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa KLS
seharusnya tidak diartikan sebagai instrumen pengelolaan lingkungan yang
semata-mata diterapkan pada komponen-komponen KRP, tetapi yang lebih penting
adalah sebagai suatu cara untuk meyakinkan bahwa implikasi pelaksanaan KRP
terhadap lingkungan hidup telah dijadikan pertimbangan dalam setiap tingkatan
pengambilan keputusan, dan dengan demikian, keberlanjutan pembangunan dapat
lebih terjamin (Annandale dan Bailey, 1999).
Lubang Mbah Soero |
Kajian Lingkungan Hidup Strategik (KLHS) kebijakan, rencana dan program
sebelum diambil keputusan. Pada dasarnya KLHS ialah studi tentang dampak potensial KRP dan
mengelola dampak tersebut. KLHS itu bertujuan untuk sedapat-dapatnya
menghindari terjadinya eksploatasi desa oleh kota. Apabila KLHS menunjukkan
bahwa KRP mempunyai sifat eksploatatif, KRP tersebut diamandemen atau dianulir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Revitalisasi Kawasan