Arianda Wiranata
NIM : 114090063
Pembukaan
Budaya, lingkungan, dan peninggalan sejarah adalah
nyawa atau “roh” dari kegiatan pariwisata Indonesia. Tanpa adanya budaya maka
pariwisata akan terasa hambar dan kering, dan tidak akan memiliki daya tarik
untuk dikunjungi. Nilai-nilai lokal yang dianut juga melandasi kehidupan
ekonomi dan apresiasi terhadap alam dan lingkungan sekitarnya.
Sumu Minyak Tua |
Dewasa ini masyarakat umumnya mengenyampingkan
kelestarian fungsi lingkungan untuk mencapai kesejahteraan. Hal ini juga
terjadi di kawasan penambangan sumur-sumur tua minyak bumi, seperti Desa
Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Sumur tua
merupakan sumur-sumur minyak bumi peninggalan Kolonial Belanda yang sudah tidak
memiliki nilai ekonomis lagi bagi perusahaan. Sumur inilah yang diusahakan
kembali oleh warga secara tradisional sebagai mata pencaharian dan sudah berlangsung
turun-temurun.
Dalam perjalanannya, sangat banyak rintangan yang
dialami oleh warga penambang tradisional. Makin hari, tingkat pendapatan
masyarakat makin menurun. Hal ini disebabkan oleh langka dan mahalnya alat
penunjang, yang juga sejalan dengan penurunan produksi. Selain itu, Keputusan
Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pertambangan Minyak pada
Sumur Tua juga tidak berpihak pada masyarakat setempat. Pasalnya, keputusan ini
tidak memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah melalui BUMD untuk
pengelolaan secara penuh, melainkan wewenang diberikan kepada PT Pertamina.
Walaupun saat ini BUMD sudah diberi peluang oleh pemerintah pusat untuk hak
pengelolaan sumur tua, namun tetap ada pandangan negatif dari warga terhadap PT
Pertamina.
Dalam segi lingkungan, penambangan minyak bumi
tradisional ini sangat mencemari lingkungan sekitar, misalnya pencemaran tanah,
air tanah, air permukaan, dan udara. Selain itu, penebangan hutan juga
dilakukan untuk mencari sumur tua yang diperkirakan masih produktif. Hal ini
akan berdampak pada warga itu sendiri, yakni ketersediaan air bersih yang minim
dan polusi udara.
Kita semua tahu bahwa minyak bumi merupakan sumber
daya yang tak bisa diperbaharui (unrenewable
resources). Diprediksi sewaktu
sumur-sumur minyak tersebut telah kering dan tidak menghasilkan minyak lagi, para
penambang akan meninggalkan lahan tersebut begitu saja. Hal ini akan berdampak
negatif pada masyarakat di sekitar tempat itu sendiri, seperti pencemaran
tanah, air, dan udara. Oleh karena itu butuh usaha konservasi berupa
revitalisasi dan adaptasi agar masyarakat tetap bisa menikmati lingkungan yang
lestari fungsinya sampai generasi-generasi berikutnya.
B. Isi
Ekowisata adalah kegiatan perjalanan wisata yang
dikemas secara profesional, terlatih, dan memuat unsur pendidikan, sebagai
suatu sektor/ usaha ekonomi, yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi,
dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumber daya alam
dan lingkungan (Nugroho, 2011).
Untuk penataan kawasan sumur tua minyak bumi menjadi
kawasan ekowisata di Desa Wonocolo membutuhkan peran serta dan konsistensi
semua pihak, baik itu masyarakat, pemerintah daerah, akademisi, pihak swasta,
lembaga swadaya masyarakat, maupun elemen lain yang ikut terlibat. Dibutuhkan
langkah-langkah sistematis untuk mewujudkan kawasan ini menjadi kawasan
ekowisata. Para akademisi dari berbagai macam keahlian, pemerintah daerah,
donatur, serta masyarakat mesti saling bahu membahu.
Langkah pertama yang mesti dilakukan tentu saja
melakukan komunikasi aktif dengan penduduk lokal dan pemda setempat. Dari sini
bisa diketahui aspirasi masyarakat akan tanah kelahirannya. Selanjutnya,
dilakukan survei dan observasi sesuai bidang keahliannya, baik mengukur tingkat
pencemaran yang telah terjadi, potensi-potensi alam dan budaya yang bisa
dikembangkan, serta solusi terhadap kekurangan ataupun kendala dalam proses
produksi minyak bumi tanpa mengenyampingkan nilai tradisionalnya.
Dalam setiap kegiatan, dari awal sampai akhir,
penduduk lokal harus diikutsertakan (keep-in-touch),
sehingga dengan sendirinya mereka akan merasa memiliki andil dan tanggung jawab
terhadap tanah tempat mereka berkehidupan. Dengan melibatkan masyarakat dalam
setiap kegiatan, akan terjalin silaturahmi yang harmonis, komunikasi aktif, dan
rasa kekeluargaan antar pihak yang ikut serta.
Langkah berikutnya, mulai dilakukan pembenahan dan
pembangunan infrastruktur. Pembenahan infrastruktur seperti akses transportasi
dari daerah sekitar, tempat ibadah, perbaikan KUD, dan pembenahan sumur-sumur
minyak untuk meminimalkan pencemaran lingkungan. Pembangunan infrastruktur
seperti pembuatan tempat penampungan limbah sekaligus pemrosesannya sehingga
aman bagi lingkungan, area parkir pengunjung, home-stay, food-court,
area peragaan keterampilan dan kesenian lokal, bangunan workshop untuk pendidikan para pengunjung, dan lain sebagainya.
Proses pembangunan dilakukan bertahap dan bersegmen.
Di zona yang belum terbangun, dilakukan pelatihan tentang penambangan yang baik
dan benar kepada para penambang. Sehingga sewaktu proses penataan ini
berlangsung, warga penambang tetap bisa mencari nafkah dengan “cara yang
sedikit dipoles”.
Sejalan dengan proses penataan dan pembangunan,
kegiatan publikasi juga dilakukan. Publikasi digalakkan melalui media cetak
(seperti koran, majalah, buletin, baliho, dan spanduk) dan media elektronik
(seperti iklan di televisi, radio, media sosial, dan situs pariwisata).
Sewaktu kawasan ekowisata ini mulai tumbuh,
dilakukan berbagai macam pelatihan kepada masyarakat, sehingga pada akhirnya
masyarakat bisa mengelola kawasan ini secara mandiri dengan sistem manajemen
yang handal. Bagi pemerintah daerah, donatur (swasta), LSM, dan akademisi akan
melakukan pengawasan (controlling)
secara periodik sampai masyarakat sudah benar-benar mandiri (bukan berarti
“lepas tangan”), serta dibuat kebijakan-kebijakan dalam rangka melindungi aset
lingkungan dan budaya.
C. Penutup
Dalam penataan dan revitalisasi kawasan pertambangan
minyak tradisional menjadi kawasan ekowisata dibutuhkan peran serta aktif dari
masyarakat pada setiap aspek kegiatan. Hal ini akan menciptakan rasa tanggung
jawab masyarakat terhadap tanah kelahiran dan generasi penerusnya. Namun
demikian, kawasan ekowisata ini juga akan berhadapan dengan potensi ekonomi
yang merusak dirinya sendiri jika tidak dikelola dengan hati-hati. Untuk itu,
kebijakan-kebijakan yang telah disepakati bersama harus benar-benar dijalankan
(fungsi kontrol) dan mesti di-update
sesuai perubahan zaman (dinamis) tanpa mengenyampingkan bahkan menghilangkan
akar-akar budaya (heritage),
kelestarian fungsi lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat.
Referensi:
Nugroho, Iwan.
2011. Ekowisata dan Pembangunan
Berkelanjutan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pemkab
Bojonegoro. http://www.bojonegorokab.go.id/index.php?option=com_content&view=
article&id=89&Itemid=96. Diunduh pada
tanggal 10 Maret 2013.
Al-Islami
Caligrafi. Konservasi. http://revitalisasikawasan-upn.blogspot.com/2013/01/konservasi.html.
Diunduh pada tanggal 10 Maret 2013.