KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Minggu, 07 Juni 2015

PENATAAN REVITALISASI KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN PESISIR PANTAI KOTA TERNATE

Nama : Muhammad Ridha Nasaruddin
NIM    : 114120062
Kelas   : A


            Kota Ternate merupakan salah satu kota kecil dari sekian banyak kota kecil yang ada di Indonesia. Kota Ternate berada di wilayah Indonesia Bagian Timur, tepatnya di Daerah Provinsi Maluku Utara. Sebagai salah satu kota kepulauan, Kota Ternate juga memiliki masalah seperti halnya masalah yang dihadapi kota-kota lainnya terutama terkait dengan masalah lingkungan. Salah satu masalah lingkungan yang dihadapi masyarakat dan pemerintah Kota Ternate yakni tentang permukiman kumuh perkotaan. Slum atau permukiman kumuh bisasanya digunakan untuk menggambarkan permukiman yang tumbuh secara spontan di perkotaan yang mempunyai kualitas perumahan di bawah standar minimal dalam lingkungan yang kurang sehat dan tidak didukung oleh jasa pelayanan kota seperti air minum, sanitasi, drainase (gorong-gorong), jalur pejalan kaki dan jalan akses darurat. Ciri lain permukiman kumuh adalah tingkat kepadatan yang tinggi dan kurangnya akses ke fasilitas sekolah, kesehatan, ruang bersama dsb. Status permukiman kumuh seringkali tidak jelas baik dari status administrasi dan hukum tanah, maupun kesesuaian dengan rencana tata ruang kota. Terkait status hukum atas tanah, biasanya hal ini yang membedakan permukiman kumuh (slum) dengan pemukiman liar (squatter). Kawasan permukiman kumuh yang ada di Kota Ternate yaitu Lelong, Ke­lurahan Makassar Timur dan Kelurahan Kota Baru, dengan kategori kawasan kumuh per­kotaan. Selain itu juga terdapat permukiman kumuh di Kota Ternate yang terletak di kelurahan Mangga Dua yang juga terletak di pesisir pantai kota ternate. Beberapa faktor yang mempengaruhi permukiman kumuh di Kota Ternate terus berkembang yakni dengan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat dan tata-kelola kepemerintahan (government). John Turner menyebutkan permukiman ini sebagai permukiman mandiri (autonomous settlement), dimana pemecahan masalah dilakukan oleh masyarakat sendiri sesuai kemampuan mereka sendiri (Turner 1976). Tingkat pertumbuhan penduduk dunia di perkotaan semakin tinggi. Pertumbuhan ini dapat berasal melalui migrasi dari perdesan ke perkotaan, migrasi antar kota, maupun pertumbuhan penduduk alami. Migrasi ke kota juga merupakan strategi hidup masyarakat perdesaan. Masyarakat yang hidup di permukiman kumuh perkotaan di Kota Ternate umumnya berasal dari Pulau Halmahera dan sebagian kecil lainnya berasal dari pulau diluar Provinsi Maluku Utara seperti Jawa, Sulawesi, dan lain sebagainya. Tata-kelola pemerintah yang kurang baik juga dapat memicu pertumbuhan permukiman kumuh. Karena pemerintah yang seringkali tidak mengakui hak masyarakat miskin dan melibatkan mereka dalam proses perencanaan. Hal ini justru mendukung pertumbuhan permukiman kumuh.
         
   Proses revitalisasi kawasan permukiman di Kota Ternate masih belum berjalan meskipun pernah dianggarkan untuk penataan kawasan kumuh perkotaan. Meskipun rencana ini dijadwalkan tahun 2015 ini, sampai sekarang hal ini belum terrealisasikan. Masyarakat yang hidup dan ketergantungan dengan lingkungan kumuh di Kota Ternate umumnya bermata pencaharian sebagai pedagang dan tukang ojek, namun sebagian kecil dari mereka adapula yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil bahkan Angota Dewan. Untuk wilayah permukiman kumuh Lelong, Kelurahan Kampung Makassar Timur dan Kelurahan Kota Baru ini berada di pesisir pantai yang memiliki karakteristik bangunan seperti rumah panggung air. Pada kawasan permukiman kumuh Lelong yang berdekatan dengan lapangan Ngara Lamo, Salero yang biasanya setiap tahunnya diadakan acara Legu Gam atau pesta rakyat untuk merayakan ulang tahun Sri Sultan Ternate tepatnya tanggat 13 April setiap tahunnya. Setiap acara ini diadakan daerah ini merupakan salah satu titik kemacetan. Secara tidak langsung ini merupakan salah satu pemandangan yang kurang menyenangkan dan menimbulkan kesan kurang baik bagi pengunjung acara Legu Gam. Permukiman kumuh lelong juga pernah tercatat terjadi kebakaran hebat yang menghanguskan puluhan rumah.

Hidup didaerah pesisir pantai menjadikan masyarakat yang hidup di permukiman kumuh ini memanfaatkan lingkungan tempat tinggalnya, namun mereka memanfaatkan pada hal yang negatif yakni membuang sampah, limbah rumah tangga, limbah domestik, dan lain-lain. Dengan demikian perubahan alam lingkkungan hidup manusia akan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan hidup dan mampu mengurangi kemampuan alam lingkungan hidupnya untuk menyokong kehidupan masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh tersebut. Terkait dengan masalah kesehatan, kondisi lingkungan yang higenis menjadikan kawasan kumuh sebagai salah satu pusat masalah kesehatan masyarakat perkotaan. Terkait dengan permukiman yang sehat, secara garis besar kesenjangan tingkat kesehatan masyarakat di perkotaan cenderung lebih baik daripada masyarakat pedesaan (Surjadi, 2012).

Revitalisasi permukiman kumuh perkotaan di
pesisir pantai Kota Ternate yakni di Kelurahan
Makasssar Timur (Lelong) dan Kelurahan
Mangga Dua yaitu dengan berdasarkan tingkat
atau kondisi permasalahannya, terdapat tiga
pilihan yang dapat dipergunakan dalam
membenahi kawasan kumuh, yaitu (Pasal 97
Undang-undang No.1 Tahun 2011) ; Perbaikan atau pemugaran, peremajaan, dan relokasi. Dari Pasal 97 Undang-undang No.1 Tahun 2011 kemudian digunakan pilihan untuk merevitalisasi permukiman kumuh perkotaan di Kota Ternate yaitu relokasi serta perbaikan atau pemugaran. Dengan merelokasikan tempat yang layak huni bagi masyarakat yang tinggal di kedua lokasi kumuh ini kemudian kawasan kumuh akan direvitalisasi dengan membangun landmark serta membangun kawasan ekowisata.
Pembangunan landmark akan dilaksanakan di permukiman kumuh di Kelurahan Makassar Timur sedangkan di Kelurahan Mangga Dua akan dibangun kawasan ekowisata dengan melakukan penanaman bibit mangrove dan avicennia. Landmark merupakan bangunan yang dapat menyimbolkan suatu daeah atau tempat yang memiliki nilai tertentu. Revitalisasi kawasan dengan membangunan landmark di kawasan permukiman kumuh di Kelurahan Makassar Timur yang nantinya menjadi sebagai salah satu ikon Kota Ternate, karena Kelurahan Makassar Timur itu sendiri terletak di pusat Kota Ternate dimana hampir semua aktivitas masyarakat berlangsung disini, mulai dari pasar, pusat perbelanjaan, wisata kuliner, dan lain-lain. Landmark yang akan dibangun nantinya merupakan bangunan tinggi yang menggambarkan ikon Kota Ternate sebagai salah satu kota penghasil rempah-rempah di sepanjang Nusantara, yakni cengkeh dan pala. Cengkeh dan pala itu sendiri merupakan hasil rempah-rempah yang terdapat di Kota Ternate yang juga menjadikan Ternate banyak dikenal dan menjadi tujuan dari bangsa Spanyol, Portugis, dan Belanda pada sekitar abad ke 18 M, landmark cengkeh dan pala ini yang menjadi ikon atau hal yang menonjol pada Kota Ternate yang terletak di pusat kota, agar memberikan kesan yang baik kepada tamu yang berkunjung ke Kota Ternate agar lebih tertarik, dibandingkan adanya permukiman kumuh tersebut. Sedangkan pengembangan tanaman mangrove disekitar permukiman kumuh perkotaan Kelurahan Mangga Dua, Kota Ternate yang nantinya akan dijadikan kawasan ekowisata.

Awal dari proses perencanaan wilayah
adalah beranjak dari adanya kebutuhan
untuk melakukan perubahan sebagai akibat
dari perubahan pengelolaan maupun akibat
perubahan-perubahan keadaan (peningkatan
kesejahteraan, bencana alam, perkembangan
sosial, dan lain-lain). Pada dasarnya kondisi
yang harus dalam perencanaan wilayah yaitu
kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya untuk mencegah terjadinya perubahan yang tidak diinginkan dan adanya political will dan kemampuan untuk mengimplementasikan perencanaan yang disusun. Permukiman kumuh di Kelurahan Mangga Dua tidak teralu rapat atau dapat dikatakan tidak padat penduduk bil dibandingkan dengan kawasan permukiman kumuh perkotaan di Kelurahan Makassar Timur (Lelong). Selain itu di kawasan permukiman kumuh di Kelurahan Mangga Dua juga telah ditumbuhi tanaman avicennia selain itu juga tanaman mangrove, sehingga lebih memungkinkan dan lebih baik untuk dijadikan kawasan mangrove untuk ekowisata. Kerusakan hutan mangrove Indonesia, berdasarkan survei Kementerian Kehutanan tahun 2006, adalah 7,7 juta hektar, namun dalam survei lanjutan yang digelar tahun 2010 silam hutan mangrove Indonesia kini tersisa tinggal  sekitar 3 juta hektar. Hilangnya hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi menjadi lahan perkebunan, pertambakan, dan areal untuk tinggal manusia. Sedangkan di Provinsi Maluku Utara sendiri dalam empat tahun terakhir terjadi penurunan hutan mangrove di Maluku Utara. Hutan mangrove seluas 36 ribu hektar, sesuai hasil pemetaan pada tahun 2009 menurun menjadi 33 ribu hektar, dengan penurunan setiap tahun masyarakat menkonversi atau hilang hutan mangrove berkisar 1.000 hektar. Revitalisasi permukiman kumuh dengan mengembalikan fungsi lahan menjadi seperti semula yaitu sebagai bentuk untuk melestarikan ekosistem hutan mangrove yang belakangan ini mulai rusak akibat aktivitas manusia. Kawasan wisata mangrove ini juga nantinya akan dijadikan sebagai tempat wisata perkotaan untuk wisatawan lokal maupun mancanegara. Selain itu juga membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar dengan membuka usaha dengan menyediakan makanan tradisional, oleh-oleh khas Kota Ternate, maupun jasa persewaan perahu atau sampan untuk pengunjung kawasan wisata mangrove. Selain itu wisata mangrove juga dapat menambah pendapatan daerah dari pajak pada biaya tiket masuk pengunjung. 

Sumber :
Sadana, Agus S. 2014. Perencanaan Kawasan Permukiman. Yogyakarta. Graha Ilmu
Setiadi, Elly M, H. Kama A Hakam, Ridwan Effendi. 2007, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta, Kencana
Rustiadi Ernan, Sunsun Saefulhakim, Dyah R. Pamuju, 2011. Perencanaan dan Pengenbangan Wilayah. Jakarta. Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Revitalisasi Kawasan