BAB I
PENDAHULUAN
Kompetensi :
Bagaimana memahami visi dan misi dan strategi konservasi kawasan, mengetahui pentingnya penataan atau revitalisasi kawasan Bekas Pertambangan dan kawasan urban dalam pelaksanaan otonomi daerah, mengenal tahapan proses pengembangan konservasi kawasan, serta peranan dan manfaatnya dalam pembangunan kawasan.
A. Pengertian, Konsep, Visi, Misi Penataan dan Revitalisasi Kawasan
1. Latar Belakang
Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan; Perubahan kimiawi berdampak terhadap air tanah dan air permukaan;
Perubahan morfologi dan topografi lahan; Perubahan iklim mikro yang disebabkan perubahan kecepatan angin, gangguan habitat biologi berupa flora dan fauna; Penurunan produktivitas tanah dengan akibat menjadi tandus atau gundul; Mengacu kepada perubahan tersebut perlu dilakukan upaya reklamasi dan revitalisasi untuk dikelola agar local economi development meningkat serta lingkungan menjadi lestari.
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara Pasal1 butir (1) disebutkan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pertambangan bahan-bahan galian dibedakan menjadi 8 (delapan) macam yaitu:
a)
Penyelidikan umum, adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.
b)
Eksplorasi, adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.
c)
Operasiproduksi, adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
d)
Konstruksi, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.
e)
Penambangan, adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/ atau batubara dan mineral ikutannya.
f)
Pengolahan dan pemurnian, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.
g)
Pengangkutan, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineraldan/atau batubara dari daerah tambang atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.
h)
Penjualan, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau batubara.
Usaha pertambangan ini dikelompokkan atas:
a)
Pertambangan mineral;dan
b)
Pertambangan batubara.
Mineral adalah senyawaan organik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifatfisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu. Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, diluar panasbumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah dan Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. Pertambangan batu bara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat d idalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.
Mengingat usaha pertambangan adalah devisa yang sangat besar bagi negara, serta merupakan sektor sumber daya alam yang sangat vital untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Untuk itu, suatu usaha pertambangan sudah seharusnya disertai dengan Revitalisasi Kawasan Bekas Pertambangan yang telah diperhitungkan secara matang serta sistem pengelolaan lingkungan hidup.
Bentuk Kerusakan Lahan:
a.
penurunan mutu lingkungan, berupa kerusakan ekosistem yang selanjutnya mengancam dan membahayakan kelangsungan hidup manusia itu sendiri.
b.
kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi buruk, seperti contohnya lapisan tanah tidak berprofil, terjadi bulk density (pemadatan), kekurangan unsur hara yang penting, pH rendah, pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan populasi mikroba tanah.
“Reklamasi” adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya.
Ekstraksi bahan mineral dengan tambang terbuka sering menyebabkan terpotongnya puncak gunung dan menimbulkan lubang yang besar.
Setelah mineral diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi galian yang lama. Batuan limbah yang dihasilkan digunakan untuk menutup lubang yang dihasilkan oleh galian sebelumnya.
|
Kegiatan eksploitasi |
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada kegiatan ekstraksi dan pembuangan limbah/waste:
a.
Luas dan kedalaman zona mineralisasi
b.
Jumlah batuan yang akan ditambang dan yang akan dibuang yang akan menentukan lokasi dan
desain penempatan limbah batuan.
c.
Kemungkinan sifat racun limbah batuan
d.
Potensi terjadinya air asam tambang
e.
Dampak terhadap kesehatan dan keselamatan, penyimpanan dan penggunaan bahan peledak dan
bahan kimia racun, bahan radio aktif di kawasan penambangan dan gangguan pernapasan akibat
pengaruh debu.
f.
Sifat-sifat geoteknik batuan dan kemungkinan untuk penggunaannya untuk konstruksi sipil.
g.
Kerusakan bentang lahan dan keruntuhan akibat penambangan bawah tanah.
h.
Terlepasnya gas methan dari tambang batubara bawah tanah.
|
Rehabilitasi Bekas Tambang |
Reklamasi tidak berarti akan mengembalikan seratus persen sama dengan kondisi rona awal.
Reklamasi juga bertujuan membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif.
Reklamasi lahan bekas tambang selain merupakan upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan pasca tambang, agar menghasilkan lingkungan ekosistem yang baik dan diupayakan menjadi lebih baik dibandingkan rona awalnya, dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian yang masih tertinggal.
|
KEGIATAN PROSPEKSI |
Permasalahan yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan rencana reklamasi meliputi :
a.
Pengisian kembali bekas tambang, penebaran tanah pucuk dan penataan kembali lahan bekas
tambang serta penataan lahan bagi pertambangan yang kegiatannya tidak dilakukan pengisian
kembali
b.
Stabilitas jangka panjang, penampungan tailing, kestabilan lereng dan permukaan timbunan,
pengendalian erosi dan pengelolaan air
c.
Keamanan tambang terbuka, longsoran, pengelolaan B3 dan bahaya radiasi
d.
Karakteristik kandungan bahan nutrient dan sifat beracun tailing atau limbah batuan yang dapat
berpengaruh terhadap kegiatan revegetasi
e.
Pencegahan dan penanggulangan air asam tambang,
f.
Penanganan potensi timbulnya gas metan dan emisinya dari tambang batubara
g.
Penanganan/penyimpanan bahan galian yang masih potensial untuk menjadi bernilai ekonomi baik
dalam kondisi in-situ, berupa tailing atau waste.
Rekonstruksi Tanah Untuk mencapai tujuan restorasi perlu dilakukan upaya seperti rekonstruksi lahan dan pengelolaan tanah pucuk.
Pada kegiatan ini, lahan yang masih belum rata harus ditata dengan penimbunan kembali (back filling) dengan memperhatikan jenis dan asal bahan urugan, ketebalan, dan ada tidaknya sistem aliran air (drainase) yang kemungkinan terganggu.
Lereng dari bekas tambang dibuat bentuk teras, selain untuk menjaga kestabilan lereng, diperuntukan juga bagi penempatan tanaman revegetasi.
|
Kegiatan eksplorasi |
|
Kegiatan eksplorasi |
Revegetasi
a.
Perbaikan kondisi tanah meliputi: perbaikan ruang tubuh, pemberian tanah pucuk dan bahan
organik serta pemupukan dasar dan pemberian kapur.
b.
Kendala yang dijumpai dalam merestorasi lahan bekas tambang yaitu masalah fisik (tekstur dan
struktur tanah), kimia (reaksi tanah (pH), kekurangan unsur hara, dan mineral toxicity), dan
biologi (penutupan vegetasi dan tidak adanya mikroorganisme potensial.
c.
Secara ekologi, spesies tanaman lokal dapat beradaptasi dengan iklim setempat tetapi tidak untuk
kondisi tanah. Untuk itu diperlukan pemilihan spesies yang cocok dengan kondisi setempat,
terutama untuk jenis-jenis yang cepat tumbuh, misalnya sengon, yang telah terbukti adaptif untuk
tambang.
d.
Dengan penanaman sengon minimal dapat mengubah iklim mikro pada lahan bekas tambang
tersebut. Untuk menunjang keberhasilan dalam merestorasi lahan bekas tambang, maka dilakukan
langkah-langkah seperti perbaikan lahan pra-tanam, pemilihan spesies yang cocok, dan
penggunaan pupuk.
e.
Untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman pada lahan bekas tambang, dapat
ditentukan dari persentasi daya tumbuhnya, persentasi penutupan tajuknya, pertumbuhannya,
perkembangan akarnya, penambahan spesies pada lahan tersebut, peningkatan humus,
pengurangan erosi, dan fungsi sebagai filter alam.
Penanganan Potensi Air Asam Tambang
a.
Pembentukan air asam cenderung intensif terjadi pada daerah penambangan, hal ini dapat dicegah
dengan menghindari terpaparnya bahan mengandung sulfida pada udara bebas.
b.
Pencegahan pembentukan air asam tambang dengan melokalisir sebaran mineral sulfida sebagai
bahan potensial pembentuk air asam dan menghindarkan agar tidak terpapar pada udara bebas.
Sebaran sulfida ditutup dengan bahan impermeable antara lain lempung, serta dihindari terjadinya
proses pelarutan, baik oleh air permukaan maupun air tanah.
c.
Produksi air asam sulit untuk dihentikan sama sekali, akan tetapi dapat ditangani untuk mencegah
dampak negatif terhadap lingkungan. Air asam diolah pada instalasi pengolah untuk menghasilkan
keluaran air yang aman untuk dibuang ke dalam badan air. Penanganan dapat dilakukan dengan
bahan penetral misalnya batugamping, yaitu air asam dialirkan melewati bahan penetral untuk
menurunkan tingkat keasaman.
Pengaturan Drainase
a.
Drainase pada lingkungan pasca tambang dikelola secara seksama untuk menghindari efek
pelarutan sulfida logam dan bencana banjir yang sangat berbahaya, dapat menyebabkan rusak atau
jebolnya bendungan penampung tailing serta infrastruktur lainnya.
b.
Kapasitas drainase harus memperhitungkan iklim jangka panjang, curah hujan maksimum, serta
banjir besar yang biasa terjadi dalam kurun waktu tertentu baik periode waktu jangka panjang
maupun pendek.
c.
Arah aliran yang tidak terhindarkan harus meleweti zona mengandung sulfida logam, perlu
pelapisan pada badan alur drainase menggunakan bahan impermeabel. Hal ini untuk
menghindarkan pelarutan sulfida logam yang potensial menghasilkan air asam tambang.
KEGIATAN PROSPEKSI
Tataguna Lahan Pasca Tambang
a.
Lahan bekas tambang tidak selalu dikembalikan ke peruntukan semula. Hal ini tertgantung pada
penetapan tata guna lahan wilayah tersebut.
b.
Pekembangan suatu wilayah menghendaki ketersediaan lahan baru yang dapat dipergunakan untuk
pengembangan pemukiman atau kota. Lahan bekas tambang bauksit sebagai salah satu contoh,
telah diperuntukkan bagi pengembangan kota Tanjungpinang
Kegiatan utama pada lahan pasca tambang Reklamasi lahan yang dilakukan dengan mengurug kembali lubang tambang serta melapisinya dengan tanah pucuk, dan revegetasi lahan serta diikuti dengan pengaturan drainase dan penanganan/pencegahan air asam tambang.
Penataan dan Revitalisasi Kawasan lahan bekas tambang disesuaikan dengan penetapan tataruang wilayah bekas tambang. Lahan bekas tambang dapat difungsikan menjadi kawasan lindung ataupun budidaya.
Lahan pasca tambang memerlukan penanganan yang dapat menjamin perlindungan terhadap lingkungan, khsususnya potensi timbulnya air asam tambang, yaitu dengan mengupayakan batuan mengandung sulfida tidak terpapar pada udara bebas, serta mengatur drainase.
Diupayakan agar tidak ada bahan tambang ekonomis yang masih tertinggal. Hal ini terutama bahan galian yang potensial mengundang masyarakat atau PETI untuk memanfaatkannya, sehingga akan mengganggu proses reklamasi, maka perlu disterilkan terlebih dahulu dengan menambang dan mengolahnya.
“Revitalisasi Kawasan” adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kawasan yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Menurut Prof. Danisworo, skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra tempat).
Kegiatan konservasi bisa berbentuk preservasi dan pada saat yang sama melakukan pembangunan atau pengembangan, restorasi, replikasi, reskontruksi, revitalisasi dan atau penggunaan untuk fungsi baru suatu aset masa lalu. Untuk melakukannya perlu upaya lintas sektoral, multidimensi dan disiplin serta berkelanjutan. Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja, tapi juga harus dilengkapi dengan peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada. Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat. Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek formalitas yang memerlukan adanya partisipasi masyarakat, selain itu masyarakat yang terlibat tidak hanya masyarakat di lingkungan kawasan tertata, tapi masyarakat dalam arti luas. Untuk itu, perlu mekanisme yang jelas. Aspek lain yang penting dan sangat berperan dalam revitalisasi, yaitu penggunaan peran teknologi informasi, khususnya dalam mengelola keterlibatan banyak fihak untuk menunjang kegiatan revitalisasi.
Kegiatan revitalisasi dapat dilakukan dari aspek keunikan lokasi dan tempat bersejarah. Demikian juga, revitalisasi juga dilakukan dalam rangka untuk mengubah citra suatu kawasan.
Skala upaya revitalisasi bisa terjadi pada tingkatan mikro kawasan, seperti pada sebuah jalan, atau bahkan skala bangunan, akan tetapi juga bisa mencakup kawasan yang lebih luas. Apapun skalanya tujuannya adalah sama, yaitu memberikan kehidupan baru yang produktif yang akan mampu memberikan kontribusi positif pada kehidupan sosial-budaya, terutama kehidupan ekonomi kawasan
1. Pertambangan Mineral Meliputi :
a. Pertambangan Mineral Radioaktif
b. Pertambangan Mineral Logam
c. Pertambangan Mineral Bukan Logam
d. Pertambangan Batuan
2. Pertambangan Batubara
Dampak Pertambangan kepada Tanah
1. Penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran, drainase yang buruk.
2. Tanah memiliki karakteristik yang berhidrokarbon tinggi, zat meracun tinggi, kadar hara rendah, hancuran batuan, sifat fisika, kimia dan biologi yang jelek.
3. Tanah berlubang dengan ukuran yang besar dan sangat sulit untuk diperbaharui.
4. Pencemaran limbah menyebabkan tanah menjadi sulit untuk diolah.
1. Konsep Pengelolaan Pertambangan
Menyadari bahwa industri pertambangan adalah industri yang akan terus berlangsung sejalan dengan semakin meningkatnya peradaban manusia, maka yang harus menjadi perhatian semua pihak adalah bagaimana mendorong industri pertambangan sebagai industri yang dapat memaksimalkan dampak positif dan menekan dampak negatif seminimal mungkin melalui konsep pengelolaan usaha pertambangan berwawasan jangka panjang. Berdasarkan pada pengamatan dan pengalaman Sudrajat (2010), munculnya sejumlah persoalan yang mengiringi kegiatan usaha pertambangan di lapangan diantaranya:
Sudrajat (2010), menyatakan bahwa dalam menjalankan pengelolaan dan pengusahaan bahan galian harus dilakukan dengan cara yang baik dan benar (goodmining practice). Good mining practice meliputi:
a)
Penetapan wilayah pertambangan,
b)
Penghormatan terhadap pemegang hak atas tanah,
c)
Aspek perizinan,
d)
Teknis penambangan,
e)
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3),
f)
Lingkungan,
g)
Keterkaitan hulu-hilir/konservasi/nilai tambah,
h)
Pengembangan masyarakat/wilayah di sekitar lokasi kegiatan,
i)
Rencana penutupan pasca tambang,
j)
Standardisasi.
2. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan berprikemanusiaan. Ketersediaan sumberdaya alam dalam meningkatkan pembangunan sanga tterbatas dan tidak merata, sedangkan permintaan sumberdaya alam terus meningkat, akibat peningkatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan penduduk.(Syahputra,2005)
Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 78Tahun2010 tentang reklamasi dan pasca tambang prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan meliputi:
a.
Perlindungan terhadap kualitas airpermukaan,air tanah, airlaut, dan tanah serta udara
berdasarkan standar baku mutu atau criteria baku kerusakan lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan;
b.
Perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati;
c.
Penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan
bekas tambang, dan struktur buatan lainnya;
d.
Pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya;
e.
Memperhatikan nilai-nilai sosial dan budaya setempat; dan
f.
Perlindungan terhadap kuantitas air tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dengan Orientasi kebijakan lingkungan yang umum dikenal adalah orientasi kebijakan memenuhi peraturan lingkungan (complianceoriented) dan yang berusaha melebihi standar peraturan tersebut (beyondcompliance) diharapkan dapat memajukan pembangunan nasional seperti yang dicita-citakan
2.
Konsep Penataan dan Revitalisasi Kawasan Bekas Pertambangan
Sebagai warisan sejarah, kekuatan penataan dan revitalisasi kawasan
Kawasan :
a.
People And Buildings (Spiro Kostof)
b.
Content (Man & Society) And Container (Shell,Network,Nature ) (Constantinos Doxiadis)
c.
Place (Space With Human Value) And Space (Artefact Value) (R. Trancyk)
d.
Pembangunan Kawasandan Sejarah Kawasan terbangun dalam proses sejarah meninggalkan warisan yang terseleksi sebagai puncak peradaban (Artefact dn Non Artefact)
e.
(Elemen fisik 50 th ke atas merupakan indikasi suatu benda yang telah “menjadi kekuatan sejarah”, sebagai monumen : “sesuatu yang dihargai “, yang mempunyai kekuatan : citra, identitas/ciri )UU RI 5/1992, Benda Cagar Budaya
3.Visi, Misi Konservasi dalam Revitalisasi Kawasan Bekas Pertambangan
a. VISI :
Memanfaatkan warisan kekuatan masa lalu untuk masa sekarang dan masa depan
b. Misi :
1).
Memelihara warisan kekuatan masa lalu
2).
Meletakan konsep konservasi warisan kekuatan masa lalu dalam perspektip kebutuhan masa
sekarang dan masa depan
3).
Merajut warisan kekuatan lama, sekarang dan masa depan
4).
Mengetahui konsep Pengelolaan Pertambangan
5).
Mengetahui kebijakan Pengelolaan Lingkungan.
4. Nilai Konservasi Suatu Monumen Sejarah
a.
Nilai Monumental dan Evolusi Sejarahnya (le valeur monumental et l’evolution historique)
b.
Nilai rememorasi (la valeur de remémoration) :
1).
Nilai ketuaan (la valeur d’ancienneté).
2).
Nilai sejarah (la valeur historique).
3).
Nilai remémorasi intensional (la valeur de remémoration intentionnelle).
c.
Nilai-nilai pembaharuan (comtemporanéité).
1).
Nilai penggunaan (la valeur d’usage).
2).
Nilai seni (la valeur d’art).
5.Place
Place Adalah Suatu Tempat :
a.
Ruang buatan manusia atau alam yang telah tergores dan menyatu dengan hidupan manusianya.
b.
Place mewariskan identitas budaya kehidupan yang menciptakan kecirian yang tidak dapat
diproduksi lagi.
c.
Identitas sesuatu kekuatan ciri hasil sejarah yang mempunyai vitalitas kehidupan yang “abadi“,
d.
L’avenir Du Passé masa depan dari masa lalu.
6. Sejarah Kebudayaan Dalam Ruang (Historic Of Place)
a.
Jejak Aktivitas (Sejarah) masa lalu perkembangan kehidupan manusia (Man And Society)
b.
Menciptakan karya-karya Artefact of Man Made Space.
c.
Menentukan lokasi dan mengolahalam, menggores ruang site, yang akhirnya menciptakan
”P L A C E”.
7 Jenis Jenis Konservasi
a.
Preservasi: menjaga keadaan yang asli obyek dan menjaga dari kerusakan.
b.
Restorasi:mengembalikan obyek kebentuk aslinya dengan menghilangkan tambahan-tambahan
yang tidak asli atau mengumpulkan kembali komponen-komponen asli tanpa menambah
material atau komponen baru.
c.
Rekonstruksi: mengembalikan suatu obyek semirip mungkin kepada keadaan semula dengan
menggunakan bahan lama atau baru.
d.
Adaptasi: merubah suatu obyek, tidak menuntut perubahan drastis,untuk beradaptasi kepada
kondisi yang dibutuhkan.
e.
Revitalisasi: merubah suatu obyek dengan kesesuaian terhadap yang asli dalam rangka
mengembalikan vitalitasnya yang telah hilang.
B. “Pentingnya” Revitalisasi Kawasan
1.
Konsentrasi peran yang besar di kawasan terevitalisasi, tidak terlepas dari kenyataan bahwa
kawasan tertata merupakan lokasi yang paling efisien dan efektif untuk kegiatan produktif
sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana, tersedianya tenaga kerja, tersedianya dana
sebagai modal dan sebagainya.
2.
Dengan persediaan lahan yang semakin terbatas, maka gejala kenaikan harga lahan tak
terhindarkan lagi. Lahan telah menjadi suatu komoditas yang nilainya ditentukan oleh kekuatan
pasar.
3.
Lahan (topos) merupakan sumber daya utama kawasan yang sangat kritikal, disamping
pengadaannya yang semakin sangat terbatas, sifatnya juga tidak memungkinkan untuk diperluas.
Satu-satunya jalan keluar adalah mencari upaya yang paling sesuai untuk meningkatkan
kemampuan daya tampung lahan yang ada agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar lagi
bagi kelangsungan hidup kawasan yang lebih baik. Maka lahirlah upaya untuk mendaur-ulang
(recycle) lahan kawasan yang ada dengan tujuan untuk memberikan vitalitas baru,
4.
Pencagaran (conservation) aset budaya fisik dan non-fisik, sebagai dasar jatidiri masyarakat.
C. Menjual Kawasan Revitalisasi
Lahan (topos) merupakan sumber daya utama kawasan yang sangat kritikal, disamping pengadaannya yang semakin sangat terbatas, sifatnya juga tidak memungkinkan untuk diperluas. Satu-satunya jalan keluar adalah mencari upaya yang paling sesuai untuk meningkatkan kemampuan daya tampung lahan yang ada agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar lagi bagi kelangsungan hidup kawasan yang lebih baik. Maka lahirlah upaya untuk mendaur-ulang (recycle) lahan yang ada dengan tujuan untuk memberikan vitalitas baru, meningkatkan vitalitas yang ada atau bahkan menghidupkan kembali vitalitas (re-vita-lisasi) yang pada awalnya pernah ada, namun telah memudar. Hal terakhir inilah yang disebut revitalisasi
Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik dan aspek ekonomi dari bangunan maupun ruang. Revitalisasi fisik merupakan strategi jangka pendek yang dimaksudkan untuk mendorong terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi jangka panjang. Revitalisasi fisik diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik (termasuk juga ruang publik), namun tidak untuk jangka panjang. Untuk itu, tetap diperlukan perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi (economic revitalization) yang merujuk kepada aspek sosial-budaya serta aspek lingkungan (environmental objectives). Hal tersebut mutlak diperlukan karena melalui pemanfaatan yang produktif, diharapkan akan terbentuklah sebuah mekanisme perawatan dan kontrol yang langgeng terhadap keberadaan fasilitas dan infrastruktur kawasan.
1. “Mengapa” Menjual Kawasan Revitalisasi?
a.
Sejumlah pelayanan kawasan yang diberikan tidak dapat mencapai tingkatan akseptabilitas dari
beneficiaries seperti yang diharapkan
b.
Efisiensi berhubungan dengan penggunaan sumber daya ekonomi yang terbatas, sedangkan
efektifitas berhubungan dengan pencapaian hasil sesuai dengan kualitas dan maksudnya.
Kegiatan Penataan dan Revitalisasi Kawasan adalah mencapai kedua aspek ini semaksimal mungkin.
Isu efisiensi, efektifitas, akseptabilitas, perhatian terhadap lingkungan dan fragmentasi pelaksanaan merupakan hal yang perlu mendapat perhatian dalam Penataan dan Revitalisasi Kawasan.
Secara garis besar prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan untuk menjawab isu di atas:
1) Membuat lebih dekat proses pengambilan keputusan dan pembiayaan suatu program terhadap
kelompok sasaran. Hal ini untuk memperbaiki allocative efficiency program karena lebih
sensitifnya program terhadap variasi lokal dan lebih tajamnya perumusan. Pendekatan demikian
juga akan memperbaiki productive efficiency karena pembiayaan yang lebih langsung dari
kelompok sasaran akan meningkatkan akuntabilitas lokal.
2)
Adanya desentralisasi, yaitu untuk meningkatkan sensitifitas proses pengambilan keputusan dan
pelaksanaan suatu program terhadap kebutuhan kelompok sasaran, terutama kelompok miskin.
Prinsip inipun adalah untuk meningkatkan efektifitas.
3)
Adanya kompetensi yang sesungguhnya di dalam proses produksi untuk keperluan pengadaan
suatu program, sehingga efisiensi dari pelaksanaan dapat dijaga. Hal ini membutuhkan
keterlibatan sektor swasta dan dipergunakannya prinsip mekanisme pasar yang sehat untuk proses
produksi tersebut.
4)
Diperbaikinya sistem keuangan program, khususnya untuk memungkinkan dilibatkannya sumber
daya keuangan swasta untuk investasi dan untuk mendapatkan pemasukan yang selangsung
mungkin dan berkelanjutan dari kelompok sasaran untuk operasi dan pemeliharaan dari suatu
fasilitas yang diadakan melalui program Penataan dan Revitalisasi Kawasan.
5)
Dibangunnya sistem yang mengatasi masalah fragmentasi fungsional dan geografi.
6)
Dibangunnya sistem yang membuat program sensitif terhadap kepentingan lingkungan.
7)
Dipergunakannya teknologi tepat guna dan adanya kompetensi untuk pemilihan investasi, rancang
bangun dan pelaksanaan infrastruktur dan operasi serta pemeliharaannya. Hal ini dimaksudkan
untuk efisiensi dan efektifitas dari suatu kegiatan atau program.
2. Mengapa Perlu Menjual Kawasan untuk Direvitalisasi?
a.
Belum semua :kekayaan” kawasan dikenali, dikualifikasi dan dispesifikasi.
1)
Potensi kawasan potensi revitalisasi belum diidentiikasi dan diinventarisasi secara rinci dan
lengkap.
2)
Kekayaan dan potensi revitalisasi kawasan baru “dikemas” dalam format terbatas, belum untuk
“jualan”
b.
Potensi kekayaan kawasan revitalisasi yang ada belum “terjual” optimal.
1)
Potensi yang ada “dijual” dalam format dan kemasan “apa adanya”.
2)
Penjualan kekayaan budaya tidak dilkukan secara “terstruktur”, tetapi secara terlepas-lepas.
3. “Bagaimana” Menjual Potensi Kawasan Revitalisasi?
a.
Menjual dengan kerangka “Spasial”
b.
Kawasan revitalisasi terdiri atas berbagai kawasan bagian, yang dapat “distrukturkan”
c.
Dalam satu satuan manajemen kawasan
d.
Menjual dengan kerangka “Sektoral”
e.
Kehidupan urban terbagi atas berbagai “sektor” (segmen) yang merupakan satuan komunitas
manajemen kawasan
f.
Menjual layanan potensi revitalisasi kawasan dengan prinsip “cost recovery”
g.
“Produksi” dan “deliveri” layanan kawasan revitalisasi dilakukan dengan dasar menghasilkan
kembalinya biaya produksi untuk layanan yang lebih baik/
h.
Disiapkan “satuan pengelola” kawasan yang memadai dan dapat menerima limpahan sebagian
urusan sektor-sektor.
i.
Kekayaan kawasan revitalisasi yang potensial dilimpahkan kepada satuan manajemen kawasan
profesional agar “penjualan” dapat menghasilkan kontrubusi pendapatan untuk membiayai
pelayanan prima.
j.
Diperbaikinya sistem keuangan program kawasan revitalisasi khususnya untuk memungkinkan
dilibatkannya sumber daya keuangan swasta untuk investasi dan untuk mendapatkan pemasukan
yang selangsung mungkin dan berkelanjutan dari kelompok sasaran untuk operasi dan
pemeliharaan dari suatu fasilitas yang diadakan melalui program tersebut.
D. Strategi, Model Penataan dan Revitalisasi Kawasan
1. Strategi Penataan dan Revitalisasi Kawasan
a.
Pemerintah menjadi pelopor untuk memicu/mengawali kegiatan revitalisasi kawasan (lama)
dengan cara melakukan penyiapan (technical assistance) dan pembangunan infrastuktur &
sarana kawasan.
b.
Dalam konsep revitalisasi kawasan, kontribusi pemerintah dimaksudkan untuk merangsang
(me-laverage) investasi swasta dan masyarakat sedemikian sehingga porto folio investasi di
kawasan (lama) bisa semakin menguntungkan.
c.
Revitalisasi fisik diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik (termasuk juga ruang-ruang
publik), namun tidak untuk jangka panjang. Untuk itu, tetap diperlukan perbaikan dan
peningkatan aktivitas ekonomi (economic revitalization) yang merujuk kepada aspek sosial-
budaya serta aspek lingkungan (environmental objectives).
d.
Strategi revitalisasi mutlak diperlukan karena melalui pemanfaatan yang produktif, diharapkan
akan terbentuklah sebuah mekanisme perawatan dan kontrol yang langgeng terhadap
keberadaan fasilitas dan infrastruktur kawasan.
BAB VII
Strategi, Model Penataan dan Revitalisasi Kawasan
Kompetensi :
Mahasiswa mampu memahamidanmengembangkan strategi, model Penataan dan Revitalisasi Kawasan, serta mengimplementasikan dalam suatu perencanaan.
1. Beberapa Model Penataan Dan Revitalisasi Kawasan
TINGKATAN PARTISIPASI
Peranserta masyarakat bukan sekedar “keikut-ikutan serta”
atau untuk mendukung aspek formalitas yang memerlukan adanya kata partisipasi
masyarakat semata.
Peranserta yang didukung pemahaman yang mendalam tentang
persoalan revitalisasi dan konservasi.
Pemahaman yang dimulai dari pengetahuan aspek kesejarahan
yang terkandung di kawasan, atau nilai berharga yang dimiliki hingga apa yang
perlu mereka lakukan saat ini dan nanti.
Mekanisme untuk melibatkan mereka perlu dipersiapkan
dengan jelas. Perlu dicatat di sini, masyarakat yang terlibat bisa jadi tidak
hanya yang berada di kawasan revitalisasi. Mereka yang memiliki hubungan emosi
atau kepedulian dengan tempat tersebut akan menuntut haknya sebagai orang yang
perlu dilibatkan pula.
Untuk itu, penggunaan teknologi informasi dalam mengelola
keterlibatan banyak pihak (stakeholders) ini sanggat diperlukan. Termasuk
mendukung semangat konservasi yang harus mampu mengelola perubahan, dokumentasi
sumber daya budaya dari waktu ke waktu penting disebarluaskan untuk dipahami
semua pihak.
Berkaitan proses learning by doing melalui saling pembelajaran dalam desain
revitalisasi kawasan upaya untuk mengembalikan serta menghidupkan kembali
vitalitas yang pernah ada pada kawasan kota yang mengalami degradasi, melalui
intervensi fisik dan nonfisik (rehabilitasi ekonomi, rekayasa sosial-budaya
serta pengembangan institusional), maka perlu disimak tingkatan partisipasi
masyarakat:
tingkat saling mengerti, penting untuk memahami fungsi
dan sikap masing-masing guna mengembangkan kerjasama;
tingkat penasehatan/pemberian saran, berlangsung setelah
saling mengerti;
tingkat otoritas, menentukan keputusan pelaksanaan
kegiatan setelah pertimbangan terhadap gagasan yang timbul dari peserta
partisipasi.
Jenjang Partisipasi
Revitalisasi fisik diyakini dapat meningkatkan kondisi
fisik (termasuk juga ruang-ruang publik), namun tidak untuk jangka panjang.
Untuk itu, tetap diperlukan perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi
(economic revitalization) yang merujuk kepada aspek sosial-budaya serta aspek
lingkungan (environmental objectives).
Hal tersebut mutlak diperlukan karena melalui pemanfaatan
yang produktif, diharapkan akan terbentuklah sebuah mekanisme perawatan dan
kontrol yang langgeng terhadap keberadaan fasilitas dan infrastruktur kota.
Kesadaran lingkungan hidup masyarakat belum naik sesuai dengan harapan. Maka, orang pun bertanya, bagaimana sesungguhnya mengelola lingkungan hidup secara tepat? Bagaimana mengelola kawasan bekas tambang: mengelola lingkungan hidup bergulir, yaitu mengatur diri sendiri. Sebelum sampai pada cara mengatur diri sendiri tersebut, bagaimana kondisi lingkungan hidup mutakhir dan apa makna sistem pengelolaan lingkungan hidup. Penting adanya pemahaman bagaimana solusi pemecahan masalah kerusakan lahan bekas tambang dengan proses penataan dan revitalisasi bekas tambang dengan berpegangan konsep mengatur diri sendiri dalam pengelolaan lingkungan hidup?
Sistem Pengelolaan Lingkungan Hidup
Sikap dan perilaku manusia terhadap lingkungan hidup sangat didominasi oleh pertimbangan ekonomi, baik ekonomi perorangan maupun ekonomi negara. Tujuan ekonomi bahkan berlebihan sehingga mendorong terjadinya over exploitation tanpa diikuti oleh tindakan perlindungan yang memadai. Sikap dan perilaku itu juga dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan atau lebih tepatnya kurangnya penghargaan masyarakat tentang fungsi ekologi lingkungan yang memberikan layanan pada manusia. Akibatnya terjadi kerusakan lingkungan hidup yang parah dan mengancam perikehidupan negara kita. Oleh karena itu sikap dan perilaku tersebut harus dirubah menjadi ramah lingkungan yang tetap memperhatikan pembangunan ekonomi (Soemarwoto, 2001).
Upaya pengelolaan lingkungan hidup yang bijaksana menurut Soemarwoto (2001) dilakukan dengan sistem pengelolaan sebagai berikut :
Instrumen pengaturan dan pengawasan (atur dan awasi-ADA). Tujuannya adalah mengurangi pilihan pelaku dalam usaha pemanfaatan lingkungan hidup, misalnya dengan zonasi, preskripsi teknologi tertentu dan pelarangan kegiatan yang merusak lingkungan hidup. Pemerintah membuat peraturan dan mengawasi kepatuhan pelaksanaannya. Hal ini dikenal dengan sistem Atur dan Awasi (ADA) atau command and control (CAC).
Instrumen Ekonomi. Tujuannya ialah mengubah nilai untung relatif terhadap rugi bagi pelaku dengan memberikan insentif-disinsentif ekonomi. Contohnya adalah pengurangan pajak untuk produksi dan penggunaan alat yang hemat energi, pemungutan retribusi limbah dan denda untuk pelanggaran peraturan.
Instrumen Persuasif yaitu mendorong masyarakat secara persuasif, bukan paksaan. Tujuannya untuk mengubah persepsi hubungan manusia dengan lingkungan hidup ke arah memperbesar untung relatif terhadap rugi. Instrumen ini terdiri atas pendidikan, pelatihan, penyebaran informasi melalui media cetak dan elektronik serta ceramah umun dan dakwah agama
Atur Diri Sendiri (ADS). Maknanya adalah tanggung jawab menjaga kepatuhan dan penegakkan hukum banyak ditanggung oleh masyarakat. Pendekatan ini dipelopori oleh dunia usaha yang sadar akan lingkungannya. Hal ini karena adanya dorongak kuat dari masyarakat terhadp para pelaku usaha untuk berlaku ramah lingkungan, sehingga para pelaku usaha mengembangkan kode praktik pengelolaan lingkungan sukarela (voluntary environmental practice code).
Proses demokratisasi pengelolaan lingkungan hidup harus terus bergulir. Sistem PLH yang berubah dari ADA (atur dan awasi) menjadi ADS (Atur diri sendiri) terus menguat. Masyarakat madani dengan aktif dan berprakarsa menyusun kode praktik pengelolaan lingkungan hidup. Kelenturan memberi peluang untuk ber-evolusi dengan dinamis seiring perkembangan lingkungan hidup fisik dan sosial ekonomi budaya. Pengalaman keberhasilan dan kegagalan diolah dan dijadikan masukan untuk mengoreksi dan menyempurnakan proses evolusi kode praktik pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam kehidupan sehari hari, perilaku pro lingkungan dan pro sosial makin menguat. Instrumen suasif makin berkembang terutama dengan memberdayakan masyarakat untuk dengan terus menerus mencari dan memproses informasi baru.
Ilmu dan teknologi pun terlepas dari belenggu dan bergerak maju dengnan dinamis. Penerapan pembukuan llingkungan hidup, eko-efisiensi dan ekologi industri makin mendapat tempat dikalangan para pelaku usaha. Hasilnya profit per unit produk makin meningkat, sementara biaya pembangunan dan dampak lingkkungan hidup per-unit produk semakin menurun.Antara petani, buruh, pekerja dan industri besar hidup bersimbiosis dalam proses ekologi industri dan bersinergi meningkatkan kinerja lingkungan hidup dan ekonomi. Pembangunan ramah lingkungan pun makin melaju. Sesuai keperluannya, masyarakat menentukan pilihannya dengan bijaksana apakah naik sepeda, mobil, pesawat, kereta api dsb. Semua diberi kesempatan dengan adil, tak ada lagi anak emas dan tak ada lagi anak tiri.
Budaya silih asah, silih asih dan silih asuh (saling menyayangi, saling memberdayakan dan salling mengasuh) dengan vitalitas tinggi untuk maju. Maka baldatun thoyyibatun warobbun gofur insya Allah tercapai. Inilah tatapan ke masa depan dan harapan masa depan dari tinjauan lingkungan hidup yang selaras.
(dikutip dari buku OttoSoemarwoto, 2001, Atur Diri Sendiri. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta)
Solusi
Penataan dan Revitalisasi Kawasan
Selanjutnya, dalam menentukan solusi Penataan dan
Revitalisasi Kawasan dapat dilakukan analisis dengan metode TRIZ yang digunakan
dalam upaya untuk perbaikan terhadap variabel yang menjadi prioritas perbaikan
kawasan penataan.
Triz adalah Solusi Terbaik Pemecahan Masalah
Konsep ini diperkenalkan oleh Genrich Saulovich
Altshuller pada tahun 1946. Triz berasal dari bahasa Rusia, yaitu Teorija
Resenija Isobretatelskih Zadac. Triz adalah salah satu metode pemecahan masalah
berdasarkan logika dan data, yang mempercepat kemampuan tim dalam memecahkan
masalah secara kreatif.
Seperti definisinya, tujuan Triz adalah menciptakan
masalah secara kreatif. Konsep dasarnya sendiri terdiri dari kontradiksi, idealistis, dan level of
inventation. “Kontradiksi”
berarti pertentangan. Hal ini biasanya muncul ketika kita melakukan peningkatan
pada salah satu parameter, namun menyebabkan parameter yang lain menjadi turun.
Kontradiksi sendiri terbagi menjadi 2, yaitu kontradiksi teknis dan kontradiksi
fisik.
Kontradiksi
teknis adalah kontradiksi yang membahas mengenai proses dari suatu sistem. Kontradiksi fisik adalah kontradiksi
yang membahas mengenai bentuk suatu elemen dari sistem. Idealistis berarti, hasil akhir ideal tercapai setelah kontradiksi
terselesaikan.
Ada 5 level of inventation, yaitu level 5 mengenai
penemuan fenomena baru. Level 4 adalah penemuan di luar paradigma rancangan
yang memerlukan teknologi baru dari bidang pengetahuan yang berbeda. Level 3
adalah penemuan di dalam paradigma rancangan yang memerlukan penyelesaian
kontradiksi fisik. Level 2 adalah perbaikan dengan penemuan yang memerlukan
penyelesaian kontradiksi teknis. Level 1 adalah solusi yang nyata dihasilkan
dari perbaikan yang sederhana.
Langkah yang digunakan dalam penyelesaian masalah dengan
menggunakan Triz adalah mengidentifikasi
masalah terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar kita paham
terhadap masalah yang sedang kita hadapi. Sehingga kita mengetahui tujuan yang ingin kita capai nantinya.
Langkah kedua adalah menentukan
masalah dan memformulasikannya.
Hal ini dilakukan dengan mengembangkan
masalah dalam bentuk kontradiksi. Setelah terbentuk kontradiksi, maka
langkah ketiga adalah mengatasi
kontradiksi. Hal ini merupakan salah satu langkah menyelesaikan masalah.
Setelah kontradiksi terselesaikan, maka kita akan memperoleh hasil dan dapat
membuat penataan dan revitalisasi
kawasan untuk diuji coba.
Penggunaan Triz memerlukan arahan dasar inovasi, yang
biasa disebut 40 inventive principles.
Hal ini terdiri dari, segmentation,
separation, local quality, symmetry change, merging, multifunctional, nested
doll, weight compensation, preliminary counteraction, peliminary action. Selain
itu juga terdiri dari before
compensation, equipotentially, the other way around, curvature increase,
dynamic parts, partial or excessive
action, imensionality change, mechanical vibration, periodic action, continuity
of useful action.
Ada lagi hurrying,
blessing in disguise, feedback, Intermediary, self-service, copying, cheap
disposables, mechanical interaction substitution, pneumatics and hydraulics,
flexible shells and thin films. Terakhir adalah porous materials, optical property changes, homogeneity, discarding and
recovering, parameter changing, phase transitions, thermal expansion, strong oxidants,
inert atmosphere, dan composite materials.
Triz menawarkan teknik-teknik yang membantu menganalisa
situasi penataan dan revitalisasi kawasan. Triz mengenalkan cara berpikir baru
untuk memecahkan masalah tersulit revitalisasi kawasan bekas pertambangan.
Pemecahan masalah tidak cukup dengan teknik-teknik, namun diperlukan juga
kemampuan untuk mengenali masalah sebagai bagian sistem, dengan tingkat level
sistem yang berbeda. Triz disusun dari tiga pilar, yaitu logika analitis,
berbasis pengetahuan, dan cara berpikir sistematis.
Teknik yang digunakan oleh metode Triz antara lain, teknik analitis. Teknik ini membantu
mengelola kerumitan masalah. Selain itu, juga melihat masalah dari sudut
pandang yang berbeda. Kemudian memahami penyebab nyata suatu masalah dan
merumuskan masalah secara benar. Teknik ini juga digunakan untuk memprediksi
masalah-masalah yang akan datang hasil revitalisasi kawasan bekas pertambangan.
Selain itu, ada juga yang dinamakan teknik pemecahan masalah inventif dan
penyusunan ide yang menjelaskan metode pemecahan masalah inventif. Ada lagi
yang menggunakan dasar pengetahuan Triz. Hal ini mengenai panduan dari strategi
solusi memecahkan masalah yang kuat. Teknik ini juga bisa digunakan untuk
memecahkan masalah baru revitalisasi kawasan bekas pertambangan, agar ide untuk
pemecahan masalah baru dapat muncul dengan cepat.
Selain itu, ada juga yang menggunakan teori evolusi
teknologi. Teori ini berisi teknik untuk meramalkan evolusi produk/ teknologi dalam
kawasan terevitalisasi di masa depan. Selain itu, juga dapat digunakan untuk
mengetahui alat untuk mengeksplorasi potensi inovatif dari sistem. Serta juga
dapat membangkitkan ide-ide baru seiring perkembangan jaman.
Tahapan
dalam metode TRIZ adalah:
1. perumusan kontradiksi melalui abstraksi
masalah,
2. gambaran ide solusi dan
3. menginterpretasikan solusi umum dalam
masalah yang spesifik yang dihadapi kawasan penataan;
tahapan ini menggunakan bantuan Tabel Kontradiksi 39
Parameter dan 40 Principle with Application in Service Operation Management.
Dari hasil analisis perbaikan dengan menggunakan TRIZ didapatkan usulan-usulan
perbaikan yang kemudian didiskusikan kepada tim penataan dan revitalisasi
kawasan dan diperoleh inisiasi perbaikan yang siap untuk diimplementasikan.
Tujuan sebenarnya dari pengembangan TRIZ adalah untuk menciptakan suatu
metode penyelesaian permasalahan yang kreatif dalam penataan dan revitalisasi
kawasan. TRIZ telah sukses dalam menciptakan sistem baru metodologi yang
melebihi level “tahu bagaimana untuk menemukan”, tetapi bahkan bisa
menyelesaikan.
Model TRIZ
Model dasar untuk penyelesaian masalah dalam TRIZ diilustrasikan pada
gambar berikut.
|
Gambar: Model Dasar TRIZ |
Model dasar TRIZ menggunakan 5 buah konsep, yaitu:
1.
Kontradiksi, menyelesaikan sebuah masalah berarti membuang kontradiksi.
2.
Sumber daya, sumber daya tersedia tetapi tidak dipakai, energi, sifat atau benda lain dalam atau di
dekat sistem dapat digunakan untuk menyelesaikan kontradiksi.
3.
Hasil akhir ideal, dicapai pada saat kontradiksi diselesaikan. Fitur yang diinginkan harus
diperoleh tanpa kompromi.
4.
Pola evolusi, dapat digunakan untuk mendapatkan ide baru dan memprediksi sistem.
5.
Prinsip-prinsip
inovatif, memberikan isyarat konkrit bagi solusi.
Saat
Genrich Altshuller menyelesaikan penelitian dasar paten dunia, dia membuat 4 pengamatan utama:
• Ada lima level invention:
1.
Level 5 : menemukan
fenomena baru
2.
Level 4 : penemuan di luar paradigma rancangan memerlukan
teknologi baru dari bidang
pengetahuan yang berbeda
3.
Level 3 : penemuan di dalam paradigma rancangan yang memerlukan penyelesaian
kontradiksi
fisik
4.
Level 2 : perbaikan dengan penemuan yang memerlukan penyelesaian
kontradiksi teknis
5.
Level 1 :
solusi nyata (tidak ada inovasi) dihasilkan dalam perbaikan yang sederhana
•
Permasalahan inventive mengandung setidaknya satu kontradiksi. Altshuller mengenalkan bahwa permasalahan desain penataan dan revitalisasi kawasan yang sama termasuk kontradiksi yang ditujukan oleh sejumlah penemuan dalam area industri bekas tambang yang berbeda-beda. TRIZ menciptakan suatu bentuk yang mewakili inti permasalahan, yaitu, kontradiksi teknis, dan menyediakan suatu tabel petunjuk yang berguna untuk solusi. Kontradiksi teknis adalah suatu kasus dimana jika kita mencoba meningkatkan suatu aspek (atau parameter) sistem, aspek lain akan mengalami penurunan.
•
Prinsip yang sama digunakan dalam beberapa desain
inventive dan oleh karena itu dapat dipertimbangkan pola pemecahannya. Suatu prinsip
inventive adalah best practice yang telah digunakan dalam beberapa penerapan penataan dan revitalisasi kawasan.
•
Ada pola perkembangan yang baku. Untuk
merevitalisasi kawasan, penting untuk meramalkan dan membuat analogi ke situasi masa depan pada konsep yang sama dalam hal fungsionalitas desain. Perkembangan sebelumnya dari desain diuji dan kemudian sebuah analogi diterapkan untuk memprediksi masa depan
desain penataan dan revitalisasi kawasan yang dikaji.
TRIZ meliputi empat tool analitik yang tentunya dapat juga digunakan untuk menyusun permasalahan inovatif dan enam tool berbasis pengetahuan yang digunakan untuk menunjuk arah
konsep penyelesaian revitalisasi kawasan.
Dalam TRIZ, terdapat 40 prinsip pemecahan masalah, untuk permasalahan inventif yang kompleks. Ke-40 prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Segmentation (fragmentation)
2.
Separation
3.
Local quality
4.
Symmetry change (asymmetry)
5.
Merging (consolidation)
6.
Multifunctionality (universality)
7.
“Nested doll” (nesting)
8.
Weight compensation (anti-weight, counterweight)
9.
Preliminary counteraction (preliminary anti-action, prior counteraction)
10.
Preliminary action (prior action, do it in advance)
11.
Beforehand compensation (beforehand cushioning, cushion in advance)
12.
Equipotentially (bring things to the same level)
13.
“The other way around” (do it reverse, do it inversely)
14.
Curvature increase (spheroidality, spheroidality-curvature)
15.
Dynamic parts (dynamicity, dynamization, dynamics)
16.
Partial or excessive action (do a little less)
17.
Dimensionality change (another dimension)
18.
Mechanical vibration
19.
Periodic action
20.
Continuity of useful action
21.
Hurrying (skipping, rushing through)
22.
“Blessing in disguise” (convert harm into benefit)
23.
Feedback
24.
Intermediary (mediator)
25.
Self-service
26.
Copying
27.
Cheap disposables
28.
Mechanical interaction substitution (use of field)
29.
Pneumatics and hydraulics
30.
Flexible shells and thin films
31.
Porous materials
32.
Optical property changes (changing the color)
33.
Homogeneity
34.
Discarding and recovering
35.
Parameter changing (transformation of properties)
36.
Phase transitions
37.
Thermal expansion
38.
Strong oxidants (accelerated oxidation)
39.
Inert atmosphere (inert environment)
40.
Composite materials.
IV.
KEPUSTAKAAN
1.
Undang-Undang RI, No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya”
2.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara.
3.
Danisworo Muhammad, 2004, Guru Besar Perancangan Kota, Dep. Arsitektur, Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan, ITB. Bandung.
4.
Suharwanto, 2007. Laporan Resmi Pelatihan Peningkatan dan Pengembangan Mutu
Pembelajaran (P3M), Petrologi. UPN Veteran, Yogyakarta.
5. Soemarwoto Otto, 1999, Atur Diri Sendiri: Paradikma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
6.
Karen Gadd, 2011, TRIZ for Engineers Enabling Inventiv Problem Solving, Wiley, Manhattan.