Tika Febriana
114120011
Duri
adalah ibu kota kecamatan Mandau, kabupaten Bengkalis, Riau, Indonesia. Duri terletak di kecamatan Mandau, berada di lajur Jalan
Raya Lintas Sumatera, sekitar 120 km dari Pekanbaru dalam perjalanan menuju
Medan. Duri berbatasan langsung dengan Dumai di utara, kecamatan Pinggir di
selatan, dan kecamatan Rantau Kopar di barat. Dengan letak
wilayah kecamatan berada pada 100o56’10” lintang utara sampai dengan
101043’26” lintang utara dan 0056’10” bujur timur sampai
dengan 1028’17” bujur timur.
Gambar 1. Peta Provinsi Riau |
Kecamatan Duri merupakan salah satu kecamatan Terkaya di indonesia, karena bermilyar2 barrel Minyak bumi udah di keruk dari daerah ini sejak berpuluh-puluh tahun yang silam. Duri bukan kota besar seperti Bandung, Jakarta, ataupun Medan. Duri hanyalah kota kecil yang berada di Riau, ibukotanya Pekanbaru. Walaupun hanya kota kecil , tetapi Duri punya contribute besar dalam export minyak dunia dan menyumbang sekitar 60% produksi minyak mentah di Indonesia. Hal ini karena 90% wilayahnya merupakan penghasil minyak dibawah naungan PT.Chevron Pasific Indonesia.
Gambar 2 kondisi pasar tradisonal
Mandau
|
Dengan
terkenalnya kota Duri dengan sebutan kecamatan terkaya di Indonesia karena 90%
wilayahnya menghasilkan minyak bumi, namun fasilitas yang ada di kota tersebut
tidak memadai salah satu contohnya terdapat pasar tradisonal yang sangat
memprihatinkan keadaannya yaitu pasar tradisional Mandau. Pasar ini memiliki
tempat yang sempit, jorok dan menyebabkan jalan utama yang berada didekat pasar
tersebut selalu macet yang diakibatkan banyaknya pedagang kaki lima yang
berjualan dipinggir jalan utama yang menyebabkan jalan semakin sempit. Oleh
sebab itu dibutuhkan revitalisasi pasar agar pasar lebih tertata dan layak
untuk di pakai.
Gambar 3 kondisi pasar tradisonal Mandau |
Masalah
infrastruktur yang hingga kini masih menjadi masalah serius di pasar
tradisional adalah bangunan dua lantai yang kurang populer di kalangan pembeli,
kebersihan dan tempat pembuangan sampah yang kurang terpelihara, kurangnya
lahan parkir, dan buruknya sirkulasi udara. Belum lagi ditambah semakin
menjamurnya PKL yang otomatis merugikan pedagang yang berjualan di dalam
lingkungan pasar yang harus membayar penuh sewa dan retribusi. Kondisi pasar
tradisional pada umumnya memprihatinkan. 1 Faktor lain yang juga menjadi
penyebab kurang berkembangnya pasar tradisional adalah minimnya daya dukung
karakteristik pedagang tradisional, yakni strategi perencanaan yang kurang
baik, terbatasnya akses permodalan yang disebabkan jaminan (collateral) yang
tidak mencukupi, tidak adanya skala ekonomi (economies of scale), tidak ada
jalinan kerja sama dengan pemasok besar, buruknya manajemen pengadaan, dan
ketidakmampuan untuk menyesuaikan dengan keinginan konsumen.
Dengan program
revitalisasi pasar tradisional diharapkan akan membuat perkembangan pasar
tradisional tidak kalah dengan pasar modern dan akhirnya masyarakat merasa
terpenuhi dan terlayani kebutuhannya oleh pasar tradisional. Dan juga akan
tetap mempertahankan pasar tradisional sebagai pusat kegiatan ekonomi rakyat.
Gambar 2 kondisi pasar tradisonal Mandau |
Program revitalisasi
pasar tradisional haruslah tidak hanya dikaitkan dengan perbaikan sarana fisik
semata namun revitalisasi ini harus merupakan konsep yang menyeluruh dari semua
aspek dalam membenahi pasar tradisional. Karena sekarang ini yang terjadi
adalah revitalisasi pasar tradisional hanya berupa rehabitalisasi bangunan
fisik ataupun merelokasi pasar lama ke lokasi baru, dan inipun kebanyakan banyak
menggusur pedagang-pedagang lama karena tidak mampu membeli toko atau kios di
tempat yang baru tanpa ada bantuan pemodalan. Revitalisasi pasar tradisional
harus menjadikannya sebagai pusat ikon perekonomian suatu daerah, pasar
tradisional sebagai simbol kewirausahaan daerah, sebagai indikator ekonomi
suatu daerah, dan bahkan menjadi identitas sosial-ekonomi dan budaya bangsa.
Revitalisasi pasar tradisional harus dijalankan dengan berbagai aspek yang
bekerja secara paralel dan tidak parsial maupun tidak setengah-setengah.
Gambar 3. Pasar Tradisional
Terevitalisasi
|
Pertama
aspek tata kelola dan kelembagaan pasar. Tata kelola pasar tradisional yang
buruk menjadi hambatan revitalisasi dan berpotensi memandulkan program
perbaikan fisik pasar. Aspek tata kelola ini harus menentukan kedinasan mana
yang bertanggung jawab dalam program revitalisasi pasar tradisional ini dan
kedinasan tersebut harus melakukan koordinasi yang kuat dengan instansi,
kedinasan lainnya atau pihak penyedia jasa finansial dalam pelaksanaanya. Serta
juga harus ditentukan parameter-parameter pengukur keberhasilan kinerjanya.
Jangan sampai ada duplikasi program antar instansi atau antar kedinasan perihal
program revitalisasi ini. Kedua aspek finansial, yaitu penguatan pemodalan
kepada para pedagang, seperti akses terhadap jasa keuangan serta skema pembiayaannya.
Ini jangan hanya dijadikan program di atas kertas, tetapi benar-benar
diterapkan agar para pedagang yang sebagian besar dari kalangan menengah ke
bawah bisa meningkatkan permodalannya. Ketiga, aspek distribusi dan kontrol
kualitas barang yang sampai saat ini tidak pernah diprogramkan. Yang terakhir
atau aspek keempat ialah perbaikan sarana fisik dan infrastruktur pasar yang
selama ini menjadi andalan pemerintah dalam program revitalisasi pasar. Namun
perencanaan yang matang dan pengawasan yang ketat saat pembangunannya sangat
sekali perlu ditingkatkan agar nantinya fisik bangunan dan infrastruktur yang
bagus bisa digunakan dalam jangka
panjang dan tidak mubazhir.
panjang dan tidak mubazhir.
Gambar 3. Pasar Tradisional
Terevitalisasi
Revitalisasi
adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang
dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami
kemunduran/degradasi. (Harris, 2012). Seperti halnya pasar tradisional mandau
ini dengan adanya revitalisasi diharapkan mampu memenuhi segala kebutuhan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Laretna, Adishakti. 2002. Revitalisasi Bukan Sekedar “Beautification”.
Urdi Vol.13, www.urdi.org
(Urban and Reginal Development Institute)
Rizal Khoirul dkk. 2006. Revitalisasi pasar tradisional menjadi pasar
modern. Universitas Negri Yogyakarta