Oleh: Aswin Kurnia Ramadhan (114100041)
Kota
Yogyakarta sebagai salah satu kota dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan
yang tinggi memberikan berbagai permasalahan mengenai penataan dan pengelolaan
kawasannya. Salah satunya mengenai penataan dan pengelolaan air, di yogyakarta
penataan tata ruang air masih belum maksimal dan salah satunya adalah penataan
kawasan Kali Code.
Kali
Code yang bermata air di kaki Gunung
Merapi ini merupakan
salah satu sungai yang memiliki arti yang sangat penting bagi penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya daerah yang dilalui oleh Kali
Code ini. Dengan mata air yang berada di salah satu gunung yang aktif di dunia,
mata air ini dimanfaatkan untuk pengairan persawahan di Sleman , Bantul dan dipergunakan juga sebagai sumber
air minum. Dalam pengelolaan Sumber Daya Air, ada tiga wilayah/daerah teknis
atau hidrologis yaitu cekungan air tanah (CAT), daerah aliran sungai (DAS) dan
wilayah sungai (WS) (Kodoatie & Sjarief, 2010).
Dalam
pembangunan kawasan Kali Code disayangkan aspek lingkungan sekitar DAS masih belum
diperhatikan dengan baik. Proyek pengelolaan DAS yang kurang berhasil atau
gagal sama sekali, sering sekali disebabkan karena perencana proyek tersebut
kurang mampu dalam menentukan sasaran (Asdak, 1995). Pemanfaatan daerah bibir
sungai yang sangat eksploitatif membuat daerah tersebut rentan terhadap bencana
banjir, longsor dan melemahnya daya tanah aluvial pada daerah tersebut. Pada
daerah ini tingkat pertambahan penduduknya juga termasuk cepat dan semakin
padat setiap tahunnya. Bangunan yang didirikan hanya di atas tanah yang
merupakan hasil dari tepi sungai maupun badan sungai yang ditimbun tanah,
artinya bangunan-bangunan disekitar Kali Code kebanyakan adalah squatter (tidak legal dan tidak layak
huni). Tingkat kepadatan penduduk pada wilayah ini cukup tinggi, tercatat di RT
69/RW 19 Dusun Karang Anyar Kelurahan Bronto Kusuman yaitu sebesar 481 jiwa/ha.
Penduduk
yang terlalu padat akan membuat setiap orang menggunakan persediaan yang ada di
bumi seperti air, tanah, bahan bakar, logam, bahan makanan, dan yang pada
akhirnya akan mengakibatkan semua sumber tersebut habis jika tidak digunakan
seefisien dan sebijaksana mungkin (Ir.Philip kristanto, 2004). Jarak antara rumah hingga badan sungai terbilang sangat dekat
sehingga sebagian besar rumah warga berada di kawasan rawan longsor. Selain
itu, ditinjau dari segi kesehatan dan kualitas lingkungan, kepadatan yang cukup
tinggi tersebut menyebabkan komunitas Code rentan terhadap beberapa jenis
penyakit, terutama tuberkolosis (Chrysantina, 2004). Densitas ruang tinggi dikawasan
bantaran ini menyebabkan ruang terbuka sangat minim sekali, bahkan hampir tidak
ada open space yang dapat difungsikan
sebagai ruang community center bahkan
untuk sekedar lahan untuk bermain anak-anak. Kebutuhan akan ruang ini
seakan-akan dikesampingkan asalkan kebutuhan primer mereka yaitu kebutuhan adanya naungan tempat
tinggal terpenuhi.
Ruang terbuka publik di pusat kota sebagai urban void merupakan lambang dan wadah berkumpulnya masyarakat
serta merupakan representasi dari ikatan antara individu dengan lingkungan
sekitarnya (Trancik, 1986). Kondisi
ini makin diperparah karena setiap tahun penduduk dikawasan ini terus bertambah
yang tidak diimbangi dengan efektifitas penggunaan lahan.
Dan dari segi
kualitas air Kali Code juga sudah buruk hal ini dikarenakan masih kurangnya
kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan dan masih
banyaknya sisa endapan erupsi merapi yang terbawa oleh arus air dari hulu yang
terendapkan di Kali Code, Hal ini juga menyebabkan pendangkalan sungai yang
menambah resiko banjir pada wilayah bantaran kali. Setiap pembangunan harus memperhatikan
aspek-aspek lingkungan sebagai berikut (Devas and Rakodi, 1993):
·
Meminimalisasi dampak dari
pembangunan dan kegiatan-kegiatan pada perubahan ekologi.
·
Meminimalisasi resiko akibat
adanya perubahan-perubahan terhadap bumi, seperti kerusakan lapisan ozon,
pemanasan global yang disebabkan karbondioksida, perubahan iklim lokal yang
disebabkan banjir, kekeringan, penebangan liar.
·
Meminimalisasi polusi udara,
air, dan Tanah.
·
Adanya jaminan dan
pembangunan yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan
Karena hal-hal
tersebut semestinya dilakukan revitalisasi terhadap kawasan Kali Code. Hal yang
pertama harus diperbaiki adalah kualitas air yang berada pada daerah Kali Code
dengan sistem pengawasan sungai dari hulu hingga hilir karena hal ini terkait
mengenai penataan ruang air untuk sungai dibutuhkan pengawasan dari daerah yang
dilalui oleh aliran sungai tersebut. Pembersihan sungai menjadi hal yang harus
dilakukan untuk menghilangkan kesan kumuh di daerah tersebut maka harus diadakan
pendekatan sosial kepada masyarakat mengenai hal ini. Dan untuk memperbaiki
kualitas air yang dibuang disungai bisa dengan menerapkan taman ekoteknologi (ecotech garden).
Taman
ekoteknologi adalah teknik mengolah limbah grey
water menggunakan tanaman hias air (Ratna Hidayat, 2010). Aliran limbah
rumah tangga non kaskus (grey water)
yang masuk kedalam selokan dialirkan ke sebuah selokan atau bak penampungan di
pekarangan rumah warga, yanng ditanami tanaman hias air. Tanaman hias ini
nantinya akan mampu menyerap unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) yang terdapat
pada limbah tersebut maka zat-zat pencemar yang dihasilkan oleh grey water,
seperti BOD (biological oxygen demand), COD (chemical oxygen demand), bakteri
patogen, deterjen, dan bau akan berkurang dengan cepat.
Kompleksitas
masyarakat, perbedaan kebudayaan, ideologi, etika, persepsi moral dan latar
belakang pendidikan sangat mempengaruhi dalam penataan ruang. Di tambah lagi
kebudayaan cenderung dinamis dan tidak seragam, sehingga dalam perencanaan
penataan ruang diperlukan pendekatan sosial (Randolph, 2004).
Pemerintah
sebagai selaku pemegang kebijakan merupakan faktor penting dari penataan
wilayah ini. Aspek kelembagaan memberikan peran yang besar pada penataan ruang.
Pada prinsipnya stakeholders dapat
dikelompokan menjadi 6 grup, yaitu penyedia pelayanan (service provider), pengatur (regulator),
organisasi pendukung (support
organizations), perencana (planner),
operator dan pemakai (user) (Grigg,
1996).
Revitalisasi
kawasan kali code dapat dilakukan dengan membuat kawasan permukiman yang lebih
tertata pada daerah bantaran kali code. Pada kawasan bantaran sungai dapat
dilakukan pembangunan dengan arah horizontal agar wilayah permukiman tidak
terlalu padat dan tidak terlalu dekat dengan bibir sungai. Sehingga warga
bantaran kali code tidak kehilangan tempat tinggal pada daerah tersebut,
praktisnya pemerintah harus dapat menyediakan rumah susun pada radius sekitar
4-5 meter dari bibir sungai.
Untuk penghijauan
daerah disekitar bibir sungai diberikan tanaman dengan akar yang kuat agar
mampu mengikat tanah agar tingkat erosi dapat dikurangi atau membeton bibir
sungai terlebih dahulu sebelum pada bagian atasnya diberi wadah/ pot yang mampu
menampung tanah untuk media menanam vegetasi pada tepian sungai tersebut agar
lebih indah dan pada kedua tepi juga dapat diberikan jalan setapak agar
masyarakat dapat menikmati sungai yang mengalir dengan jernih.
Namun segi
pendanaan menjadi kendala utama yang mungkin jalannya hal ini namun hal
tersebut masih dapat diatasi bila para stakeholders
di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta benar-benar ingin menjadikan Kali Code
yaitu sungai yang membelah kota Yogyakarta dari
utara ke selatan sebagai kali/ sungai yang mampu dibanggakan oleh
masyarakat Yogyakarta sendiri. Dan selain mempunyai nilai rekreasi kepada
masyarakat sekitar khususnya warga yogyakarta, selain itu pengelolaan air yang
baik akan berbanding lurus semakin membaiknya kesehatan masyarakat bantaran
sungai.
Dari segi
ekonomis ada potensi dari bidang kepariwisataan untuk menambah minat turis
lokal maupun mancanegara untuk datang ke Yogyakarta karena pada daerah kali
code itu dapat digunakan untuk melakukan pertunjukan-pertunjukan musik maupun
seni. Bila memungkinkan Daerah Istimewa Yogyakarta bisa juga merintis
transportasi air melalui sungai tersebut dengan pariwisata sebagai tujuan
utamanya dan wisata seperti ini sangat berhasil mengundang wisatawan sebagai
contoh sungai cheonggyecheon di kota
seoul, korea selatan yang telah berhasil merevitalisasi sungai yang pada tahun
1970 masih sangat kumuh dan sangat tidak layak untuk dihuni menjadi sungai yang
indah yang mampu menjadi tempat rekreasi yang sangat digemari oleh
masyarakatnya bahkan turis asing. Revitalisasi kawasan kali code dapat
memberikan banyak keuntungan yang nyata kepada masyarakat dari banyak aspek
meski pendanaan yang akan dikeluarkan tidak sedikit.
Daftar
pustaka:
Asdak,
Chay., 1995. Hidrologi & Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada Univ
Press, Yogyakarta.
Kodoatie,
Robert J. Dan Sjarief, Roestam., 2010. Tata Ruang Air. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Kristanto,
Philip., 2004. EKOLOGI INDUSTRI. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Strinati,
Dominic., 2004. Popular Culture. Bentang, Yogyakarta.
Dinamika
Riset Majalah Litbang Pekerjaan Umum., 2010. Kementerian Pekerjaan Umum,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Revitalisasi Kawasan