Farid Zulfa Fakhruddin
114150048
Pendahuluan
Kawasan Karst
Gombong Selatan merupakan sebuah rangkaian pegunungan atau perbukitan karst yang berada di
barat daya Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.
Kawasan ini menyangkup tiga kecamatan yaitu Kecamatan Ayah, Kecamatan Buayan dan Kecamatan
Rowokele. Panjang perbukitan kapur ini mencapai 8 km dan lebar 3 km
dengan luas lebih dari 40 km2. Kawasan ini merupakan salah satu
sumber alam yang dapat menguntungkan Pemerintah Kabupaten Kebumen apabila
dimanfaatkan secara maksimal. Sehingga pemanfaatan kawasan ini dapat
meningkatkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kebumen. Namun, daerah ini memiliki resiko yang
tinggi. Salah satunya adalah keberadaan 122 gua di kawasan karst Gombong
Selatan. Gua-gua tersebut merupakan penyedia air bawah tanah yang mengalirkan
air ke banyak daerah di Kabupaten Kebumen bagian barat daya dan sebagian kecil
timur Kabupaten Cilacap. Aliran air bawah tanah kawasan karst gombong juga
merupakan pembentuk CAT Banyumudal, selain itu airnya dimanfaatkan PDAM untuk
mengairi pemukiman di lima kecamatan. Sehingga, pengeksploitasian Kawasan Karst
Gombong Selatan memiliki resiko yang besar.
Pengambilan keputusan untuk pembangunan lebih
lanjut Pabrik Semen Gombong harus melalui sistem rasional partisipatif, dimana
masyarakat setempat harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Hal ini
dikarenakan dampak negatif justru akan sangat dirasakan penduduk setempat
daripada investor. Bukan hanya faktor lingkungan saja, faktor kultural seperti kecemburuan
sosial para pegawai pabrik dan masyarakat sekitar sebagai penduduk asli juga
dapat muncul sewaktu-waktu. Dalam hal ini, masyarakat akan sangat dirugikan, apablia masyarakat
setempat tidak dilibatkan dalam proyek lanjutan tersebut. Implikasi atau dampak
lanjutan yang diterima oleh masyarakat setempat akan jauh lebih besar yaitu sumber
air daerah tersebut akan semakin sulit di dapat. Mengingat daerah tersebut
merupakan kawasan karst yang notabene adalah kawasan yang sumber air nya berada
jauh di bawah tanah. Adanya pengrusakan epikarst di permukaan juga akan
menyebabkan kualitas air yang berada di bawah tanah menjadi buruk. Padahal
aliran air tanah di kawasan Karst Gombong Selatan merupakan sumber utama air
penduduk di lima kecamatan.
Dampak turunan eksploitasi
karst pun akan meluas apabila dilihat dari mata pencaharian penduduk setempat
yang mayoritas adalah petani. Mengeksploitasi karst gombong akan menyisihkan
mata pencaharian penduduk yang dikhawatirkan dapat memengaruhi ekonomi mereka
yang sewaktu waktu dapat memburuk. Faktor ekonomi dan aspek lingkungan yang
buruk juga dapat menyebabkan efek domino bagi sektor-sektor lainnya. Mengingat kawasan
ini merupakan kawasan yang cukup banyak penduduknya. Pergerakan ekonomi di
kawasan ini juga cukup menggeliat. Menghentikan proyek penambangan karst hanya akan
merugikan golongan tertentu. Namun menghentikan proyek penambangan karst, akan
melindungi penghidupan banyak orang di kawasan ini.
Salah satu cara mengalihkan penambangan kapur adalah memanfaatkan
potensi lain selain potensi sumber daya karst. Hal ini perlu menjadi
pertimbangan sebagai sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Kebumen. Sedangkan
daerah yang telah digunakan untuk aktivitas pertambangan dapat dilakukan
revitalisasi untuk mengembalikan dan meningkatkan nilai ekonomisnya. Kawasan
bekas tambang kapur ini dapat dimanfaatkan untuk tempat wisata yang menarik jika
dilakukan revitalisasi dan penataan dengan intensif. Tempat ini akan menjadi
lokasi yang menarik mengingat lokasinya yang strategis dengan banyaknya pantai
yang berdekatan di sekitar kawasan tersebut. Daerah tempat penambangan pabrik
semenpun dilalui jalan menuju ke tempat rekreasi disekitarnya. Sehingga Lahan
yang sebelumnya tidak memiliki nilai, akan menjadi tempat yang menjanjikan jika
dikelola dengan serius sebagai sumber pendapatan masyarakat dan pemerintah
Kabupaten Kebumen.
Revitalisasi Yang
Berwawasan Lingkungan Dan Kearifan Lokal
Pembangunan berwawasan lingkungan menjadi suatu
kebutuhan penting bagi setiap bangsa dan negara yang menginginkan kelestarian
sumberdaya alam. Oleh sebab itu, sumberdaya alam perlu dijaga dan dipertahankan
untuk kelangsungan hidup manusia kini, maupun untuk generasi yang akan datang
(Arif, 2007). Kegiatan pembangunan seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan,
sehingga menyebabkan penurunan mutu lingkungan, berupa kerusakan ekosistem yang
selanjutnya mengancam dan membahayakan kelangsungan hidup manusia itu sendiri.
Kegiatan seperti pembukaan hutan, penambangan, pembukaan lahan pertanian dan
pemukiman, bertanggung jawab terhadap kerusakan ekosistem yang terjadi. Akibat
yang ditimbulkan antara lain kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi
buruk, seperti contohnya lapisan tanah tidak berprofil, terjadi bulk
density (pemadatan), kekurangan unsur hara yang penting, pH rendah,
pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan
populasi mikroba tanah. Untuk itu diperlukan adanya suatu kegiatan sebagai
upaya pelestarian lingkungan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut. Upaya
tersebut dapat ditempuh dengan cara merehabilitasi ekosistem yang rusak. Dengan
rehabilitasi tersebut diharapkan akan mampu memperbaiki ekosistem yang rusak
sehingga dapat pulih, mendekati atau bahkan lebih baik dibandingkan kondisi
semula (Rahmawaty, 2002).
Aktivitas manusia dalam kegiatan penambangan secara terbuka menyebabkan
terjadinya perubahan yang cenderung merusak struktur, tekstur, porositas, dan
bulk density. Karakter-karakter fisik tanah ini merupakan bagian yang sangat
penting bagi pertumbuhan tanaman. Kondisi tanah menjadi kompak akibat dari
pemadatan tanah menyebabkan buruknya sistem tata air (water infiltration and
percolation) dan peredaran udara (aerasi) yang secara langsung dapat membawa
dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar. Akar yang berfungsi
sebagai alat absorpsi unsur hara akan terganggu dan akibatnya tanaman tidak
akan berkembang dengan normal tetapi tetap kerdil atau tumbuh merana. (Ode,
2013).
Selain pemadatan juga akan terjadi rusaknya struktur dan
tekstur yang menyebabkan tanah tidak dapat berfungsi untuk meresapkan dan
sebagai penyimpan air dimusim penghujan, sehingga aliran permukaan (surface run
off) akan menjadi tinggi yang berakibat pada timbulnya erosi. Sebaliknya pada
musim kemarau tanah-tanah seperti ini menjadi lebih kompak, padat, dan keras sehingga
memerlukan tenaga yang banyak untuk proses pengolahannya. Hal ini akan
berdampak pada peralatan dan kebutuhan akan tenaga kerja yang berujung pada
penggunaan biaya yang tinggi (Ode, 2013).
Pemadatan tanah pada lahan bekas tambang
mengakibatkan daerah-daerah tersebut kurang cocok untuk dilakukan reboisasi.
Sehingga melakukan pembangunan fisik pada daerah tersebut merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan nilai ekonomis daerah tersebut. Selain itu, daerah ini
merupakan daerah karst, menjadikannya tempat rekreasi terbuka dengan setting
alam akan semakin mempercantik tempat rekreasi ini. Sehingga amphitheater kecil
bisa menjadi solusi pengalih fungsi lahan bekas tambang menjadi area rekreasi.
Amphitheater ini merupakan amphitheater umum yang terbuka bagi penduduk
setempat maupun wisatawan. Amphitheater dapat digunakan sebagai sarana hiburan
masyarakat khas Kabupaten Kebumen yang mulai jarang terlihat seperti ebleg (kuda
lumping) maupun pagelaran wayang. Tempat ini juga dapat digunakan sebagai
tempat penampilan sendra tari. Sehingga pembangunan amphitheater ini bukan
hanya untuk mengubah fungsi lahan terdegradasi menjadi lahan bernilai guna.
Namun, juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia di sekitar kawasan
tersebut yang produktif, humanis dan tetap melestarikan budaya-budaya lokal. Adanya
amphitheater ini juga dapat mendorong sektor ekonomi disekitar amphitheater dan
mendatangkan wisatawan untuk berkunjung. Sehingga dampak berlipat dari
revitalisasi kawasan ini dapat mencakup banyak aspek.
Gambar 1. Pemanfaatan lahan bekas
tambang karst menjadi amphitheater.
Daftar Pustaka :
Arif, I, 2007. Perencanaan Tambang Total Sebagai Upaya Penyelesaian
Persoalan Lingkungan Dunia Pertambangan. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Asir, Ode, 2013. Alternatif Teknik Rehabilitasi Lahan
Terdegradasi Pada Lahan Bekas Galian Industri. Manado: Badan Penelitian Kehutanan
Manado.
Rahmawaty, 2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang Berdasarkan Kaidah
Ekologi. Medan: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Revitalisasi Kawasan