Wahyudi
Wisaksono
114140087
ABSTRAK
Sumur minyak tradisional di wilayah Wonocolo sudah lebih dari
100 tahun menjadi gantungan hidup ribuan masyarakat. Di pihak lain, sumur-sumur
minyak yang dieksploitasi sejak zaman Belanda itu, punya keterbatasan produksi
dan karena itu juga punya keterbatasan untuk terus menerus menjadi gantungan
hidup. Usaha penambahan sumur-sumur baru secara ilegal untuk meningkatkan
produksi dari sekitar 320 sumur menjadi 720 sumur dilihat sebagai bentuk
eksploitasi alam berlebihan. Hal tersebut bukan hanya merusak lingkungan, tapi
juga mengancam kesehatan dan keselamatan penambang, selain itu juga akan
mempercepat habisnya sumber daya minyak yang selama ini menjadi gantungan hidup
masyarakat. Karena itu, Pertamina EP mendukung Bupati Bojonegoro, Suyoto dan
Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi bahwa perlu ada langkah konkret yang menjadi
solusi bagi terjaganya kelestarian lingkungan tanpa mengorbankan kesejahteraan
rakyat di wilayah sumur tua. Pertamina telah mengembangkan kawasan sumur tua di
wilayah Wonocolo sebagai obyek wisata juga penopang program Petroleum Geo park
Bojonegoro. Wilayah Wonocolo merupakan satu-satunya wilayah di Indonesia,
Bahkan Asian dan Dunia, yang menjadi bukti keberadaan jembatan minyak di
anti-klin, dan masih memproduksi minyak hingga kini. Keempat, di sekitar
wilayah Wonocolo juga diketemukan fosil binatang purba dan manusia purba yang
menjadi bukti juga keberadaan sungai purba yang mengalir dari pantai utara Jawa
ke Pantai Selatan Jawa. Tak ayal, wilayah Wonocolo bukan hanya menyimpan
kandungan minyak dengan formasi bantuan yang sudah berusia lebih dari 2 juta
tahun, tetapi juga menyimpan peradaban Indonesia masa lalu. Dalam konteks
itulah, kami melihat wilayah ini layak kita kembangkan sebagai Geo Heritage
Wonocolo sebagai bagian dari pengembangan Petroleum Geoprak Bojonegoro.
Kata kunci : Revitalisasi, wonocolo, migas, geo heritage
1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dewasa ini
masyarakat umumnya mengenyampingkan kelestarian fungsi lingkungan untuk
mencapai kesejahteraan. Hal ini juga terjadi di kawasan penambangan sumur-sumur
tua minyak bumi, seperti Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten
Bojonegoro, Jawa Timur. Sumur tua merupakan sumur-sumur minyak bumi peninggalan
Kolonial Belanda yang sudah tidak memiliki nilai ekonomis lagi bagi perusahaan.
Sumur inilah yang diusahakan kembali oleh warga secara tradisional sebagai mata
pencaharian dan sudah berlangsung turun-temurun. Dalam perjalanannya, sangat
banyak rintangan yang dialami oleh warga penambang tradisional. Makin hari,
tingkat pendapatan masyarakat makin menurun. Hal ini disebabkan oleh langka dan
mahalnya alat penunjang, yang juga sejalan dengan penurunan produksi. Selain
itu, Keputusan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pertambangan
Minyak pada Sumur Tua juga tidak berpihak pada masyarakat setempat. Pasalnya,
keputusan ini tidak memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah melalui
BUMD untuk pengelolaan secara penuh, melainkan wewenang diberikan kepada PT
Pertamina. Walaupun saat ini BUMD sudah diberi peluang oleh pemerintah pusat
untuk hak pengelolaan sumur tua, namun tetap ada pandangan negatif dari warga
terhadap PT Pertamina. Dalam segi lingkungan, penambangan minyak bumi
tradisional ini sangat mencemari lingkungan sekitar, misalnya pencemaran tanah,
air tanah, air permukaan, dan udara. Selain itu, penebangan hutan juga
dilakukan untuk mencari sumur tua yang diperkirakan masih produktif. Hal ini
akan berdampak pada warga itu sendiri, yakni ketersediaan air bersih yang minim
dan polusi udara. Kita semua tahu bahwa minyak bumi merupakan sumber daya yang
tak bisa diperbaharui (unrenewableresources). Diprediksi sewaktu
sumur-sumur minyak tersebut telah kering dan tidak menghasilkan minyak lagi,
para penambang akan meninggalkan lahan tersebut begitu saja. Hal ini akan
berdampak negatif pada masyarakat di sekitar tempat itu sendiri, seperti
pencemaran tanah, air, dan udara. Oleh karena itu butuh usaha konservasi berupa
revitalisasi dan adaptasi agar masyarakat tetap bisa menikmati lingkungan yang
lestari fungsinya sampai generasi-generasi berikutnya.
.
1.2
Landasan Teori
Menurut
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2010 tentang Pedoman Revitalisasi
Kawasan, Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai lahan/ kawasan
melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi
kawasan sebelumnya (pasal 1 ayat 1). Revitalisasi adalah upaya untuk
memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital
hidup akan tetapi mengalami kemunduran dan degradasi. Revitalisasi kawasan
adalah upaya untuk menghidupkan kembali kawasan mati, yang pada masa silam
pernah hidup, atau mengendalikan dan mengembangkan kawasan untuk menemukan
kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki atau yang seharusnya
dimiliki oleh sebuah kota sehingga diharapkan dapat memberikan peningkatan
kualitas lingkungan kota yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup dari
penghuninya.
Revitalisasi
menurt Piagam Burra (1988), adalah menghidupkan kembali kegiatan sosial dan
ekonomi bangunan atau lingkungan bersejarah yang sudah kehilangan vitalitas
fungsi aslinya, dengan memasukkan fungsi baru ke dalamnya sebagai daya tarik,
agar bangunan atau lingkungan tersebut menjadi hidup kembali. Proses
revitalisasi bukan hanya berorientasi pada keindahan fisik, tetapi juga harus
mampu meningkatkan stabilitas lingkungan, pertumbuhan perekonomian masyarakat
pelestarian dan pengenalan budaya (Ichwan, 2004).
Danisworo
(2000) menyebutkan bahwa pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan
memanfaatkan pula potensi yang ada di lingkungan sekitar seperti sejarah, makna,
serta keunikan dan citra lokasi.
2.
PEMBAHASAN
2.1
Persiapan
a.
Rencana
Dalam pengembangan sumur tua Wonocolo-Bojonegoro
menjadi Geo-Heritage selanjutnya akan terus dilakukan penyempurnaan lanskap di
sekitar daerah wisata dan penambahan lapangan terbuka hijau serta area bermain
bagi warga sekitar. Selain itu juga akan ada penambahan wahana permainan yaitu flying fox¸trail adventure, mountain bike, jeep adventure, bumi perkemahan, tempat
spot foto, tempat souvenir, dan eksotika sumur tua. Potensi wisata ini akan
dimaksimalkan melalui media promosi kepariwisataan.
Gambar 1. Rencana Pengembangan Sumur Tua Wonocolo Menjadi Geo-Heritage
(Foto : Pertamina EP-Field Cepu)
Dengan tujuan Inventarisasi dan mengevaluasi kembali
sumur-sumur migas di lapangan-lapangan tua untuk dapat dioptimalkan /diproduksi
kembali melalui :
·
Pengumpulan
data geologi, data cadangan dan data sejarah sumuran
·
Evaluasi
ulang data geologi di daerah telitian
·
Mengevaluasi
jumlah cadangan tersisa berdasar data-data yang ada
·
Rekomendasi
sumur-sumur yang akan dikembangkan/diproduksi
Lingkup Kegiatan :
· Melakukan studi
kepustakaan yang berkaitan dengan sumur-sumur tua di sekitar daerah Cepu -
Bojonegoro
· Mengumpulkan
data meliputi informasi mengenai data sumuran, seismik, geologi daerah
telitian.
· Interpretasi
seismik dan pembuatan peta geologi bawah permukaan.
· Interpretasi dan
mengevaluasi kondisi geologi daerah telitian.
· Evaluasi
cadangan.
· Penyusunan Laporan
akhir
Gambar 2. Rencana Pembuatan Flying
Fox & Ruang Terbuka Hijau
(Foto : Dokumen Pribadi)
2.2
Pelaksanaan
Pembangunan
Pembangunan
rencana mulai dilaksanakan pada pertengahan tahun 2015 lalu. Target selesai
pembangunan pada bulan maret tahun 2016. Soft-launching Desa Wisata Migas Geo-Heritage Wonocolo-Bojonegoro ini telah
dilakukan pada 27 April 2016 lalu, yang diresmikan oleh Suyoto (Bupati
Bojonegoro) dan Rony Gunawan (Presiden Direktur Pertamina EP), beserta jajaran
pemangku kepentingan lainnya seperti SKK Migas, Perhutani, Muspida Kabupaten
Bojonegoro.
Dampak positif pengembangan desa
wisata migas ini antara lain :
a) Semakin banyaknya kunjungan
wisatawan dan terbukanya kesempatan lapangan usaha baru.
b) Pendapatan warga dan pajak daerah
meningkat.
c) Program bantuan pembangunan desa
dari pemerintah semakin mengalir dan turut mendorong terangkatnya produk dari
desa binaan CSR Pertamina EP.
d) Semakin tinggi tingkat kepedulian
warga terhadap kemajuan desa seiring adanya lapangan usaha baru kepariwisataan
yang meningkatkan taraf perekonomian.
e) Penambang tradisional lebih sadar
aspek keselamatan dan sangat berwawasan lingkungan dengan edukasi sumur
percontohan.
f) Potensi desa dapat maksimal dengan
menjadi destinasi wisata baru, juga sejarah dan warisan penambangan tradisional
dapat dilestarikan dan memberikan manfaat yang berkelanjutan.
2.3
Pengoperasian
Pengelolaan
Pertambangan Sumur minyak tradisional ini dikelola oleh
masyarakat setempat dibawah pengawasan pemerintah setempat dan Pertamina
EP-Field Cepu.
3.
PENUTUP
Masyarakat
di sekitar baik yang bermukim maupun yang menggarap/mengelola lahan. Wajib
melakukan Perlindungan daerah Pertambangan. Perlu adanya langkah konkret yang menjadi solusi
terjaganya kelestarian lingkungan tanpa mengorbankan kesejahteraan rakyat penambangan
tradisional. Kondisi riil di lapangan terjadi peningkatan kegiatan penambangan
sumur tua secara masif dan belum professional serta kurangnya kesadaran akan
aspek keselamatan & lingkungan. Penambang seharusnya wajib memperhatikan
keselamatan dan kesehatannya masing – masing misal dengan menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) saat beroperasi dan memperhatikan serta menjaga lingkungan
sekitar.
Penataan dan
revitalisasi kawasan pertambangan minyak tradisional menjadi kawasan ekowisata
dibutuhkan peran serta aktif dari masyarakat pada setiap aspek kegiatan. Hal
ini akan menciptakan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap tanah kelahiran
dan generasi penerusnya. Namun demikian, kawasan ekowisata ini juga akan
berhadapan dengan potensi ekonomi yang merusak dirinya sendiri jika tidak
dikelola dengan hati-hati. Untuk itu, kebijakan-kebijakan yang telah disepakati
bersama harus benar-benar dijalankan (fungsi kontrol) dan mesti di-updatesesuai
perubahan zaman (dinamis) tanpa mengenyampingkan bahkan menghilangkan akar-akar
budaya (heritage), kelestarian fungsi lingkungan, dan kesejahteraan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Danisworo,
Mohammad & Widjaja Martokusumo (2000), “Revitalisasi Kawasan Kota Sebuah Catatan dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Kawasan Kota”. www.urdi.org (urban and
reginal development institute, 2000)) diakses 16 Maret 2017 pukul 18.30 WIB.
2. Ichwan, Rido Matari (2004), “Penataan
dan Revitalisasi sebagai Upaya peningkatkan Daya Dukung Kawasan Perkotaan”, Makalah
pribadi Pengantar ke Falsafah Sains, Sekolah Pasca Sarjana/S3 Institut
Pertanian Bogor, Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Revitalisasi Kawasan