Oleh
Otto
Soemarwoto
Yayasan
Agenda 21
Bandung
RINGKASAN
Untuk
membangun pedesaan perlu dibangun komunikasi antara desa dengan kota.
Terjadilah arus informasi, materi dan energi antara desa dan kota. Informasi
mencakup peraturan perundang-undangan, ilmu pengetahuan, penyuluhan dan iklan.
Sebuah dalil ekologi menyatakan ekosistem yang kuat mengusai arus informasi
sehingga arus materi dan energi pun dikuasai oleh ekosistem yang kuat.
Terjadilah eksploatasi ekosistem yang lemah oleh ekosistem yang kuat. Dengan
demikian komunikasi desa-kota mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi membangun
dan kedua, fungsi eksploatasi. Fungsi kedua ini tidak kita sadari. Akibatnya,
kesenjangan antara kota dan desa makin lebar.
Untuk
mengatasi masalah ini kita harus menyadari adanya fungsi eksploatasi hubungan
desa- kota dan mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan fungsi ini.
Demokratisasi pengambilan keputusan kebijakan harus dikembangkan dengan memberi kesempatan kepada desa untuk ikut mengambil keputusan. Dengan tindakan
preventif ini kesetaraan desa-kota dapat dibangun dalam arti adanya kemitraan
desa-kota yang adil yang menumbuhkan sinergi antara desa dan kota.
*Makalah
untuk Seminar Sehari Peringatan Hari Habitat Indonesia 2004, Yogyakarta,
4 Oktober 2004
Pendahuluan
Desa
dan kota tak dapat berdiri sendiri-sendiri, melainkan ada saling
ketergantungan. Desa tergantung pada kota untuk modal, teknologi, pemasaran
hasil desa dan lain-lain. Kota tergantung pada desa untuk bahan pangan, tenaga
kerja dan lain-lain. Antara desa dan kota juga terdapat perbedaan kedudukan,
antara lain, kekuasaan menentukan kebijakan pembangunan serta pola hidup dan
konsumsi. Dengan pendek dapat dikatakan bahwa kota lebih maju daripada desa.
Perbedaan ini tak mungkin dapat dihapus. Karena itu membangun kesetaraan
bukanlah untuk membuat kedudukan desa sama dengan kota,
melainkan untuk mengelola kesenjangan antara kota dan desa pada tingkat yang tidak
menimbulkan kecemburuan sosial. Tujuannya ialah untuk membangun kemitraan
desa-kota yang adil agar tumbuh sinergi antara desa dan kota.
Untuk
dapat membangun kesetaraan diperlukan adanya hubungan antara desa dan kota.
Hubungan itu secara fisik berupa jalan, listrik dan telpon kabel serta secara
non-fisik berupa hubungan transmisi radio, televisi dan telpon non-kabel.
Hubungan jalan dan listrik terutama untuk memfasilitasi arus materi dan energi,
sedangkan radio, TV dan telpon untuk arus informasi. Jalan juga berguna untuk
arus informasi, yaitu mengangkut buku, majalah dan dokumen pemerintah dan
non-pemerintah.
Dalil
ekologi
Sebuah
dalil ekologi menyatakan, jika dua ekosistem dihubungkan satu sama lain,
terjadilah tukar menukar informasi, materi dan energi. Jika kedua ekosistem itu
mempunyai tingkat organisasi yang
berbeda, arus informasi itu bersifat asimetris, yaitu arus dari yang
lebih maju lebih kecil daripada arus sebaliknya. Karena arus yang asimetris
ini, ekosistem yang lebih maju mendapatkan informasi, materi dan energi lebih
banyak daripada ekosistem yang kurang maju. Dengan lain perkataan ekosistem
yang lebih maju mengeksploatasi ekosistem yang kurang maju.
Dasar
dalil ini ialah barangsiapa menguasai arus informasi, baik jenisnya, besarnya
dan waktunya arus itu terjadi, dialah yang menguasai arus materi dan energi.
Pihak yang kuat memilih jenis informasi yang akan diberikannya pada pihak yang
lemah. Pada ekosistem alamiah, yaitu yang tidak ada manusianya, arus itu
ditentukan oleh susunan genetik organisme hidup dan hukum alam arus angin, air
dan suhu. Misalnya, warna tubuh hewan mangsa (prey) memberi informasi
kepada calon predatornya bahwa dia beracun sehingga dia mencegah arus materi
dan energi yang terkandung dalam tubuhnya untuk mengalir ke predatornya. Bau
dan warna bunga memberi informasi pada insekta calon penyerbuk untuk
mengunjunginya dan menyerbukinya. Suara dan kelakuan adalah jenis informasi lain
pada dunia hewan dan tumbuhan.
Dalil
ini juga berlaku pada ekosistem sosio-biogeofisik dengan manusia sebagai salah
satu komponennya. Pada ekosistem ini manusialah yang menguasai arus informasi.
Pada ekosistem sosio-biogeofisik informasi itu mencakup ilmu pengetahuan dan
teknologi, iklan dan keputusan politik, misalnya peraturan perundang-undangan.
Secara
sadar atau tidak sadar manusia melakukan pemilihan jenis informasi. Dia memilih
jenis informasi yang akan menguntungkan dia, yaitu yang dapat memperbesar arus
informasi, materi dan energi dari yang lemah kepadanya. Jenis informasi yang
sensitif dia rahasiakan. Misalnya, negara maju merahasiakan informasi tentang
senjata pemusnah masal (weapons of mass destruction, WMD). Demikian pula
CIA merahasiakan informasi intel (intelligence information) yang
dimilkinya.
Besarnya
informasi juga ditentukan oleh ekosistem yang kuat. Tidak semua informasi yang
dia miliki akan diberikan kepada yang lemah, yaitu secukupnya saja untuk
memperbesar arus informasi, materi dan informasi dari yang lemah kepadanya.
Misalnya, walaupun negara maju memberikan juga informasi tentang tenaga nuklir
kepada negara lain, namun jumlahnya
dibatasinya. Dengan demikian negara sedang berkembang tak dapat mengembangkan
senjata nuklir, kecuali yang berhasil mencuri rahasianya.
Waktu
terjadinya arus informsi pun ditentukan oleh yang kuat. Waktu yang dipilihnya
juga bertujuan untuk memperbesar arus informasi, materi dan energi dari yang
lemah kepadanya. Misalnya, dengan mempertimbangkan musim dan trend mode.
Karena
sifat hubungan eksploatatif itu terjadilah kesenjangan yang makin besar antara
negara maju dengan negara sedang berkembang, antara desa dan kota serta antara
yang kaya dan yang miskin. Bahkan dapat terjadi ekosistem yang lemah makin
miskin dan menuju ke keambrukan, sementara ekosistem yang kuat makin kaya.
Beberapa contoh menyusul untuk ilustrasi.
Pertanian
Pertanian
diartikan dalam arti luas dan mencakup pula kehutanan. Arus informasi teknologi
untuk meningkatkan produksi pertanian mengalir dari kota ke desa disertai
dengan arus modal, benih unggul, pupuk dan pestisida. Aru.s ini disebut
penyuluhan. Produksi pertanian pun naik. Baik kota maupun desa untung. Namun
keuntungan kota lebih besar daripada desa. Produksi dan penjualan huller oleh
kota membawa keuntungan besar. Sementara itu di desa ribuan perempuan desa
kehilangan pekerjaan karena tidak lagi dapat derep (memanen padi dengan ani-ani)
dan menumbuk padi. Menggarap tanah dengan traktor juga menyebabkan pengangguran
ribuan pemuda desa.
Kebijakan
harga gabah pun lebih menguntungkan kota daripada desa. Yang menguasai arus
inforamsi ini adalah kota. Desa tidak menguasainya. Tujuan informasi itu lebih
untuk menjamin suplai beras pada kota daripada untuk meningkatkan kesejahteraan
desa. Untuk tujuan ini daerah yang tradisional menghasilkan pangan non-beras,
seperti NTT, pun dipaksa untuk menghasilkan beras. Karena kebijakan perberasan
dikuasai oleh kota, keuntungan dari peningkatan produksi beras itu lebih
dinikmati oleh kota
daripada oleh desa.
Pembangunan
perkebunan, misalnya teh, karet dan kelapa sawit, juga membawa keuntungan pada
desa. Tetapi keuntungan itu adalah marjinal. Misalnya, upah pemetik teh dan
penyadap karet. Yang menikmati keuntungan besar dari perkebunan adalah kota.
Hal yang serupa terdapat pada petani sayuran dan peternakan sapi. Yang
menentukan harga sayuran dan sapi adalah kota. Tidak jarang petani kol dan
tomat harus gigit jari karena harga komoditi itu merosot dengan drastis. NTT
dan Gunung Kidul sebagai pemasok sapi sembelih tetap melarat. Pedagang sapi
kotalah yang mendapat keuntungan besar.
Demikian
pula pada industri kehutanan. Misalnya, penduduk daerah hutan jati di Jawa.
sangatlah melarat. Di luar Jawa penduduk hutan yang dibalak hidupnya juga
sangat miskin. Padahal hutan setiap tahunnya menghasilkan devisa bermilyar
dolar.
Pembangunan
waduk
Inisiatif
pembangunan sebuah bendungan dan waduk bermula pada orang kota. Inisiatif itu
bersumber pada data meteorologi yang dia dapatkan dari stasiun meteorologi yang
dibangunnya di DAS sungai yang akan dibendung dan data dari peta topografi.
Nampaklah, pembangunan stasiun meteorologi dan pembuatan peta bertujuan untuk
memperbesar arus informasi dari daerah pedesaan ke kota. Arus informasi
sebaliknya, yaitu dari kota ke desa tidak besar. Arus yang kecil
itupun tidak banyak dapat dimanfaatkan oleh penduduk desa.
Tujuan
pembangunan bendungan dan waduk ialah untuk mendapatkan air irigasi, listrik
dan pencegahan banjir. Air irigasi itu dipergunakan untuk meningkatkan produksi
beras untuk mencukupi kebutuhan materi, yaitu pangan, terutama penduduk kota.
Demikian pula pembangkitan listrik bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi
kota. Pencegahan banjir juga untuk penduduk di hilir bendungan. Penduduk desa
di daerah bendungan tidak atau sedikit saja mendapatkan keuntungan dari proyek
bendungan itu. Hanya sedikit saja listrik yang disalurkan ke desa di daerah
bendungan. Tetapi mereka mendapatkan banyak kerugian, antara lain, tergenangnya
pemukiman, sawah dan ladang. Banyak lapangan pekerjaan yang hilang. Penelitian
di beberapa bendungan menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan penduduk setempat
malahan bertambah. Penduduk yang tergusur dan kehilangan pekerjaan oleh
genangan waduk naik ke lereng gunung yang mengelilingi waduk tersebut sehingga
meningkatkan tingkat erosi di DAS tersebut. Kesenjangan antara desa dan kota
meningkat. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa penduduk setempat banyak yang
menentang pembangunan bendungan di daerahnya.
Pembangunan
irigasi memang meningkatkan produksi beras di daerah itu. Tetapi yang lebih
beruntung adalah kota, seperti diuarikan di atas.
Iklan
Iklan
adalah sejenis informasi yang bertujuan untuk memromosikan produk tertentu,
misalnya sabun, shampoo serta penerbangan dan hotel. Yang menguasai arus
informasi itu jelas kota, yaitu perusahaan-perusahaan besar. Anggaran belanja
untuk iklan sangat besar. Teknologi periklanan sangat canggih dan terus
berkembang sangat pesat dengan menggunakan ilmu komunikasi yang mutakhir yang
mencakup psikologi dan antropologi. Penyebaran informasi yang termuat dalam
iklan juga menggunakan teknologi yang mutakhir, baik media cetak, maupun media
elektronik. Simak saja betapa luas dan dalamnya iklan telah merasuk ke dalam
internet.
Teknologi
periklanan memilih jenis informasi yang akan disebarkan, berapa banyaknya
informasi dan waktunya penyebaran informasi. Jenis informasi untuk perempuan
berbeda daripada untuk laki-laki dan pada waktu bulan puasa berbeda daripada
informasi pada waktu menjelang natal. Anak-anak pun menjadi sasaran penyaluran
informasi. Dengan teknologi periklanan yang canggih ini, iklan masuk ke
pedesaan yang kecil dan terpencil, misalnya di pedalaman Kalimantan dan Papua.
Bukanlah keanehan lagi ada orang desa di daerah pedalaman membeli sepeda motor,
meskipun di daerah itu tidak ada jalan yang layak untuk dilalui motor. Juga ada
penduduk desa yang membeli kulkas dan mesin jahit listrik, meskipun di daerah
itu tak ada aliran listrik. Penduduk juga lebih banyak belanja rokok putih dan
kosmetika. Iklan juga memengaruhi pola makan. Banyak anak yang makan mi instan
tiga kali sehari. Bahkan telah terjadi bahwa di daerah pedesaan yang ada
pembangunan, pendapatan penduduk meningkat, tetapi kurang gizi meningkat pula.
Desa menjadi pasar untuk menjual produk kota. Walhasil materi dan energi dengan
derasnya mengalir dari desa ke kota.
Pendidikan
Pendidikan
sangat diperlukan untuk pembangunan. Namun pendidikan juga sejenis informasi
yang mempunyai dampak memperbesar arus informasi, materi dan energi yang
asimetris, yaitu memperbesar arus dari ekosistem yang lemah ke ekosistem yang
kuat sehingga memperbesar kesenjangan antara keduanya. Ini nampak dengan jelas
pada tingkat internasional: kesenjangan antara negara maju dan negara sedang
berkembang makin besar, bukannya berkurang, meskipun bantuan pendidikan telah
diberikan oleh negara maju kepada negara sedang berkembang. Sebagian dari
dampak ini terjadi karena kesengajaan, sebagian lagi karena tidak kesengajaan.
Kita
ambil contoh bantuan pendidikan tinggi. Pakar dari negara barat datang sebagai
dosen dan peneliti serta membawa peralatan untuk mendukung pendidikannya. Dalam
persetujuan bersama hanya ditentukan garis besar apa yang akan diajarkan dan
apa yang akan diteliti untuk mendukung pendidikan itu. Misalnya, genetika
molekuler. Detilnya ditentukan oleh pengajar asing yang datang. Yang diajarkan
ialah fakta-fakta mutakhir. Tetapi ia tidak mengajar genetika sampai pada
dasar-dasarnya untuk membangun kemampuan kita merunut cara gen bekerja dan
membangun teori baru. Tidak pula untuk
membangun sarana dan prasarana yang akan memungkinkan kita untuk
mencapai tingkat yang dapat bersaing dengan negaranya, misalnya dalam hal
membuat jenis-jenis transgenik yang lebih unggul daripada yang mereka buat.
Yang umum terjadi ialah para pakar asing itu mengumpulkan informasi tentang
kekayaan genetik kita dan ekologinya dengan menggunakan tenaga akademik kita
untuk membantu mereka. Mereka membuat publikasi-publikasi sebagai penulis utama
dan mencantumkan nama-nama Indonesia sekedar sebagai pelengkap. Setelah mereka
pulang dari Indonesia banyak
di antara mereka yang menjadi gurubesar dalam bidang yang ia ajarkan di Indonesia atau
menjadi pakar di industri. Arus informasi dari kita ke mereka lebih besar
daripada dari mereka ke kita. Dengan informasi ini mereka mengembangkan
produk-produk baru yang dijual ke kita. Arus materi dan energi dari kita ke
mereka membesar sehingga arus dari kita ke mereka lebih besar daripada dari
mereka ke kita. Apa yang terjadi ialah kita diajar untuk mendapatkan informasi,
tetapi tidak untuk mencari, memilih dan mengolah informasi. Kita tidak diajar
untuk menguasai arus informasi.
Akibat
dari sistem ini ialah arah pendidikan dan penelitian kita tidak menentu. Kita
sering hanya mengikuti perkembangan ilmu yang sedang trendi. Misalnya, dalam
awal tahun 1970-an setelah OPEC melakukan embargo minyak ke negara-negara
barat, negara barat menggiatkan penelitian tentang energi pengganti minyak,
seperti angin dan matahari. Kita pun mengikuti trend ini. Semua universitas di
Indonesia melakukan penelitian energi alternatif. Sejak awal tahun 1970-an isu
lingkungan hidup meningkat. Kita pun mengikutinya. Semua universitas mendirikan
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Walaupun isu lingkungan hidup memang
penting, tetapi PPLH yang ada tidak jelas arahnya, melainkan mengikuti trend di
luar negeri. Misalnya, suatu ketika mengikuti trend keanekaan ragam hayati.
Lalu produksi bersih. Kemudian trend pengelolaan hutan berkelanjutan, dan
seterusnya. Kita tak mandiri dan karena selalu mengikuti trend yang ada, secara
internasional atau bahkan regional di Asia Tenggara, tak ada PPLH yang dapat
memegang kepemimpinan dalam suatu bidang lingkungan hidup.
Pengembangan
pendidikan pada tingkat nasional serupa dengan apa yang terjadi pada tingkat
internasional. Misalnya, kerja sama antara universitas di pusat dan di daerah
tidak menghasilkan universitas daerah yang handal dan yang dapat bersaing
dengan universitas pusat. Pendidikan secara umum juga demikian. Kota lebih maju
daripada desa dan kesenjangan antara keduanya terus meningkat.
Sistem
pendidikan kita terombing-ambing. Kurikulum berubah-rubah terus, bukan karena
belajar dari pengalaman, melainkan karena mengikuti informasi yang didapatkan
di luar negeri, tanpa dikaji dengan kritis apa maknanya bagi kita. Di sini pun
karena kita pandai mendapatkan informsi, tetapi tidak pandai memilih, mengolah
dan menguasai arus informasi. Kita lihat dengan jelas perbedaannya dengan
Jepang, Korea dan Cina. Mereka berusaha untuk menguasai arus informasi dan
dengan ini menguasai arus materi dan energi. Jepang telah setingkat dengan
negara maju, baik ilmu dan teknologinya, maupun tingkat ekonominya. Dan Cina
sedang menyusul. Bahkan Malaysia
pun yang dulu meminta bantuan kita, sekarang telah lebih maju daripada kita.
Pendidikan
di pedesaan juga sangat bias kota (urban biased). Sebuah akibat ialah
ditirunya gaya hidup kota
oleh desa. Misalnya, dana yang dikirim ke desa oleh para warga desa yang
merantau ke kota
bukannya digunakan untuk modal usaha, melainkan sebagian besar untuk keperluan
konsumtif. Misalnya, membangun rumah mewah dengan gaya spanyol yang dilengkapi dengan
kamarmandi dengan shower, bathtub
dan toalet duduk. Tetapi shower, bath tub dan toalet itu mubazir, karena
tidak digunakan. Penduduk desa lebih suka mandi dengan gayung atau mandi di
tempat mandi komunal dan buang air dengan jongkok di jumbleng.
Sosialisasi
kebijakan, rencana dan program
Keputusan
tentang kebijakan, rencana dan program (KRP) di tentukan di kota, yaitu secara
hirarki di pusat, kabupaten/kota dan desa, walaupun otonomi daerah sudah
dilaksanakan. Desa praktis tidak mempunyai kekuasaan untuk menentukan KRP.
Setelah diputuskan, KEP itu disosialisasikan. Sosialisasi mengandung makna arus satu arah, yaitu dari
pusat ke daerah. KRP yang ada jelas bias kota. Misalnya, kebijakan tentang
pembangunan hutan. Kota telah beruntung, tetapi desa merugi, bahkan sampai pada
titik yang membahayakan kelangsungan hidup desa itu. Risiko ini begitu parahnya
sehingga kota pun telah terkena dampaknya. Misalnya, banjir di Bandung,
Jakarta dan
kota-kota lain.
Tantangan
yang kita hadapi
Uraian
di atas menunjukkan dilema yang kita hadapi. Untuk membangun desa perlu
dibangun hubungan antara kota dan desa. Hubungan itu bersifat fisik maupun
non-fisik. Tetapi kita tidak menyadari bahwa hubungan itu mempunyai dua fungsi.
Pertama, fungsi pembangunan. Ini kita ketahui dan kita tekankan. Kedua, ialah
fungsi eksploatasi. Ini tidak kita ketahui dan tidak kita sadari. Akibatnya
fungsi ini kita abaikan. Akibat
selanjutnya ialah fungsi ini tidak terkendalikan. Walaupun ada desa yang
mengalami kemajuan, tatapi karena laju pertumbuhannya lebih kecil daripada laju
pertumbuhan kota, kesenjangan antara kota
dan desa makin besar. Lebih parah lagi ada desa yang mundur karena pembangunan
sehingga mengancam kelangsungan hidupnya.
Masalah
ini hanya dapat diatasi apabila desa mempunyai kesempatan untuk ikut serta
dalam proses pengambilan keputusan tentang kebijakan, rencana dan proyek,
termasuk kebijakan tentang pendidikan. Desa tidak hanya menerima secara pasif
sistem pendidikan yang akan diterapkan, melainkan mereka diberi kesempatan
untuk ikut menentukan sistem pendidikan tersebut. Yang berarti harus ada
demokratisasi dalam pengambilan keputusan. Tetapi ini lebih mudah dikatakan
daripada dilaksanakan. Sebab demokrasi dalam pengambilan keputusan memerlukan
orang-orang yang mengetahui tentang permasalahannya. Walaupun sulit, namun
bukanlah suatu kemustahilan. Banyak orang desa yang dari segi pendidikan formal
dapat dikategorikan sebagai tak berpendidikan, tetapi dari segi pengalaman dan
kearifan (wisdom) adalah terdidik.
Hal
yang penting pula ialah agar pemerintah mengambil langkah preventif dengan
melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategik (KLHS) tentang kebijakan, rencana
dan program sebelum diambil keputusan. Pada dasaenya KLHS ialah studi tentang
dampak potensial KRP dan mengelola dampak tersebut. KLHS itu bertujuan untuk
sedapat-dapatnya menghindari terjadinya eksploatasi desa oleh kota. Apabila
KLHS menunjukkan bahwa KRP mempunyai sifat eksploatatif, KRP tersebut
diamandemen atau dianulir.
Kata
penutup
Makalah
ini tidak bermaksud untuk memberikan solusi akhir. Masalahnya sangatlah rumit.
Tujuan makalah ini lebih untuk menyadarkan adanya dua fungsi dalam membangun
hubungan kota dan desa. Pengalaman menunjukkan bahwa fungsi kedua, yaitu fungsi
eksploatasi tidak dapat diabaikan. Kita harus menyadari adanya fungsi kedua
ini, mendiskusikannya dan berusaha untuk mengendalikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Revitalisasi Kawasan