Oleh
Otto
Soemarwoto
Ringkasan
Konvensi LTEMP merupakan usaha yang
terpuji. Dengan menyimak evolusi gerakan lingkungan global dari Stokholm ke Rio
de Janeiro dan akhirnya ke Johannesburg, kelemahan konvensi tersebut ialah
mempunyai kemungkinan kecil untuk diimplimentasikan. Disarankan agar LTEMP
bertujuan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan empat kriteria yang
dapat diukur secara kuantitatif, yaitu pro-lingkungan hidup, pro-rakyat miskin,
pro-perempuan dan pro-lapangan pekerjaan. Dengan cara ini LTEMP
mengintegrasikan ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup seperti
diamanatkan oleh KTT Pembangunan Berkelanjutan Johannesburg (World Summit on
Sustainable Development). Karena pembangunan berkelanjutan dapat dipantau
secara kuantitatif, hasil pemantauan itu dapat dijadikan kriteria tingkat
keberhasilan pembangunan seorang kepala daerah dan kriteria untuk pemilihan
kembali kepala daerah.
Usaha untuk membuat sebuah konvensi Rencana
Pengelolaan Ekosistem Danau Toba (Lake Toba Environmental Management Plan =
LTEMP) merupakan usaha yang sangat terpuji. Persiapan-persiapan telah dilakukan
dengan matang. Berdasarkan Briefing Paper yang saya terima saran yang
dapat saya berikan ialah sbb.:
Tujuan Rencana LTEMP ialah untuk memulihkan
dan melindungi ekosistem D. Toba. Dari pemulihan dan perlindungan ini
diharapkan akan dapat tercapai 13 sasaran manfaat. Dengan lain perkataan
sasaran utamanya adalah pemulihan ekosistem D. Toba dan manfaat yang akan
didapatkan adalah akibat pulihnya ekosistem D. Toba. Tujuan ini sangat mulia
dan berbeda dari pendekatan antroposentris yang menempatkan manusia pada
pusatnya. Namun dari segi praktis di sinilah pula letak kelemahannya, yaitu kemungkinannya
kecil akan diimplimentasikan. Pengalaman menunjukkan bahwa manusia bersifat
antroposentris. Ini dapat kita lihat dari perkembangan gerakan lingkungan hidup
sedunia.
Gerakan lingkungan hidup sedunia dimulai di
Stokholm. Di kota ini dalam tahun 1972 PBB menyelenggarakan sebuah konperensi
bernama UN Conference on the Human Environment. Resolusi Konperensi
Stokholm tidak banyak yang diimplementasikan.
Dalam tahun 1992, 20 tahun kemudian, PBB
menyelenggarakan lagi sebuah konperensi di Rio de Janeiro yang bernama UN
Conference on Environment and Development (UNCED). Nampak pergeseran dari
lingkungan hidup ke lingkungan hidup dan pembangunan. Pergeseran ini
dipengaruhi oleh World Commission on Environment and Development (WCED)
dengan laporannya Our Common Future. Salah satu hasil UNCED ialah Agenda
21. Banyak negara, termasuk Indonesia, telah menyusun Agenda 21-nya. Namun
Agenda 21 itupun tidak banyak yang diimplementasikan.
UNCED disusul oleh Konperensi Rio+10 yang
bernama World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg
dalam tahun 2002. Dalam jangka waktu 30 tahun kepedulian dan dengan demikian
perhatian orang bergerak dari lingkungan hidup ke lingkungan hidup dan
pembangunan berkelanjutan dan akhirnya ke pembangunan berkelanjutan.
Dengan melihat evolusi ini nampak bahwa
kovensi LTEMP ada pada tahap Konperensi Stokholm. Walaupun konvensi tersebut
berguna, namun kemungkinan besar tidak akan banyak diimplementasikan. Karena
itu disarankan agar konvensi LTEMP dibawa ke tahap WSSD dengan mengemasnya
dalam pembangunan berkelanjutan (PB).
Dengan mengacu pada dalil umum yang
menyatakan bahwa hanya yang dapat diukurlah yang dilaksanakan, PB itupun
haruslah diberi kriteria yang dapat diukur secara kuantitatif. Kriteria itu
harus mencerminkan isu penting yang sedang berkembang di Indonesia dan dengan
memanfaatkan metode yang telah dikembangkan dan digunakan secara nasional dan
internasional, yaitu:
·
Pro-lingkungan hidup
·
Pro-rakyat miskin
·
Pro-perempuan
·
Pro-lapangan pekerjaan
Pro-lingkungan hidup diukur dengan indeks
lingkungan hidup yang telah banyak kita gunakan, misalnya dalam AMDAL, atau
dengan UN System of Integrated Environmental and Economic Accounting.
Pro-rakyat miskin diukur dengan Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Indeks) dan Indeks Kemiskinan
Manusia (Human Poverty Indeks) menurut UNDP.
Pro-perempuan diukur dengan Indeks
Pembangunan Jender (Gender-related Development Index) dan Ukuran
Pemberdayaan Jender (Gender Empowerment Measure) menurut UNDP.
Pro-lapangan pekerjaan diukur dengan metode
ekonomi, yaitu jumlah lapangan pekerjaan yang tercipta per investment.
Biro Pusat Statistik (BPS), Bappenas dan
UNDP telah mempublikasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Kemiskinan
Manusia (IKM), Indeks Pembangunan Jender (IPJ) dan Ukuran Pemberdayaan Jender
(UPJ) pada tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Dalam tahun 1999 IPM Sumatra
Utara ialah 66,6, IKM 24,5, IPJ 61,2 dan UPJ 47,3. Indeks-indeks ini belumlah
bagus. Misalnya, IKM sebesar 24,5 menunjukkan bahwa 24,5% penduduk Sumut adalah
miskin. Daerah Istimewa Yogyakarta, sebuah propinsi yang miskin sumber daya
alam, IKM-nya ialah 18,5, jadi lebih baik daripada Sumut. Jika dibandingkan
dengan Asean indeks Sumut tersebut juga tidak bagus. Misalnya, IKM Filipina
adalah 16,3 dan Thailand 18,7.
Indeks UNDP mencakup juga pro-anak,
pro-pendidikan dan pro-kesehatan. Juga merupakan alat untuk mencapai UN
Millennium goals. Sebab sasaran UN Millennium tersebut tercakup
dalam rumus-rumus yang digunakan untuk menghitung indeks UNDP.
Dengan menggunakan empat kriteria yang
dapat diukur secara kuantitatif LTEMP mengintegrasikan ekonomi, sosial-budaya
dan lingkungan hidup seperti diamanatkan oleh KTT Pembangunan Berkelanjutan
Johannesburg (World Summit on Sustainable Development). Dengan demikian perkembangan pembangunan
berkelanjutan dapat dipantau. Perkembangan ini menjadi ukuran tingkat
keberhasilan seorang kepala daerah dalam melakukan pembangunan berkelanjutan
daerahnya.
Saran:
- Tujuan LTEMP ialah untuk meningkatkan keempat kriteria PB yang mempunyai makna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
- Perkembangan keempat kriteria PB merupakan indikator tingkat keberhasilan seorang kepala daerah dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan daerahnya dan dengan demikian kriteria untuk pemilihan kembali kepala daerah.
Catatan.
Keterangan lebih lanjut tercantum dalam buku di bawah yang dapat didapatkan
dari Kantor Sekretaris Daerah Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepatihan, Yogyakarta (versi bahasa Indonesia dan
versi bahasa Inggris).
Otto Soemarwoto, 2003, penyunting. Agenda
21 Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kantor
Sekretaris Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepatihan, Yogyakarta.
Catatan kecil ialah saran untuk menggunakan istilah Indonesia Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup Danau Toba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Revitalisasi Kawasan