KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Rabu, 09 Desember 2015

PERENCANAAN PEMUGARAN BANGUNAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA, DAN REVITALISASI KAWASAN CAGAR BUDAYA

Oleh : Gunadi Kasnowihardjo
 



I.        PENDAHULUAN

Di era pasca reformasi dan menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan era pasar global nanti dan memperhatikan amanat Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, pengelolaan cagar budaya cenderung “diserahkan” kepada masyarakat, dalam arti tidak sepenuhnya akan diampu oleh pemerintah. Oleh karena itu masyarakat warga bangsa Indonesia mau-tidak mau, suka-tidak suka terwujudnya kesepakatan MEA dan Pasar Global serta terbitnya UU RI harus diterima dengan tangan terbuka, lapang dada dan legowo.
Untuk menghadapi tantangan globalisasi dan mentaati Undang-Undang No. 11 Tahun 2010, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya Dinas Kebudayaan dan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berkolaborasi dan bersinergi melakukan kegiatan pelatihan pelestarian bangunan cagar budaya baik konstruksi dari batu, kayu, bata maupun kombinasinya (batu dan kayu, bata dan kayu, batu, kayu dan bata). Pelatihan ini diperuntukkan khususnya bagi para penyelenggara jasa konstruksi dan keteknikan yang pada suatu waktu mereka akan menangani objek pekerjaan yang termasuk bangunan cagar budaya.
Dengan mengikuti pelatihan pelestarian bangunan cagar budaya, apabila telah dinyatakan lulus, maka mereka berhak memiliki sertifikat hasil pelatihan dan akan mendapatkan referensi sebagai syarat mutlak untuk dapat mengerjakan kegiatan penyelenggaraan jasa keteknikan ataupun jasa konstruksi dalam pemugaran bangunan yang termasuk cagar budaya. Apabila kegiatan pelatihan ini tidak segera dilaksanakan, maka para penyelenggara jasa keteknikan dan jasa konstruksi kita akan tergeser oleh penyelenggara jasa konstruksi yang berasal dari negara tetangga yang rata-rata mereka telah bersertifikat, bahkan tidak sedikit dari mereka telah mendapatkan sertifikat yang diakui secara internasional. Perlu diingat dan diperhatikan bahwa Masyarakat Ekonomi Asean yang akan diberlakukan pada akhir 2015 nanti membuat persaingan tenaga kerja antar negara-negara ASEAN semakin ketat.
   
II.     PERSIAPAN

Kegiatan pemugaran bangunan cagar budaya jauh berbeda dengan pembangunan gedung baru. Hal ini yang pertama-tama disadari dan dipahami oleh para penyelenggara jasa konstruksi ataupun jasa keteknikan lainnya. Sebagai rekanan atau pihak penyelenggara jasa konstruksi atau jasa keteknikan khususnya dalam pemugaran bangunan cagar budaya, langkah-langkah awal yang harus dipersiapkan adalah sebagai berikut:

A.   Persiapan administrasi.
Yang dimaksud dengan persiapan administrasi antara lain kelengkapan persyaratan administrasi sebagai lembaga atau perusahaan swasta seperti misalnya akte pendirian perusahaan, NPWP, surat-surat dari instansi/dinas terkait dan sebagainya.

B.   Persiapan SDM
Sebagai perusahaan yang qualified dituntut memiliki Sumberdaya manusia yang memadai agar dapat melaksanakan kegiatan dengan memuaskan, baik dan benar, lebih-lebih untuk bangunan yang termasuk klasifikasi bangunan cagar budaya. Pada umumnya kegiatan pemugaran bangunan cagar budaya selain melakukan rekonstruksi juga dilakukan konservasinya. Kedua jenis kegiatan ini dilakukan secara simultan dan memerlukan sumberdaya manusia yang sifatnya khusus. Bahkan tenaga tukang batu dan tukang kayunyapun memerlukan pengalaman khusus. Oleh karena para penyelenggara jasa konstruksi maupun jasa keteknikan pada umumnya belum memiliki SDM yang ahli masalah cagar budaya, maka biasanya mereka “mempekerjakan” para ahli arkeologi terutama yang telah “bersertifikat” sebagai ahli cagar budaya, karena tidak semua ahli arkeologi sebagai ahli cagar budaya, kecuali oknum-oknum tertentu yang telah memiliki berbagai pengalaman di bidang pengelolaan cagar budaya.

C.   Persiapan Teknis
Teknis-teknis konstruksi bangunan cagar budaya yang umumnya berupa teknik tradisional yang dihasilkan dari kearifan lokal nenek moyang kita harus dipahami terlebih dahulu oleh para calon pelaksana penyelenggara jasa konstruksi yang akan melakukan pemugaran bangunan cagar budaya. Beberapa jenis ukuran panjang, lebar, model-model sambungan, pasak beberapa di antaranya sudah mulai ditinggalkan oleh generasi sekarang. Dalam persiapan yang bersifat teknis ini akan dapat ditemukan dari hasil studi kelayakan dan studi teknis yang akan dijelaskan di bagian berikut ini.

III.  STUDI KELAYAKAN

A.   Latar Belakang
Studi kelayakan mencakup pengamatan teknis-arkeologis terhadap objek cagar budaya. Pengamatan yang dimaksud adalah serangkaian kegiatan pengamatan dalam rangka pembuatan rencana pemugaran yang didasarkan atas pertimbangan teknis seperti konstruksi, sipil, arsitektur, konservasi, dan pertimbangan arkeologis berdasarkan prinsip-prinsip pokok yang berlaku. Oleh karena itu sebelum berlangsung suatu kegiatan pemugaran, terlebih dahulu harus dilakukan studi kelayakan. Studi ini bertujuan mengumpulkan data selengkap mungkin untuk dapat dijadikan pertimbangan bagi keputusan layak tidaknya suatu warisan cagar budaya tersebut dipugar.

B.   Pertimbangan Historis dan Sosial Kemasyarakatan (intangible)
Latar belakang sejarah suatu objek cagar budaya sangat penting untuk diungkap baik terkait dengan sejarah lokal, regional, nasional maupun internasional. Berawal dari latar sejarahnya inilah konteks cagar budaya akan dapat ditemukan dan akan memberikan sumbangan bagi rekonstruksi sejarah peradaban bangsa kita. Adapun yang dimaksud pertimbangan Sosial – Kemasyarakatan yaitu hal-hal yang bersifat kasuistis yang muncul dari anggota masyarakat baik secara perseorangan ataupun atas nama kelompok. Hal ini biasanya terkait dengan status kepemilikan objek cagar budaya, dan pemanfaatannya yang tidak pernah dikelola secara profesional.

C.   Pertimbangan Arkeologis (tangible)
Sebagai ilmu yang sangat khusus dalam penerapannya di lapangan arkeologi memiliki metode ekskavasi dalam penelitian, oleh sebab itulah selain meneliti artefak yang ada di atas permukaan tanah, sering pula harus melakukan penggalian untuk mendapatkan artefak yang ada di dalam tanah. Penelitian artefaktual bagian dari bangunan dan komponen-komponennya termasuk ragam hias dan arsitekturalnya, semuanya dikaji, dan dianalisis serta dicari konteks historisnya. Dengan demikian kajian arkeologis yang bersifat tangible apakah dapat didukung dari data intangible atau tidak, hal ini akan dapat diketahui. Karena kadang terjadi kontradiktif  antara data tangible dan data intangible.  

D.  Pertimbangan Teknis
Hasil kajian teknis ini antara lain terjadinya proses penurunan kualitas bangunan cagar budaya baik yang disebabkan oleh faktor umur (gejala umum) sehingga terjadi proses pelapukan. Faktor biotik misalnya tumbuh jamur dan mikro organisma yang mempercepat proses kerusakan komponen bangunan kayu, adanya rayap dan kelelawar yang menyebabkan terjadi proses kerusakan pada bagian dari bangunan cagar budaya. Kemudian faktor abiotik seperti misalnya adanya kapilarisasi air tanah yang dapat membasahi hingga titik jenuh pada bagian pondasi dan dinding bangunan. Kelembaban lingkungan yang cukup tinggi akibat kondisi geografis kawasan tropis menyebabkan mudah rusaknya komponen bangunan yang berbahan kayu dan bambu.


E.   Kesimpulan dan Rekomendasi
Hasil Studi Kelayakan dapat disimpulkan bahwa sebuah bangunan cagar budaya dapat atau tidak dapat diusulkan sebagai bangunan cagar budaya yang layak dipugar. Layak tidaknya kesimpulan tersebut akan mengerucut menjadi satu rekomendasi yang harus diketahui oleh para pemangku kepentingan antara lain Dinas Kebudayaan dan masyarakat setempat, pemerintah daerah dari Desa hingga Provinsi, dan juga ke instansi pusat.

IV.    STUDI TEKNIS

A.   Hasil Rekomendasi Studi Kelayakan
Studi teknis mutlak harus dilakukan setelah diketahui rekomendasi dari hasil studi kelayakan bahwa bangunan cagar budaya tersebut layak untuk dipugar atau direstorasi. Studi teknis untuk kegiatan yang diperkirakan memerlukan tahun jamak (multi years) kadang perlu disiapkan master plan. Hal ini disebabkan  sering dalam kegiatan restorasi bangunan cagar budaya muncul hal-hal yang bersifat lintas sektor.

B.   Data Kerusakan Teknis Konstruksi
Rekapitulasi data kerusakan teknis konstruksi secara rinci dilakukan bagian perbagian didokumentasikan secara lengkap baik dengan foto maupun gambar teknis untuk bagian-bagian yang penting. Dalam studi teknis dilengkapi pula langkah-langkah perlakuan yang tepat dalam kegiatan restorasi yang akan dilakukan tahap berikutnya. Contoh kerusakan teknis konstruksi untuk banguan bata dan kayu  dimulai dari kerusakan pondasi, dinding, lantai, tiang, blandar hingga konstruksi atap. Berapa % kerusakan yang terjadi dan di bagian mana saja, harus di data seakurat mungkin dan dianalisis, agar dalam perencanaan baik rekonstruksi di atas kertas maupun dalam menyusun RAB semuanya tepat sasaran.
     
C.   Data Kerusakan Non Konstruksi
Yang dimaksud data kerusakan non konstruksi yaitu kerusakan yang tidak berpengaruh terhadap kekuatan bangunan seperti misalnya kusen dan daun pintu ataupun jendela, plesteran, cat, plitur, dan jenis coating lainnya, serta artefak-artefak lain sebagai kelengkapan dari sebuah bangunan cagar budaya termasuk meubelair yang digunakan semasa dengan bangunan cagar budaya yang akan dilestarikan. Seperti halnya dalam mendokumentasikan dan menganalisis data kerusakan teknis konstruksi, akan tetapi penggantian komponen dalam pelaksanaan restorasi dapat diminimalisir. Data kerusakan baik untuk teknis konstruksi maupun non konstruksi meliputi bangunan induk dan bangunan lainnya. 

D.  Data Kerusakan Biotis
Kerusakan yang disebabkan oleh tumbuh2an, jamur atau mikroba dan binatang lain seperti rayap, burung serta kelelawar, secara teknis akan mendapatkan perlakuan khusus yaitu teknis konservasi dan preservasi.

V.       REVITALISASI KAWASAN CAGAR BUDAYA

          Langkah-langkah perencanaan dalam kegiatan revitalisasi kawasan cagar budaya tidak berbeda dengan perencanaan pemugaran bangunan warisan budaya ataupun cagar budaya seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam perencanaan revitalisasi kawasan cagar budaya antara lain:

A.   Evaluasi Kebijakan
Hal-hal yang terkait dengan perlakuan baik masyarakat maupun pemerintah dalam pengelolaan cagar budaya di sebuah kawasan cagar budaya.

B.   Kajian Akademik
Meliputi kajian historis-arkeologis, orisinalitas kawasan, perubahan yang terjadi dan sebab musababnya, serta mengapa hal itu bisa terjadi?
Perlu reinterpretasi sebelum dilakukan revitalisasi?

C.   Rekomendasi
Setelah dilakukan revitalisasi perlukah diterbitkan regulasi khusus untuk melindungi sebuah kawasan cagar budaya.

VI.    PERENCANAAN RESTORASI dan REVITALISASI KAWASAN

A.   Detail Engineering Design (DED)
Adalah gambar kerja secara detail atau sering disebut bestek yaitu merupakan kunci pokok atau tolok ukur dalam pelaksanaan suatu pekerjaan konstruksi,  baik dalam menentukan kualitas dan skop pekerjaan, maupun dalam menyusun Rencana Anggaran Biaya. 
DED disusun oleh Konsultan perencana berdasarkan anggaran yang tersedia, sehingga selain gambar teknis, DED mencakup RAB, dan periodisasi pelaksanaan serta penganggarannya yang dibatasi dengan sistem termin. Pada umumnya dibagi dalam 4 tahap (termin) yaitu termin I pekerjaan telah mencapai 30 %, selanjutnya termin II mencapai 60 %, dan termin III pekerjaan telah mencapai 100 %, akan tetapi pembayaran termin ketiga senilai 30% dari anggaran, sedangkan yang 10 % dibayarkan setelah selesai atau masa pemeliharaan telah berakhir. 

B.   Rancangan Anggaran Beaya (RAB).

RAB merupakan salah satu syarat mutlak yang harus disiapkan dalam kegiatan restorasi bangunan cagar budaya, baik yang akan dilakukan oleh lembaga pemerintah pengelola bangunan cagar budaya maupun lembaga penyelenggara jasa konstruksi dari pihak ketiga. RAB meliputi:

1.    Gaji/upah
2.    Bahan
3.    Alat
4.    Perjalanan

C.    Rencana Kerja (Jadwal Kegiatan)


No

Jenis  Kegiatan

Bulan pelaksanaan

Ket.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1.
Pendokumentasian












Secara simultan
2.
Pembongkaran













3.
Konservasi












Secara simultan
4.
Pemasangan kembali













5.
Penataan lingkungan












Taman & tanam pohon







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Revitalisasi Kawasan