Annisa Luthfia (114150020)
Sungai
Bengawan Solo merupakan sungai terbesar di Pulau Jawa, dan mengalirkan air dari
daerah aliran sungai (DAS) seluas kurang lebih 16.100 km2, mulai
dari pegunungan sewu di sebelah barat-selatan Surakarta, ke Laut Jawa di utara
Surabaya melalui alur sepanjang kurang lebih 600 km. Sungai Bengawan Solo
terletak di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, pada 110”18’ BT sampai 112”45’
BT dan 6”49’ LS sampai 8”08’ LS. Sungai ini memiliki iklim tropis dengan suhu
udara dan kelembaban yang tinggi.
Luas
total wilayah Sungai Bengawan Solo sekitar 20.125 km2, terdiri dari 4 daerah
aliran sungai, yaitu DAS Bengawan Solo dengan luas 16.100 km2, DAS Kali
Grindulu dan Kali Lorog di Pacitan seluas 1.517 km22, DA kecil di kawasan
pantai utara seluas 1.410 km2 dan DAS Kali Lamong seluas 720 km2. Sungai
Bengawan Solo secara administrative mencakup 17 kabupaten dan 3 kota di wilayah
Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sungai
Bengawan Solo memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat disekitarnya, selain
sebagai sumber kehidupan, sungai ini berfungsi sebagai tempat tujuan wisata
walaupun masih sangat sederhana dalam pengelolaannya. Hal ini dikarenakan oleh
keindahan pemandagan alam yang menjadi daya tarik tersendiri bagi
pelancong-pelancong untuk menyusuri sungai. Selain sebagi tempat wisata, sungai
Bengawan Solo juga dimanfaatkan masyarakat untuk mengairi ribuan hektar
sawahdisepanjang aliran sungai. Sungai ini juga menyuplai air baku untuk
kebutuhan setiapmhari, air industri, dan sebagai sarana PLTA (salah satunya
PLTA Gajah Mungkur, Wonogiri). Pemanfaatan Sungai Bengawan Solo, tampaknya
sudah mencapai tahap pengembangan, hal ini dapat dilihat dengan adanya bangunan
perairan seperti bendungan, tanggul, jaringan irigasi, dll.
Selanjutnya,
apabila dilihat dari banyaknya aktifitas masyarakat yang menggunakan sungai
untuk kebutuhan hidup tidak hanya berdampak baik, tetapi juga berdampak buruk
terhadap ekosistem sungai sendiri. Dapat dilihat bahwa saat ini keadaan sungai
sangat memprihatinkan yakni terjadinya kerusakan ekologi sungai terutama
pendangkalan sungai akibat adanya sedimentasu berupa lumpur, endapan yang masuk
cukup besar sehingga menutup rongga-rongga. Keadaan ini membuat debit air tidak
stabil. Penutupan rongga-rongga akibat endapan membuat biota sungai seperti
ikan, udang, atau kerang menjadi mati. Selain itu, pemukiman ilegal disekitar
sungai juga memberikan kontribusi terhadap kerusakan ekologi. Saat ini, Sungai
Begawan Solo layaknya sebagai tempat pembuangan yang paling praktis. Adanya
pencemaran Sungai Bengawan Solo selain itu disebabkan oleh pembungan limbah
beracun oleh industri sehingga membuat air sungai tidak layak konsumsi dan
membunuh biota di dalamnya.
Uraian
singkat di atas dapat memberikan gambaran bagaimana keadaan sungai Bengawan
Solo beserta permasalahannya. Pertama, akibat pendangkalan sungai di kawasan
muara bengawan, dapat merambah hingga hutan bakau dan hutan bakaupun akan
menjadi dangkal. Ini akan berdampak kepada kematian biota sungai (ikan, udang)
yang tidak mempunyai tempat berlindung. Jika terus berlanjut, kawasan kan
menjadi delta atau tanah timbul. Akibatnya selain ekosistem yang rusak, dampak
besarnya dapat terjadi sengketa. Kedua, pengelolaan industri tanpa IPAL dalam
skala besar maupun skala rumah tangga memicu terjadinya pencemaran sungai, bahkan
mengakibatkan air sungai tidak layak dikonsumsi dan membunuh habitat di
dalamnya. Selanjutnya, sungai Bengawan Solo digunakan sebagai irigasi, namun
tanah disekitarnya dimanfaatkan sebagai lahan pertanian lahan ini lama kelamaan
akan menjadi lahan kritis.
Kemudian,
semakin terjadinya pendangkalan sungai berakibat luapan air sungai yang
berpotensi banjir pada musim hujan dengan curah hujan tinggi. Banjir di kota
Surakarta tidak hanya disebabkan oleh pendangkalan pada Sungai Bengawan Solo,
tetapi disebabkan oleh kurangnya kesadaran penduduk yang berada di sekitar
sungai untuk membuang sampah pada tempatnya. Sampah-sampah tersebut dibuang di
Sungai Bengawan Solo sehingga mengakibatkan luas daerah aliran sungai menyempit
karena tertutup oleh sampah. Banjir di kota Solo sudah menjadi agenda tahunan
dalam beberapa tahun terakhir ini. Banjir ini merendam rumah-rumah warga
sehingga aktifitas sehari-hari terhenti total. Menurut halaman solopos.com pada
Juni 2016, kawasan yang terendam antara lain wilayah Sukoharjo, pasar Ir.
Soekarno hingga Grogol dan Tanjung Anom serta Solo Baru. Gaerah tersebut
merupakan kawasan perkotaan yang padat penduduk. Oleh karena itu, perlu segera
dilakukan upaya revitalisasi Sungai Bengawan Solo untuk mengembalikan ke fungsi
aslinya dan mencegah banjir.
Upaya
revitalisasi Sungai Bengawan Solo sebagai salah satu cara pengendalian banjir
dapat dilakukan dengan beberapa macam cara. Pengelolaan
sungai dilakukan dari hulu ke hilir yaitu: normalisasi sungai, pengontrolan
erosi, dan revitalisasi sungai di pusat kota. Normalisasi sungai mencakup
optimalisasi bendungan dan pengerukan sedimen, sedangkan pengontrolan erosi
dilakukan dengan pembuatan sumur resapan, optimalisasi sudetan, dan konservasi
tanah. Selanjutnya, revitalisasi sungai Bengawan Solo dilakukan dengan
pembuatan RTH pada anak sungai yang berada di pusat kota sehingga mendukung
sektor pariwisata, budaya, dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pertama, mengoptimalisasikan
fungsi bendungan antara lain
: bendungan serbaguna Wonogiri, Bendungan Irigasi Nekuk, Pondok, Sangiran dan
Gondang (Kedung Brubus dan Gonggang).
Kedua, perbaikan Sungai Bengawan Solo Hulu dan Hilir. Ketiga, perbaikan Sungai Kali Madiun. Terakhir, modifikasi atau rehabilitasi beberapa bangunan seperti : bendungan irigasi, modifikasi bending, waduk-waduk lapangan/embung, perbaikan pada beberapa anak-anak sungai, floodway, dsb. Apabila mengacu pada Pengelolaan Sungai Bengawan Solo terdapat lima poin sebagai upaya pengendalian banjir yaitu : (1) Mempromosikan Pengembangan Sumber Daya Air, (2) Memperkuat Pengelolaan Daerah Tangkapan Air, (3) Memperkuat Kerangka Kerja Pengelolaan Kualitas Air, (4) Memperkuat Pengelolaan Pengendalian Banjir, (5) Memperkuat Kerangka Kerja Kelembagaan untuk Pengelolaan SDA (BBWS, 2016).
Kedua, perbaikan Sungai Bengawan Solo Hulu dan Hilir. Ketiga, perbaikan Sungai Kali Madiun. Terakhir, modifikasi atau rehabilitasi beberapa bangunan seperti : bendungan irigasi, modifikasi bending, waduk-waduk lapangan/embung, perbaikan pada beberapa anak-anak sungai, floodway, dsb. Apabila mengacu pada Pengelolaan Sungai Bengawan Solo terdapat lima poin sebagai upaya pengendalian banjir yaitu : (1) Mempromosikan Pengembangan Sumber Daya Air, (2) Memperkuat Pengelolaan Daerah Tangkapan Air, (3) Memperkuat Kerangka Kerja Pengelolaan Kualitas Air, (4) Memperkuat Pengelolaan Pengendalian Banjir, (5) Memperkuat Kerangka Kerja Kelembagaan untuk Pengelolaan SDA (BBWS, 2016).
Pembangunan
tanggul bukan satu-satunya jalan keluar untuk permasalahan ini. Permodelan yang
dapat dipakai untuk revitalisasi Sungai Bengawan Solo haruslah seusuai dengan
keadaan dan budaya setempat. Normalisasi sungai merupakan salah satu hal pokok
yang harus dilakukan dalam upaya revitalisasi Sungai Bengawan Solo.
Selanjutnya, adalah upaya pelebaran sungai untuk meningkatkan daya tampung
sungai. Masalah yang dihadapi dalam pelebaran sungai adalah persoalan
pembebasan lahan. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan DAS berdasarkan
pendekatan negosiasi dengan warga sekitar. Negosiasi dan partisipasi membuat
prakarsa pengelolaan menjadi milik masyarakat lokal karena mereka terus
terlibat dalam proses yang secara langsung mempengaruhi kehidupan mereka.
Implikasi penting dari pendekatan ini adalah bahwa masyarakat dapat memilih
untuk mengembangkan solusi-solusi yang paling tidak merusak secara sosial dan
lingkungan. Lebih jauh, pegakuan atas wawasan, pengetahuan, dan penghargaan
terhadap pendapat mereka, akan menghasilkan rasa kepemilikan di masyarakat
(Soelistyowati, 2008).
Upaya
revitalisasi Sungai Bengawan Solo selanjutnya adalah memperbaiki dan
mengembangkan tujuan awal Sungai Bengawan Solo sebagai kawasan wisata.
Sehingga, upaya revitalisasi tidak terkesan jauh dari masyarakat. Setelah upaya
revitalisasi Sungai Bengawan Solo dalam segi rekayasa teknik telah selesai maka
kawasan revitalisasi ini dapat diubah menjadi kawasan ekowisata Sungai Bengawan
Solo. Ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan
alamnya masih asli, dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung
upaya-upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negative, dan memberikan
keuntungan sosial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal.
Ekowisata
Sungai Bengawan Solo direncanakan secara spesifik dapat memuat : (1) Kontribusi
aktif dalam konservasi alam dan budaya, (2) Partisipasi penduduk lokal dalam
perencanaan, pembangunan dan operasional kegiatan wisata serta menikmati
kesejahteraan, (3) Transfer pengetahuan tentang warisan budaya dan alam pada
pengunjung, (4) Bentuk wisata independen atau kelompok wisata berukuran kecil
(Nugroho, 2011). Oleh karena itu, upaya revitalisai Sungai Bengawan Solo dapat
dilakukan secara komprehensif dan melibatkan masyarakat sekitar sehingga selain
terhindar dari banjir dan memperoleh kualitas lingkungan yang lebih baik juga
dapat melakukan upaya menyejahterakan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Wilayah
Sungai Bengawan Solo. 2016. Profil
Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo. Surakarta : BBWS
Bengawan Solo
Nugroho, Iwan.
2011. Ekowisata dan Pembangunan
Berkelanjutan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Soelistyowati,
Heni dan Hardono Hadi. 2008. Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai : Sebuah Pendekatan Negosiasi. Yogyakarta : Insist
Press
Anik. 2016. “Sebagian
Sukoharjo Masih Terendam, Solo Mendung Gelap”. Diakses tanggal 5 September 2016
pada solopos.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Revitalisasi Kawasan