KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Selasa, 15 November 2016

REVITALISASI SUNGAI BENGAWAN SOLO SEBAGAI SOLUSI PENANGANAN BANJIR DAN RUJUKAN EKOWISATA DI SURAKARTA, JAWA TENGAH


Annisa Luthfia (114150020)

Sungai Bengawan Solo merupakan sungai terbesar di Pulau Jawa, dan mengalirkan air dari daerah aliran sungai (DAS) seluas kurang lebih 16.100 km2, mulai dari pegunungan sewu di sebelah barat-selatan Surakarta, ke Laut Jawa di utara Surabaya melalui alur sepanjang kurang lebih 600 km. Sungai Bengawan Solo terletak di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, pada 110”18’ BT sampai 112”45’ BT dan 6”49’ LS sampai 8”08’ LS. Sungai ini memiliki iklim tropis dengan suhu udara dan kelembaban yang tinggi.
Luas total wilayah Sungai Bengawan Solo sekitar 20.125 km2, terdiri dari 4 daerah aliran sungai, yaitu DAS Bengawan Solo dengan luas 16.100 km2, DAS Kali Grindulu dan Kali Lorog di Pacitan seluas 1.517 km22, DA kecil di kawasan pantai utara seluas 1.410 km2 dan DAS Kali Lamong seluas 720 km2. Sungai Bengawan Solo secara administrative mencakup 17 kabupaten dan 3 kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Sungai Bengawan Solo memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat disekitarnya, selain sebagai sumber kehidupan, sungai ini berfungsi sebagai tempat tujuan wisata walaupun masih sangat sederhana dalam pengelolaannya. Hal ini dikarenakan oleh keindahan pemandagan alam yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pelancong-pelancong untuk menyusuri sungai. Selain sebagi tempat wisata, sungai Bengawan Solo juga dimanfaatkan masyarakat untuk mengairi ribuan hektar sawahdisepanjang aliran sungai. Sungai ini juga menyuplai air baku untuk kebutuhan setiapmhari, air industri, dan sebagai sarana PLTA (salah satunya PLTA Gajah Mungkur, Wonogiri). Pemanfaatan Sungai Bengawan Solo, tampaknya sudah mencapai tahap pengembangan, hal ini dapat dilihat dengan adanya bangunan perairan seperti bendungan, tanggul, jaringan irigasi, dll.
Selanjutnya, apabila dilihat dari banyaknya aktifitas masyarakat yang menggunakan sungai untuk kebutuhan hidup tidak hanya berdampak baik, tetapi juga berdampak buruk terhadap ekosistem sungai sendiri. Dapat dilihat bahwa saat ini keadaan sungai sangat memprihatinkan yakni terjadinya kerusakan ekologi sungai terutama pendangkalan sungai akibat adanya sedimentasu berupa lumpur, endapan yang masuk cukup besar sehingga menutup rongga-rongga. Keadaan ini membuat debit air tidak stabil. Penutupan rongga-rongga akibat endapan membuat biota sungai seperti ikan, udang, atau kerang menjadi mati. Selain itu, pemukiman ilegal disekitar sungai juga memberikan kontribusi terhadap kerusakan ekologi. Saat ini, Sungai Begawan Solo layaknya sebagai tempat pembuangan yang paling praktis. Adanya pencemaran Sungai Bengawan Solo selain itu disebabkan oleh pembungan limbah beracun oleh industri sehingga membuat air sungai tidak layak konsumsi dan membunuh biota di dalamnya.
Uraian singkat di atas dapat memberikan gambaran bagaimana keadaan sungai Bengawan Solo beserta permasalahannya. Pertama, akibat pendangkalan sungai di kawasan muara bengawan, dapat merambah hingga hutan bakau dan hutan bakaupun akan menjadi dangkal. Ini akan berdampak kepada kematian biota sungai (ikan, udang) yang tidak mempunyai tempat berlindung. Jika terus berlanjut, kawasan kan menjadi delta atau tanah timbul. Akibatnya selain ekosistem yang rusak, dampak besarnya dapat terjadi sengketa. Kedua, pengelolaan industri tanpa IPAL dalam skala besar maupun skala rumah tangga memicu terjadinya pencemaran sungai, bahkan mengakibatkan air sungai tidak layak dikonsumsi dan membunuh habitat di dalamnya. Selanjutnya, sungai Bengawan Solo digunakan sebagai irigasi, namun tanah disekitarnya dimanfaatkan sebagai lahan pertanian lahan ini lama kelamaan akan menjadi lahan kritis.


Kemudian, semakin terjadinya pendangkalan sungai berakibat luapan air sungai yang berpotensi banjir pada musim hujan dengan curah hujan tinggi. Banjir di kota Surakarta tidak hanya disebabkan oleh pendangkalan pada Sungai Bengawan Solo, tetapi disebabkan oleh kurangnya kesadaran penduduk yang berada di sekitar sungai untuk membuang sampah pada tempatnya. Sampah-sampah tersebut dibuang di Sungai Bengawan Solo sehingga mengakibatkan luas daerah aliran sungai menyempit karena tertutup oleh sampah. Banjir di kota Solo sudah menjadi agenda tahunan dalam beberapa tahun terakhir ini. Banjir ini merendam rumah-rumah warga sehingga aktifitas sehari-hari terhenti total. Menurut halaman solopos.com pada Juni 2016, kawasan yang terendam antara lain wilayah Sukoharjo, pasar Ir. Soekarno hingga Grogol dan Tanjung Anom serta Solo Baru. Gaerah tersebut merupakan kawasan perkotaan yang padat penduduk. Oleh karena itu, perlu segera dilakukan upaya revitalisasi Sungai Bengawan Solo untuk mengembalikan ke fungsi aslinya dan mencegah banjir.
Upaya revitalisasi Sungai Bengawan Solo sebagai salah satu cara pengendalian banjir dapat dilakukan dengan beberapa macam cara. Pengelolaan sungai dilakukan dari hulu ke hilir yaitu: normalisasi sungai, pengontrolan erosi, dan revitalisasi sungai di pusat kota. Normalisasi sungai mencakup optimalisasi bendungan dan pengerukan sedimen, sedangkan pengontrolan erosi dilakukan dengan pembuatan sumur resapan, optimalisasi sudetan, dan konservasi tanah. Selanjutnya, revitalisasi sungai Bengawan Solo dilakukan dengan pembuatan RTH pada anak sungai yang berada di pusat kota sehingga mendukung sektor pariwisata, budaya, dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pertama, mengoptimalisasikan fungsi bendungan antara lain : bendungan serbaguna Wonogiri, Bendungan Irigasi Nekuk, Pondok, Sangiran dan Gondang (Kedung Brubus dan Gonggang).
Kedua, perbaikan Sungai Bengawan Solo Hulu dan Hilir. Ketiga, perbaikan Sungai Kali Madiun. Terakhir, modifikasi atau rehabilitasi beberapa bangunan seperti : bendungan irigasi, modifikasi bending, waduk-waduk lapangan/embung, perbaikan pada beberapa anak-anak sungai, floodway, dsb. Apabila mengacu pada Pengelolaan Sungai Bengawan Solo terdapat lima poin sebagai upaya pengendalian banjir yaitu : (1) Mempromosikan Pengembangan Sumber Daya Air, (2) Memperkuat Pengelolaan Daerah Tangkapan Air, (3) Memperkuat Kerangka Kerja Pengelolaan Kualitas Air, (4) Memperkuat Pengelolaan Pengendalian Banjir, (5) Memperkuat Kerangka Kerja Kelembagaan untuk Pengelolaan SDA (BBWS, 2016).
Pembangunan tanggul bukan satu-satunya jalan keluar untuk permasalahan ini. Permodelan yang dapat dipakai untuk revitalisasi Sungai Bengawan Solo haruslah seusuai dengan keadaan dan budaya setempat. Normalisasi sungai merupakan salah satu hal pokok yang harus dilakukan dalam upaya revitalisasi Sungai Bengawan Solo. Selanjutnya, adalah upaya pelebaran sungai untuk meningkatkan daya tampung sungai. Masalah yang dihadapi dalam pelebaran sungai adalah persoalan pembebasan lahan. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan DAS berdasarkan pendekatan negosiasi dengan warga sekitar. Negosiasi dan partisipasi membuat prakarsa pengelolaan menjadi milik masyarakat lokal karena mereka terus terlibat dalam proses yang secara langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Implikasi penting dari pendekatan ini adalah bahwa masyarakat dapat memilih untuk mengembangkan solusi-solusi yang paling tidak merusak secara sosial dan lingkungan. Lebih jauh, pegakuan atas wawasan, pengetahuan, dan penghargaan terhadap pendapat mereka, akan menghasilkan rasa kepemilikan di masyarakat (Soelistyowati, 2008).
Upaya revitalisasi Sungai Bengawan Solo selanjutnya adalah memperbaiki dan mengembangkan tujuan awal Sungai Bengawan Solo sebagai kawasan wisata. Sehingga, upaya revitalisasi tidak terkesan jauh dari masyarakat. Setelah upaya revitalisasi Sungai Bengawan Solo dalam segi rekayasa teknik telah selesai maka kawasan revitalisasi ini dapat diubah menjadi kawasan ekowisata Sungai Bengawan Solo. Ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan alamnya masih asli, dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya-upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negative, dan memberikan keuntungan sosial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal.
Ekowisata Sungai Bengawan Solo direncanakan secara spesifik dapat memuat : (1) Kontribusi aktif dalam konservasi alam dan budaya, (2) Partisipasi penduduk lokal dalam perencanaan, pembangunan dan operasional kegiatan wisata serta menikmati kesejahteraan, (3) Transfer pengetahuan tentang warisan budaya dan alam pada pengunjung, (4) Bentuk wisata independen atau kelompok wisata berukuran kecil (Nugroho, 2011). Oleh karena itu, upaya revitalisai Sungai Bengawan Solo dapat dilakukan secara komprehensif dan melibatkan masyarakat sekitar sehingga selain terhindar dari banjir dan memperoleh kualitas lingkungan yang lebih baik juga dapat melakukan upaya menyejahterakan masyarakat.




DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo. 2016. Profil Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo. Surakarta : BBWS Bengawan Solo
Nugroho, Iwan. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Soelistyowati, Heni dan Hardono Hadi. 2008. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai : Sebuah Pendekatan Negosiasi. Yogyakarta : Insist Press

Anik. 2016. “Sebagian Sukoharjo Masih Terendam, Solo Mendung Gelap”. Diakses tanggal 5 September 2016 pada solopos.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Revitalisasi Kawasan