KENALKAH JENIS KONSERVASI ?

Senin, 22 Mei 2017

Pemanfaatan Embung Gunung Panggung Di Desa Tambakromo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, sebagai Ekowisata

Ubedy Nurul Paryanto
 114.140.080

A.  Latar Belakang
Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten yang terletak di jajaran Pegunungan Sewu, dimana kabupaten ini terletak 39 km sebelah tenggara Kota Yogyakarta. Bentuk lahan karst yang menyusun daerah ini menjadikan Gunungkidul memiliki berbagai macam potensi  perekonomian yang dapat dikembangkan. Embung Gunung Panggung atau Embung Tambakromo terletak di Padukuhan Klepu, Desa Tambakromo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Koordinat GPS S7°54'31.3" E110°46'10.6". Lokasi Embung Gunung Panggung atau Embung Tambakromo ada di atas perbukitan perbatasan antara Kecamatan Semin di sebelah Utara, Kecamatan Ponjong di sebelah Barat dan Selatan, serta Kabupaten Wonogiri di sisi Timur. Di puncak dan sekitar kawasan embung, Waduk Gajah Mungkur maupun wilayah Wonogiri jaraknya terlihat sangat dekat dan indah. Embung Gunung Panggung ini terletak di atas ketinggian dan berada di perbatasan antara Yogyakarta dan Jawa tengah, asal muasal nama Embung Gunung Panggung ini karena bentuk puncak gunung ini luas seperti lapangan sepak bola dan berada di atas ketinggian jadi seperti panggung-panggung. Karena letaknya berada di ketinggian kita bisa melihat pemandangan yang berada di sekitar lokasi. Dari kota Yogyakarta dapat di tempuh dengan 1 jam 30 menit perjalanan menggunakan kendaraan pribadi.


Gambar 1. Peta Lokasi Embung Gunung Panggung



B.  Dasar Teori
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan, Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai lahan/ kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya (pasal 1 ayat 1). Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital hidup akan tetapi mengalami kemunduran dan degradasi. Revitalisasi kawasan adalah upaya untuk menghidupkan kembali kawasan mati, yang pada masa silam pernah hidup, atau mengendalikan dan mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki atau yang seharusnya dimiliki oleh sebuah kota sehingga diharapkan dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan kota yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup dari penghuninya.
Revitalisasi sebagai desa ekowisata mengacu pada pengertian ekowisata yang merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu; keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Satria, 2009). Namun sebaiknya para penyedia  jasa pariwisata, daerah tujuan  wisata maupun pemerintah setempat yang ingin berorientasi pada ekowisata harus memiliki  kebijakan dan program tersendiri  terkait pelestarian lingkungan, budaya setempat dan manfaat  kepada masyarakat lokal. Karena  pada banyak tempat, produk- produk wisata yang dijual  kebanyakan menyematkan kata ”eko” atau ”kembali ke alam”  hanya sebagai label untuk menarik  konsumen, namun tidak disertai  dengan semangat melestarikan  atau melibatkan masyarakat  setempat dalam produk wisata tersebut.
Revitalisasi menurt Piagam Burra (1988), adalah menghidupkan kembali kegiatan sosial dan ekonomi bangunan atau lingkungan bersejarah yang sudah kehilangan vitalitas fungsi aslinya, dengan memasukkan fungsi baru ke dalamnya sebagai daya tarik, agar bangunan atau lingkungan tersebut menjadi hidup kembali. Proses revitalisasi bukan hanya berorientasi pada keindahan fisik, tetapi juga harus mampu meningkatkan stabilitas lingkungan, pertumbuhan perekonomian masyarakat pelestarian dan pengenalan budaya (Ichwan, 2004).
C.  Pembahasan
Dalam pengembangan Embung Gunung Panggung menjadi destinasi ekowisata akan terus dilakukan penyempurnaan di sekitar daerah wisata dengan penambahan lapangan terbuka hijau atau juga tempat perkemahan serta area bermain bagi warga sekitar dan wisatawan. Selain itu juga akan ada penambahan jalan atau jalur untuk pendakian ke Embung Gunung Panggung, wahana bermain  Flying fox¸ tempat Spot Berfoto, Gazebo-gazebo untuk para wisatawan, dan juga Keindahan dari Embung itu sendiri. Potensi wisata ini akan dimaksimalkan melalui media promosi kepariwisataan.


  
















Gambar 2. Sebelum ada Pembangunan Revitalisasi Di Gunung Panggung




Sebelum ada Revitalisasi di Gunung Panggung, lokasi tersebut dulunya sebelum diatas gunung ini dibangun embung, puncak gunung ini berbentuk datar seperti lapangan, seperti panggung.
 



   
Gambar 3. Proses Pembangunan Embung Gunung Panggung



Terdapat juga sarana dan prasarana yang mendukung dari Embung Gunung Panggung tersebut seperti sebagai berikut :
1.      Camping Ground


Gambar 4. Ilustrasi camping ground

Camping Ground diciptakan agar masyarakat luas dapat menikmati keindahan Desa Ekowisata Embung Gunung Panggung, selain itu dapat digunakan sebagai lokasi outbond.

2.      Flying Fox


Gambar 5. Ilustrasi Flying Fox

Flying Fox diciptakan untuk wahana hiburan agar dapat menambah keinginan pengunjung untuk mencoba adrenalinnya dan datang ke Embung Gunung Panggung.


  


Gambar 6. Ilustrasi Gazebo - gazebo dan Spot Berfoto
Gazebo – gazebo diciptakan agar wisatawan yang lelah dapat istirahat, berteduh, dan menikmati pemandangan. Spot berfoto diciptakan agar wisatawan yang datang dapat mengabadikan keindahan tempat tersebut dan mempromosikan tempat tersebut.

D.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa:
·  Kawasan Embung Gunung Panggung merupakan kawasan yang berfungsi sebagai kawasan Ekowisata di Kabupaten Gunungkidul.
·      Masyarakat Tambakromo diuntungkan dengan adanya wisata baru
·   Masyarakat Tambakromo berkewajiban untuk menjaga dan mengawasi Ekowisata tersebut dari kerusakan.
·  Menciptakan masyarakat yang sadar akan potensi wisata daerahnya dan dapat memanfaatkan potensi sumber daya yang ada
·      Melestarikan sumber daya air
·      Ketersediaan infrastruktur kurang memadai pada kawasan ini, sehingga perlu dilakukan perbaikan infrastruktur yang ada dilingkungan tersebut terutama jalan agar mempermudah aksesibiltas masuk dan keluar dari kawasan ini.
·      Menciptakan perekonomian local dan membuka lapangan pekerjaan.

Daftar pustaka
Danisworo, Mohammad & Widjaja Martokusumo (2000), “Revitalisasi Kawasan Kota Sebuah Catatan dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Kawasan Kota”.  www.urdi.org (urban and reginal development institute, 2000)) diakses 23 Maret 2017 pukul 18.30 WIB.
Ichwan, Rido Matari (2004), “Penataan dan Revitalisasi sebagai Upaya peningkatkan Daya Dukung Kawasan Perkotaan”, Makalah pribadi Pengantar ke Falsafah Sains, Sekolah Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor, Bogor
Satria, Dias. 2009. Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal Dalam Rangka Program Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Kabupaten Malang. Journal of Indonesian Applied Economics. Vol/ 3 No. 1 hal 37-47

UNESCO Office Jakarta and Regional Bureau for Science in Asia and the Pacific. 2009. Ekowisata: Panduan Dasar Pelaksanaan. Jakarta: UNESCO Office Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Revitalisasi Kawasan