Oleh Yayang Wira A.S
(114080049)
Kelas A
Penataan dan Revitalisasi
Kawasan
Malioboro, tentu bukanlah sebuah
kawasan yang asing khususnya bagi warga Yogyakarta dan umumnya masyarakat
Indonesia. Kawasan yang menjadi ikon propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) ini selalu memiliki tempat tersendiri di benak hati warga Jogja.
Berbagai hempasan arus jaman telah dilalui kawasan itu, sehingga mengubah wajah
Malioboro yang dulunya terkesan tradisional.
Keanekaragaman masyarakatnya pun menjadi ciri khas dari kawasan ini,
yakni dihuni oleh pengusaha, pedagang, tukang becak, juru parkir, sampai dengan
para seniman jalanan. Daerah ini merupakan kawasan yang sangat berharga bagi
DIY lantaran merupakan pusat terjadinya aktvitas perekonomian. Hingga saat ini,
kawasan yang berada di jantung kota jogja ini telah menghidupi masyarakat jogja
dari berbagai macam kelas sosial.
Masalah kurangnya lahan parkir menjadi
pekerjaan yang perlu dibenahi di kawasan Malioboro. Kurangnya lahan parkir
menyebabkan kemacetan panjang di ruas jalan tersebut, terutama saat libur
panjang atau saat akhir pekan.
Untuk mengurai kemacetan kawasan Malioboro salah satunya lewat
penyediaan lahan parkir yang luas dan terjangkau. Menurut saya, lahan parkir
menjadi jaminan atas kelayakan sebuah kawasan pariwisata perlu diikuti dengan
perbaikan sarana transportasi massal. “Untuk penambahan lokasi parkir perlu dilakukan
pengkajian menyeluruh,”
Salah satu unsur penting dalam mewujudkan
Malioboro sebagai kawasan pariwisata, menurut saya adalah penyediaan lokasi-lokasi parkir yang
memadai,serta revitalisasi lokasi parkir. Sementara itu, di kawasan Malioboro
terdapat sejumlah lahan yang bisa dimanfaatkan sebagai lokasi parkir, di antaranya
di kantor Dinas Pariwisata dan bekas gedung bioskop Indra.
Di perkirakan luas lahan parkir yang harus
tersedia agar masalah kemacetan dapat terselesaikan adalah sekitar 30.000 meter
persegi. Untuk mengatasi keterbatasan lahan yang ada, maka area parkir dapat
dibangun bertingkat. dengan luas 500 meter persegi, sudah mampu menampung
sebanyak 200 unit mobil, sehingga apabila dibuat bertingkat, maka daya
tampungnya akan semakin banyak.
Rencana revitalisasi kawasan Malioboro dengan membangun
lahan parkir bawah tanah dinilai kurang tepat. Lahan parkir bertingkat dinilai
lebih ideal terlebih berkaitan dengan kondisi air bawah tanah kawasan tersebut.
Kajian untuk pembangunan kantong parkir menurutnya sangat perlu mengingat
kawasan Malioboro mengalami kemiringan 100-150 meter dari permukaan laut.
Kondisi geografis itu, lanjutnya, tidak memungkinkan
untuk pembangunan lahan parkir bawah tanah.“Akan mengganggu kondisi air bawah
tanah, yang memungkinkan itu pembuatan lahan parkir bertingkat,”. Di samping
itu, sistem parkir yang ada perlu menerapkan pembatasan durasi parkir dengan
sistem waktu. “Melihat lahan yang ada di Kota Jogja, yang sesuai memang parkir
bertingkat. Kawasan Malioboro nantinya dapat dilalui oleh para pejalan kaki.
Selain itu, kendaraan tradisional dapat berkelana bebas di kawasan tersebut
sepertihalnya becak dan andong.
Rencana pembangunan tersebut dapat
diperkirakan akan menimbulkan berbagai macam dampak sosial. Salah satunya
yakni, terjadinya aksi pro dan kontra diantara pemerintah DIY dengan elemen
masyarakat yang menghuni kedua kawasan itu., hal ini tentu saja akan berdampak
kepada perekonomian juru parkir dan pedagang kaki liam yang ada di area
tersebut.
Kemungkinan besar juru parkir
di Malioboro nantinya akan melakukan aksi penentangan terhadap proyek lahan
parkir bertingkat apabila tidak mampu memberikan solusi untuk kelangsungan
kehidupan para juru parkir yang berada diarea lain kususnya dikawasan Malioboro
tersebut. Para juru parkir di Malioboro yang notabene masyarakat jawa tentu
saja akan ngotot untuk dapat mempertahankan lahan parkirnya tersebut
untuk dapat melangsungkan kehidupannya.
Lahan ataupun tanah merupakan sesuatu yang sangat vital bagi
masyarakat Jawa. Sepertihalnya pitutur Jawa yang berbunyi, “sadumuk bathuk
sanyari bumi, tekaning pati”(seraut wajah dan sejengkal tanah,
dipertahankan hingga mati).
Ungkapan itu menegaskan bahwa tanah merupakan sesuatu yang dikatakan
sangat sakral karena dianggap berhubungan erat dengan martabat atau harga diri
seseorang. Tanah merupakan sesuatu yang sangat mudah menyulut emosi seseorang.
Untuk hal ini, orang berani
mempertahankannya sampai titik darah penghabisan, bahkan tidak jarang bersedia
untuk membunuh orang yang dianggap merendahkan martabatnya dengan menyerobot
tanah miliknya. Walaupun tanah yang dimilikinya tidak luas, orang akan
mempertahankannya mati-matian. Masalahnya bukan pada luasnya tanah,
melainkan lebih pada hak milik tanah yang diperjuangkan (apalagi jika tanah itu
didapat dengan perjuangan yang berat).
Untuk itu, didalam merencanakan perbaikan lingkungan, alangkah
baiknya tetap memperhatikan kelangsungan hidup elemen masyarakat yang ada di
kawasan Malioboro. Boleh saja mengembangkan kawasan Malioboro menjadi lahan
parkir bertingkat asalkan tidak membunuh perekonomian elemen masyarakat yang
ada di kawasan atau area tersebut.
Didalam membangun
suatu kota, tidak hanya menghadapi bangunan fisik semata, melainkan juga
membangun kondisi sosial-budaya yang ada didalamnya. Oleh karena itu, untuk
mewujudkan pembangunan. Lahan parkir bertingkat dikawasan Malioboro, sebaiknya
mengikutsertakan aspirasi elemen masyarakat yang ada di kawasan tersebut.
Dengan demikian, kebijakan pembangunan yang dibuatnya akan berdiri kokoh, baik
dari segi fisik, maupun dari segi sosial-budaya yang mewarnainya.
Salah satu kunci
strategis untuk memutus mata rantai konflik adalah dengan menerapkan manajemen
informasi yang terbuka. Dalam RPJPD dan Agenda 21 sedikit banyak sudah
terpetakan dan terinformasikan agenda proyek apa saja yang akan digelar.
Terpetakan pula dukungan apa saja yang mereka harapkan dari para pihak. Namun,
pengalaman selama ini menunjukkan bahwa komunikasi yang sehat seperti itu tidak
cukup banyak tersampaikan ketika perencanaan proyek dan pelaksanaan proyek akan
dan sudah berlangsung.
Proyek-proyek cenderung dilaksanakan dalam
sistem yang tidak sepenuhnya terbuka dan mudah diakses oleh publik. Tahap-tahap
konsultasi publik atas proyek berjalan pun pada beberapa kasus ternyata tidak
sepenuhnya dihadiri oleh publik yang benar-benar mewakili komunitasnya.
Berbagai rekomendasi konsultan ahli pun seringkali terhenti ketika sampai
tataran eksekusi tanpa alasan yang jelas. Potensi semacam itu sudah beberapa
kali terjadi.
Daftar Pustaka
·
Rachmawati, Rini. 2009. Dasar-dasar Tata
Ruang.
· Soemanto, Bakdi. 2005.
Budaya Yogya, Membela Kamanusiaan.
·
Forum Ide Warga. 2005. Parkir Alun2 Utara.
Forum Ide Warga
· Peraturan Daerah Kotamadya
Daerah Tingkat II Yogyakarta No. 5 Tahun 1991 tentang Rencana Detail Tata Ruang
Kota Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta 1990 – 2010.
Soal-Jawab UTS
1.
Situasi jalan malioboro yang di penuhi dengan mobil dan montor di pingir
jalan menyebabkan kemacetan, terjadi
setiap hari di ruas jalan. bagai mana solusinya agar memperkecil persentase
kemacetan yang terjadi di ruas jalan tersebut agar arus lalulintas berjalan
lancar ?
Jawaban
Masalah Kurangnya lahan parkir
menjadi pekerjaan yang perlu dibenahi di kawasan Malioboro. Kurangnya lahan
parkir menyebabkan kemacetan panjang di ruas jalan tersebut, terutama saat
libur panjang atau saat akhir pekan. Untuk mengurai kemacetan kawasan
Malioboro salah satunya lewat penyediaan lahan parkir yang luas dan terjangkau.
Menurut saya, lahan parkir menjadi jaminan atas kelayakan sebuah kawasan
pariwisata perlu diikuti dengan perbaikan sarana transportasi massal. “Untuk
penambahan lokasi parkir perlu dilakukan pengkajian menyeluruh,”Salah satu unsur penting dalam mewujudkan Malioboro sebagai
kawasan pariwisata, menurut saya adalah
penyediaan lokasi-lokasi parkir yang memadai,serta revitalisasi lokasi parkir.
2.
Bagaimanakah sikap juru
parkir malioboro dalam menyikapi perencanaan pembangunan parkir bertingkat,
karena merasa dirugikan dalam pembangunan proyek parkir, guna kelancaran arus
lalu lintas jalan raya malioboro untuk dimasa yang akan datang ?
Jawaban
Kemungkinan
besar juru parkir di Malioboro nantinya akan melakukan aksi penentangan
terhadap proyek lahan parkir bertingkat apabila tidak mampu memberikan solusi
untuk kelangsungan kehidupan para juru parkir yang berada diarea lain kususnya
dikawasan Malioboro tersebut. Para juru parkir di Malioboro yang notabene
masyarakat jawa tentu saja akan ngotot untuk dapat mempertahankan
lahan parkirnya tersebut untuk dapat melangsungkan kehidupannya.
3.
Perlukah mengkaji
ulang Pembangunan lahan parkir dibawah tanah yang dianggap kurang efektif ? oleh
pemerintah daerah untuk diganti dengan parkir bertingkat.
Jawaban
Rencana revitalisasi kawasan
Malioboro dengan membangun lahan parkir bawah tanah dinilai kurang tepat. Lahan
parkir bertingkat dinilai lebih ideal terlebih berkaitan dengan kondisi air
bawah tanah kawasan tersebut. Kajian untuk pembangunan kantong parkir
menurutnya sangat perlu mengingat kawasan Malioboro mengalami kemiringan
100-150 meter dari permukaan laut. Kondisi geografis itu, lanjutnya, tidak
memungkinkan untuk pembangunan lahan parkir bawah tanah.“Akan mengganggu
kondisi air bawah tanah, yang memungkinkan itu pembuatan lahan parkir
bertingkat”.