Nama : Septian Aditya N
NIM : 114080074
Kelas
: A
Revitalisasi Embung Tambak Boyo
Kota Yogyakarta merupakan kota yang
mempunyai potensi yang besar dalam menigkatakan perkembangan dari sektor
pariwisata. Dalam pengelolaanya, pemerintah Yogyakarta telah mendukung adanya
suatu revitalisasi di suatu daerah yang mungkin bisa dikatakan sebagai daerah
yang kurang perhatian dan ketertarikan dari masayrakat. Revitalisasi yang
dimaksudkan bukan hanya semata-mata untuk meningkatkan keuntungan dari pihak
pemerintah saja. Namun juga harus dapat meningkatkan perekonomian masyarakat
sekitar dengan mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan yang telah
direncanakan dari revitalisasi tersebut.
Pada saat ini kebutuhan akan
regenerasi kawasan perkotaan dirasakaan semakin penting. Hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor, di antaranya adalah globalisasi, meningkatnya kebutuhan
untuk mengubah image kota (re-imagining city), dan pemanfaatan kultur sebagai
suatu industry. Untuk
memenangkan persaingan antarkota di dunia, sebuah kota harus memiliki
keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif dibandingkan dengan kota-kota
lainnya. Salah satu cara untuk memiliki keunggulan tersebut adalah melalui
proses re- imagining kota (Gold and Ward, 1994) yang dapat dilakukan dengan
cara membuat sebuah program atau proyek yang cukup menarik dan menempatkan
proyek tersebut menjadi suatu dorongan bagi para pengunjung untuk datang ke
kota tersebut.
Ada beberapa strategi yang dikenal
dalam melakukan regenerasi kawasan perkotaan, antara lain, melalui gentrifikasi
(gentrification), revitalisasi, konservasi, dan cultural quarter (Maika, 2001).
Pendekatan kultural telah menjadi trend di dunia, terutama di negara-negara
Eropa, untuk membentuk image baru suatu kota di mata dunia. Perkembangan
cultural quarter sebagai strategi regenerasi kawasan perkotaan mulai ramai
dibicarakan sejak tahun 1990an. Pemikiran untuk menggunakan potensi kultur
sebagai industri menjadi cultural quarter muncul melalui proses kreativitas.
Kreativitas dalam konsep perkotaan dibentuk oleh dua faktor utama, yaitu soft
factor yang terdiri dari sejarah kota, sistem nilai, image, dan cara hidup
(lifestyle), serta hard factor, yaitu fasilitas kultural (cultural facilities),
akses terhadap informasi dan pengetahuan di bidang sosial, kultural, ekonomi,
dan pembangunan fisik perkotaan. Dalam studi perkotaan, kota-kota yang berhasil
dalam melakukan regenerasi melalui proses kreativitas itu kemudian dikenal
sebagai creative city, suatu terminologi yang sangat populer di kalangan
praktisi perencanaan perkotaan.
Adapun tujuan program pelestarian Kawasan Pusaka
(Adhisakti, 2003) adalah :
a. Membangun kepedulian banyak pihak dalam pelestarian pusaka.
b. Menjadi acuan perencanaan dan pengelolaan pelestarian secara berkesinambungan dan menyeluruh.
c. Mendorong kemandirian bagi masyarakat untuk mampu mengelola kawasan bersejarahnya.
d. Menjembatani kolaborasi lintas sektor, bidang ilmu dan keahlian yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pelestarian.
e. Meningkatkan kualitas lingkungan kawasan bersejarah dan pendapatan masyarakat.
a. Membangun kepedulian banyak pihak dalam pelestarian pusaka.
b. Menjadi acuan perencanaan dan pengelolaan pelestarian secara berkesinambungan dan menyeluruh.
c. Mendorong kemandirian bagi masyarakat untuk mampu mengelola kawasan bersejarahnya.
d. Menjembatani kolaborasi lintas sektor, bidang ilmu dan keahlian yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pelestarian.
e. Meningkatkan kualitas lingkungan kawasan bersejarah dan pendapatan masyarakat.
Salah satu potensi yang dimiliki
kota Yogyakarta adalah Embung Tambak Boyo. Embung Tambakboyo merupakan salah
satu waduk yang berada di wilayah Sleman, Yogyakarta. Sebenarnya waduk ini
terletak diantara tiga Desa yaitu Condongcatur, Maguwo dan Wedomartani.
Perencanaan pembangunan dari embung ini telah berjalan sejak tahun 2003
selama 5 tahun sampai tahun 2008 dan saat ini telah selesai pengerjaannya.
Waduk yang luasnya 7,8 hektar dan volume tampungan sekitar 400.000 m3 ini
memiliki wilayah yang cukup luas. Fungsi utama dari waduk ini adalah cadangan
dan resapan air tanah untuk warga Bantul, Sleman, Yogyakarta, sebagai sarana
pengairan, dan cadangan air untuk PDAM dimasa mendatang. Namun dalam
pengembangan waduk ini sering digunakan sebagai sarana rekreasi seperti
memancing, berolahraga, bahkan piknik.
Wilayah sekitar waduk ini telah
didesain khusus dengan rapi sehingga memiliki pemandangan yang indah. Waduk ini
memiliki lokasi yang cukup mudah untuk dilalui. Letak pastinya adalah sekitar 1
km kearah utara dari Ringroad utara depan kampus Universitas Pembangunan
Nasional "Veteran" Yogyakarta. Transportasi juga mudah jika anda
menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Tiket untuk masuk sangatlah
terjangkau, dengan harga Rp 2000,- untuk sepeda motor dan Rp 3000,- untuk
mobil.
Embung Tambak Boyo juga tersedia
beberapa fasilitas yang cukup memadai, yaitu diantaranya Kolam pemancingan,
warung makanan dan minuman, toilet yang bersih, dan parkir yang cukup memadai.
Dahulu pernah ada penyewaan perahu dayung dan jet sky, namun karena kurangnya pengunjung maka sekarang sudah
nonaktif.
Untuk mengaktifkan kembali potensi yang telah
dimiliki oleh Embung Tambak Boyo ini secara maksimal, maka perlu adanya
revitalisasi dan rekonstruksi terhadap tempat ini. Konsep yang digunakan dalam
me-revitalisasi kawasan ini yaitu dengan menggunakan pemanfaatan lahan kosong
sebagai tempat dimana akan dibangun beberapa sarana yang dapat menunjang adanya
kegiatan pariwisata ditempat tersebut. Pokok pemikiran dasar berupa pembangunan
empat menara observasi, dua kereta gantung, revegetasi tanaman hijau,
lampu-lampu penerangan sekitar jalan berkonblok di pinggir kolam, pembangunan
kios-kios suvenir dan warung makan yang lebih menarik, mengaktifkan kembali
fasilitas perahu dayung, pembuatan taman rumput hijau, dan beberapa pembenahan
area diluar dan disekitar embung.
Dalam meningkatkan keinginan dan
minat dari pengunjung, maka perlu dibuat suatu ide yang dapat menimbulkan kesan
keingintahuan yang tinggi dari pengunjung. Pembangunan menara observasi, adalah
salah satu solusinya. Tujuan dari pembangunan menara ini adalah pengunjung
dapat menikmati keindahan alam sekitar berupa persawahan dan panorama pemukiman
kota Yogyakarta dari ketinggian 21 meter dari tanah. Terdapat juga teropong
yang dapat digunakan untuk melihat sekitar. Untuk mencapai atas, pengunjung akan
dimanjakan dengan sebuah lift kecil yang dapat menampung 6-7 orang. Tiket masuk
menara akan diberlakukan tersendiri, terlepas dari tiket masuk embung. Terdapat
juga dua orang pengawas yang bertugas menjaga keamanan diatas menara. Dari
pembangunan menara tersebut, maka dapat membantu perekonomian masyarakat
sekitar. Penempatan tampat menara yaitu, dua disebelah barat embung dan dua di
sebelah timur embung.
Kemudian
dari pembangunan keempat menara tersebut, akan dibangun dua Kereta gantung yang
dapat digunakan oleh pengunjung untuk menikmati suasana diatas embung. Konsep
kereta gantung ini yaitu dengan menghubungkan menara disebelah barat dan timur
dengan melewati bagian atas dari kolam besar di embung tersebut. Kereta gantung
tersebut dapat menampung 3-4 orang penumpang. Pembangunan dari kedua fasilitas
ini dibuat sedemikian rupa oleh ahli konstruksi agar dapat berdiri kokoh dan
tetap terjaga keamanannya. Faktor lingkungan sekitar sangatlah berpengaruh
terhadap daya tahan konstruksi, seperti faktor kecepatan angin dan cuaca yang
sangat berpengaruh atas keberlangsungan diadakannya fasilitas tersebut.
Tidak lupa pula ditambahkan
beberapa tanaman hijau seperti cemara atau pinus yang ditanam untuk menjaga
keindahan dan kerapian dari tempat tersebut. Tanaman-tanaman ini diharapkan
dapat digunakan sebagai peneduh bagi para pengunjung apabila nanti kemudian
akan tumbuh menjadi tanaman yang besar. Disepanjang jalan di embung, akan
diberi lampu penerangan setiap 15 meter. Sehingga dapat menimbulkan kesan
gemerlap pada saat malam hari.
Kios-kios dan warung-warung makan
akan ditingkatkan kerapian dan keindahannya dengan merenovasi bagunan dengan
kayu yang telah dicat warna-warni layak pakai. Sehingga apabila suatu tempat
terlihat bersih dan rapi, maka akan meningkatkan rasa kenyamanan dan keinginan
dari pengunjung. Kios-kios akan diisi oleh barang suvenir khas jogja dan
beberapa makanan khas jogja. Sedangkan warung makan, akan disajikan makanan ala
seafood dan ikan air tawar. Selain itu pengunjung yang ingin mengolah hasil
tangkapan ikan dari memancing dapat diolah di situ. Para penjual kios dan
warung tersebut, tidak lain adalah masyarakat sekitar yang mendapatkan modal
dari pinjaman pemerintah dan koperasi. Dan tidak ketinggalan pembuatan taman
rumput kecil yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk menikmati panorama alam
sekitar.
Tidak hanya pengembangan di dalam embung yang di
rencanakan, tetapi juga terdapat penataan area diluar embung. Karena untuk
menunjang suatu potensi yang maksimal dari suatu tempat, maka perlu
diperhatikan masalah komponen lingkungan sekitar yang berpengaruh. Seperti
salah satunya adalah tempat pembuangan sampah sementara dari pintu masuk
sebelah barat. Perlu adanya kerapian, masalah etika, dan pencemaran dari tempat
tersebut. Pembuatan konstruksi seperti atap dan dinding dapat dibuat untuk
mengatasi masalah etika. Karena dapat menyebabkan bau dan mengganggu
pemandangan dari sampah tersebut. Kemudian pembuatan alat pengepres sampah atau
incenerator ramah lingkungan yang dapat digunkan untuk mengatasi masalah
kerapian. Dan juag dibuat saluran air yang terpisah, sehingga sampah-sampah
yang mengandung zat-zat pencemar tidak akan masuk ke saluran air yang berujung
di embung.
Dari
semua kegiatan revitalisasi dan rekonstruksi diatas, apabila kegiatan tersebut
dapat terealisasikan, maka perlulah diadakannya suatu pendekatan sosial tehadap
masyarakat. Pemanfaatan media dan forum pembicaraan sangatlah penting bagi
kelanjutan pengembangan ini. Sosialisasi terhadap pihak yang berkaitan dengan
proses pengembangan ini juga harus diatur dengan rapi. Sehingga tidak
menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Tujuan utama dari pengambangan ini
adalah untuk memajukan masyarakat sekitar yang masih kekurangan masalah edukasi
dan ekonomi. Maka untuk kelangsungan pengembangan ini, tergantung dari
pengembang itu sendiri untuk bersosialisasi dengan masyarakat dan masyarakat
yang ingin lebih maju dalam peningkatan taraf dan kualitas hidup.
Daftar Pustaka
Adhisakti, Laretna T,
2003.
Revitalisasi Kawasan Pusaka di Berbagai
Belahan Bumi, Harian Kompas, Minggu, 13 November 2003.
Gold, John R, &
Ward, Stephen V, eds. 1994, Place
Promotion, The Use of Publicity and Marketing To Sell Towns and Cities, John Willey & Sons, Wst
Sussex, United Kingdom
Maika, Amelia, 2001. Cultural Quarter / Kuarter Kultur (?):
Suatu Alternatif Dalam Strategi Regenerasi Kawasan Perkotaan, Center for Population and
Policy Studies, Gadjah Mada University.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Revitalisasi Kawasan