by: Enda Kalyana Putri
114140129
LATAR
BELAKANG
Gunungkidul merupakan
salah satu kabupaten yang terletak di jajaran Pegunungan Sewu, dimana kabupaten
ini terletak 39 km sebelah tenggara Kota Yogyakarta. Bentuk lahan karst yang
menyusun daerah ini menjadikan Gunungkidul memiliki berbagai macam potensi perekonomian yang dapat dikembangkan. Kabupaten
yang mempunyai potensi pertambangan adalah Kabupaten Gunungkidul. Kawasan
Kabupaten Gunungkidul potensinya
mencakup bahan galian golongan B dan
golongan C. Potensi pertambangan bahan galian yang dimiliki oleh Kabupaten Gunungkidul yaitu
bahan tambang golongan C yang terdapat hampir di seluruh kecamatan tersebut,
dan dikelompokkan menjadi 12 kelompok bahan galian tambang, baik di zona Utara
(Perbukitan Baturagung), zona Tengah
(Ledok Wonosari), dan zona Selatan (Perbukitan Karst Gunung Sewu). Secara
bertahap kegiatan usaha pertambangan bahan galian diarahkan ke zona Utara
(Perbukitan Baturagung) dan zona Tengah(Ledok Wonosari), dengan tetap memperhatikan kaidah atau arahan
dalam rencana tata ruang yang berlaku.
Bahan galian pertambangan potensial yang terdapat di zona Utara dan zona Tengah meliputi : batu pasir
tufan, breksi batu apung , zeolit, batu
gamping kalkarenit, serta kaolin dan feldspar. Kelima jenis bahan galian tersebut mempunyai potensi dan prospek yang
baik, terutama untuk mendukung kegiatan
industri, kerajinan, dan bahan bangunan. Seperti
halnya di kecamatan Semin,
wilayahnya yang berbukit ini memiliki
keunikan tersendiri baik dari aspek budaya maupun aspek wisatanya.
Tanah bekas tambang batukapur
menyisakan bagian batuan keras dan masif dan tidak lagi bernilai tambang.
Bagian ini tidak mungkin ditanami kecuali mendapat perlakuan khusus dalam
reklamasi. Salah satu usaha misalnya membuat lubang - lubang tanam dengan cara
menggali batuan kemudian diisi dengan tanah atau bahan organik (Satria, 2009).
Namun, hal tersebut tentu membutuhkan waktu yang relatif lama ditambah lagi
pemanfaatan perlu dipertimbangkan berdasar kemampuan lahan serta kesesuaian
tanaman terhadap iklim dan pengelolaan setempat. Kenyataannya kini, lubang
bekas tambang yang tidak segera direklamasi tersebut terisi air sehingga
menciptakan kolam – kolam indah yang
memiliki potensi pariwisata tinggi. Seluruh kebijakan penataan dan revitalisasi
kawasan diarahkan dalam rangka pengembangan ekonomi lokal untuk keseimbangan
dan kemandirian daerah sehingga dapat diwujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainability).
DASAR
TEORI
Dalam jurnal
Revitalization concept Vogtland, Revitalisasi yang berkelanjutan didasarkan
pada kontrol yang terus menerus dan perkembangan yang terintegrasi. alat dan
teknik dari regenerasi perkotaan yang terintregasi digunakan untuk memastikan
gabungan manfaat yang berkelanjutan, mengkompensasi keinginan yang berlawanan,
memobilisasi sumber daya dari seluruh pemangku kepentingan ditambah mencapai
konfigurasi berkelanjutan. Revitalisasi sebagai desa ekowisata mengacu pada
pengertian ekowisata yang merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik
alam yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat
informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian
alam dan sosial-budaya. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu;
keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara
psikologi dapat
diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara
langsung memberi
akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman
alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Satria, 2009). Namun
sebaiknya para penyedia jasa pariwisata,
daerah tujuan wisata maupun pemerintah
setempat yang ingin berorientasi pada ekowisata harus memiliki kebijakan dan program tersendiri terkait pelestarian lingkungan, budaya
setempat dan manfaat kepada masyarakat
lokal. Karena pada banyak tempat,
produk- produk wisata yang dijual
kebanyakan menyematkan kata ”eko” atau ”kembali ke alam” hanya sebagai label untuk menarik konsumen, namun tidak disertai dengan semangat melestarikan atau melibatkan masyarakat setempat dalam produk wisata tersebut (UNESCO
Office Jakarta and Regional Bureau for Science in Asia and the Pacific, 2009)
Letak lahan bekas
tambang Dusun Ngentak, Desa
Candirejo Kecamatan Semin
Batas Administratif Semin:
Utara :
Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah
Selatan: Kecamatan Ponjong, Gunungkidul
Barat :
Kecamatan Karangmojo dan Kecamatan Ngawen, Gunungkidul
Kecamatan Semin terdiri dari 10 desa,
116 dusun, 116 RW dan 555 RT. Desa-desa di Kecamatan Semin antara lain
Kalitekuk, Kemejing, Bulurejo, Bendung, Sumberejo, Candirejo, Rejosari,
Karangsari, Pundungsari, dan desa Semin, dengan luas wilayah 7983.8680
Ha. Jumlah penduduk sampai bulan Juni 2008 yaitu 52.843 jiwa atau 14.261
KK.
Rute menuju menuju Telaga Biru
adalah Wonosari-Semin-Watu kelir. Dari arah Wonosari,
ambil jalan menuju Pasar Semin. Jika sudah sampai pasar semin, ambillah jalan
yang menuju ke Watu Kelir. Sebelum watu kelir,
anda akan menjumpai Gapura selamat datang di Gunungkidul, atau
perbatasan Gunungkidul dengan Jawa Tengah.. Dari Gapura perbatasan tersebut
Telaga biru masih lurus, sebaiknya anda bertanya pada warga sekitar untuk
menuju Telaga Biru karena masih minim papan penunjuk arah. Dimana untuk menuju Telaga Biru Semin, jika
wisatawan dari arah Wonosari (Jogja) maka harus keluar ke Jawa Tengah kemudian
masuk lagi ke Kabupaten Gunung Kidul.
ISU DAN PERMASALAHAN
Gambar 2: Kondisi Existing Telaga Biru di Semin |
Keberadaan
Telaga Biru yang indah ini menjadi destinasi wisata baru padahal kegiatan
pertambangan msaih berjalan. Kolam-kolam
yang terbentuk secara tidak sengaja tersebut, kini terisi oleh baik air hujan
maupun rembesan air tanah karena penggalian sudah hampir mencapai base level. Telaga biru yang memiliki
luas hampir 10 hektar jika dikelola dengan baik dapat menjadi kawasan desa
ekowisata yang terintegrasi dengan kawasan di Kecamatan Semin yang lain.
Berdasarkan
kacamata keselamatan pekerja dan pengunjung, aktivitas pertambangan yang masih
berjalan ini bak pisau bermata dua. Kecelakaan pekerja tambang akibat tertimpa
runtuhan batukapur pada tahun 2014 yang menewaskan satu orang, menjadi catatan
penting bagi kawasan tambang batukapur Semin ini. Dimana, tambang batukapur
yang tergolong tradisonal dengan menggunakan alat non-mekanis ini harus
memperhatikan K3 yang ada. Walaupun berbahaya, namun kegiatan pertambangan
batukapur yang telah berjalan sejak tahun 90an ini juga merupakan kegiatan yang
menarik untuk diamati. Sehingga, dalam pelaksanaannya untuk mengembangkan desa
ekowisata ini peru dibuat jalur aman untuk ekowisata dan jalur bagi para
pekerja tambang agar meminimalisir kecelakaan yang dapat terjadi.
Batu kapur (limestone) merupakan salah satu bahan
galian industri non logam yang berpotensi besar dan keterdapatannya hampir di
seluruh wilayah Indonesia. Batu kapur dapat terbentuk secara organik, secara
mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam
terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah
kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka
binatang koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu-abu muda,
abu-abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, 2005).
Sejauh ini, batu kapur banyak digunakan untuk keperluan bahan bangunan seperti
tiang untuk plester, adukan pasangan bata, pembuatan semen tras ataupun semen
merah. Kapur ini juga berfungsi untuk mengurangi plastisitas, mengurangi
penyusutan dan pemuaian fondasi jalan raya. Uniknya, batu kapur juga dapat
dimanfaatkan sebagai pembasmi hama, yaitu sebagai warangan timbal dan warangan
kalsium (CaAsO3) atau sebagai serbuk belerang untuk disemprotkan.
Tidak hanya itu, di dunia pertanian, bubuk batu kapur umum ditaburkan untuk
menetralkan tanah asam yang relatif tidak banyak air, sebagai pupuk untuk
menambah unsur kalsium yang berkurang akibat panen, erosi serta untuk
menggemburkan tanah. Kapur ini juga dipergunakan sebagai disinfektan pada
kandang unggas, dalam pembuatan kompos dan sebagainya. Salah satu fungsi utama
yang membuatnya berharga di industri persemenan sekaligus menjadi alasan
mengapa penambangannya banyak dilakukan secara berlebihan. Batu kapur inilah
yang jadi adonan utama dalam industri semen. Dengan eksplorasi yang tidak
bijak, lambat laun warisan dunia yang unik dan terbentuk ribuan tahun ini akan
hilang dan hanya menjadi cerita untuk anak cucu kita kelak, jika kita tidak
ikut membantu melestarikannya .Konon, kualitas batukapur yang dihasilkan dari
olahan tambang batukapur Semin ini
adalah kualitas terbaik di Asia Tenggara. Bahkan, kulitasnya tidak kalah dengan
kualitas batukapur hasil produksi India.
Risan
Desa Semin merupakan
salahsatu Desa Budaya dimana banyak terlahir para tokoh budaya pada daerah ini.
Daerah ini melestarikan budaya yang ada seperti kesenian wayang, karawitan,
ketoprak, dan reok. Selain sebagai desa
budaya, kecamatan ini memiliki satu-satuya situs candi budha terbesar di
Gunungkidul. Candi tersebut ialah Candi Risan, candi ini berada di atas bukit
karst dengan batu penyusun candi yang terkubur di dalam tanah. Di sejumlah
relief candi tersebut, terdapat gambar sulur tanaman dan aneka burung. Candi
Risan hanya memiliki satu arca bernama Awalukitiswara yang sempat dicuri pada
Juli 1984 dan ditemukan di Singapura, sembilan bulan berikutnya. Arca tersebut
kini disimpan di kantor Badan Pelestari Peninggalan Purbakala, DIY. Candi Risan
merupakan satu-satunya candi terbesar dan paling lengkap artefak batu-batunya
yang ditemukan di Gunung Kidul. Konon nama Risan diambil dari singkatan irisan
atau perbatasan wilayah dua kerajaan Surakarta dan Yogyakarta. Candi ini juga
dipercaya sebagai saksi sejarah pelarian Majapahit ke Gunung Kidul dari tanah
Yogyakarta. Namun sayang, situs budaya ini kondisinya tidak terawat dan sangat
perlu pemugaran.
Gambar 5: Konsep Revitalisasi |
KONSEP REVITALISASI
Konsep revitalisasi yang dikembangkan mulai dari tahap pengkajian, dimana pada tahap ini dikumpulkan teori-teori yang dapat disubtitusikan dengan kondisi Kecamatan Semin. Salah satu acuan yang digunakan adalah Peraturan Daerah Kabupaten Gunugkidul nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010-2030. Tahap selanjutnya adalah tahap diskusi yang melibatkan baik masyarakat, stake holder, maupun lembaga swadaya masyarakat untuk menyatukan pendapat dan mematangkan konsep ekowisata. Dimana ekowisata ini memiliki fokus mengenai keberlangsungan alam, manfaat ekonomi, dan psikologi lingkungan. Apabila konsep tidak disetujui, maka akan dilakukan pengkajian ulang, jika setuju maka dilanjutkan ke tahap pelaksanan yang dibagi menjadi dua perhatian yakni Educational Site dan Entertainment site.
a.
Educational
Site
Gambar
6. Ilustrasi camping ground
Camping Ground diciptakan agar
masyarakat luas dapat menikmati keindahan Desa Ekowisata Semin, selain itu
dapat digunakan sebagai lokasi outbond.
2. Tour
de village
Pilihan bagi wisatawan selain camping
adalah diciptakannya homestay milik warga. Pada homestay ini
nantinya diciptakan paket wisata untuk mempelajari kesenian ukir batu dan
mengenal Candi Risan.
3. Amphiteater
Gambar 8. Ilustrasi
Amphiteater
Amphiteater
atau
panggung terbuka ini digunakan untuk tempat berkumpul dalam rangka mengenalkan budaya
Semin maupun pengenalan sejarah lokasi Tambang Batu Putih
4. Reklamasi
Tambang
Wisatawan akan diberi fasilitas untuk
menanam satu bibit tanaman dalam rangka mereklamasi lahan bekas tambang
5. Pendopo
Pendopo ini difungsikan sebagai zona
penghubung antara educational site
dengan entertainment site
b. Entertainment Site
b. Entertainment Site
Jembatan ini dapat dimanfaatkan
wisatawan untuk mengabadikan momen dan sebagai ikon di Telaga Biru Semin.
2. Area
Foodcourt
Perjalanan yang jauh dapat menguras
tenaga para wisatawan, area foodcourt
ini difungsikan untuk menunjang kenyamanan wisatawan dalam berwisata di Telaga
Biru. Pedagang berasal dari masyarakat setempat dan terdapat kuliner khas yang juga dijajakan
3. Wisata
Air
Gambar
13. Ilustrasi wisata air bebek kayuh
Gambar 14: Illustrasi Wisata Air Cano |
Wisata air ini akan menambah daya tarik wisatawan dan ikut membagi zona agar tidak berkumpul disatu titik saja. Wisata air berupa bebek kayuh ini diciptakan untuk mengganti kegiatan renang di kolam telaga karena berenang pada kolam yang memiliki kedalaman berbeda-beda dapat membahayakan wisatawan.
KESIMPULAN
•
Aspek Sosial
- Masyarakat Semin
diuntungkan dengan adanya wisata baru
- Masyarakat Semin
berkewajiban untuk menjaga tebing batu kapur dengan turut mengawasi
dan mengelola lahan secara bijaksana agar tidak terajadi bahaya gerakan massa.
- Menciptakan masyarakat yang sadar budaya dan sadar akan potensi wisata.
- Menciptakan masyarakat mandiri tidak hanya bergantung pada sektor pertambangan.
dan mengelola lahan secara bijaksana agar tidak terajadi bahaya gerakan massa.
- Menciptakan masyarakat yang sadar budaya dan sadar akan potensi wisata.
- Menciptakan masyarakat mandiri tidak hanya bergantung pada sektor pertambangan.
•
Aspek lingkungan
-
Memanfaatkan potensi sumber daya yang
ada
-
Menumbuhkan rasa cinta lingkungan dengan
ikut mereklamasi lahan bekas tambang
-
Menjaga kelestarian sumber daya air
•
Aspek Budaya
- Telaga Biru Semin difungsikan
sebagai titik temu Kecamatan Semin dalam hal pagelaran budaya maupun pertunjukan
seni
-
Masyarakat dituntut untuk saling
bahu-membahu dalam menjaga kawasan wisata Telaga Biru Semin
-
Kawasan melek akan teknologi
-
Perbaikan Infrastruktur
•
Aspek Ekonomi
-
Membuat paket perjalanan ekowisata
-
Menciptakan perekonomian lokal melalui kerajinan
ukir batu putih
-
Membuka lapangan pekerjaan bagi warga
Semin
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral
dan Batubara. 2005. Ulasan Batu Kapur/Gamping.http://www.tekmira.esdm.go.id/data/Batukapur/ulasan.asp?xdir=Batukapur&commId=35&comm=Batu%20kapur/gamping.
Diakses pada 10 November 2016 pukul 19.00 WIB
“Revitalization Concept Vogtland” diakses dari http://www.central2013.eu/
pada 15 November 2016 pukul 15.00 WIB
Satria, Dias. 2009. Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal Dalam Rangka
Program Pengentasan Kemiskinan di Wilayah Kabupaten Malang. Journal of
Indonesian Applied Economics. Vol/ 3 No. 1 hal 37-47
Syekhfani, 2013. Peruntukan
Lahan Wilayah Pertambangan Bahan Galian Golongan C (Sedimen Lepas). Malang:
Universitas Brawijaya
UNESCO Office Jakarta and Regional Bureau for
Science in Asia and the Pacific. 2009. Ekowisata:
Panduan Dasar Pelaksanaan. Jakarta: UNESCO Office Jakarta