VENANSIUS YP MAHRUM
114110030
|
Jika
kita kembali ke masa sejarah tentu kita akan menemukan wilayah yang menjadi
sentra/pusat dan pada saat ini sudah menjadi wilayah-wilayah yang jauh dari
kata menjadi pusat/sentra. Wilayah yang sebelumnya menjadi pusat/sentra
tersebut tentunya memiliki potensi-potensi yang lebih mudah untuk ditata
kembali dari pada harus membentuk sentra baru. Karena hal tersebut, maka
revitalisasi merupakan pilihan yang tepat untuk menanggulangi masalah tersebut.
Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali
suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi
kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Skala revitalisasi ada tingkatan makro
dan mikro. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik,
aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali
dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra
tempat) (Danisworo, 2002). Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang hanya
berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja, tapi juga harus dilengkapi
dengan peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada.
Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat.
Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek
formalitas yang memerlukan adanya partisipasi masyarakat, selain itu masyarakat
yang terlibat tidak hanya masyarakat di lingkungan tersebut saja, tapi
masyarakat dalam arti luas.
Salah satu kawasan tersebut adalah kawasan
wisata Tanjung Puri. Bagi masyarakat yang berdomisili di wilayah kabupaten
Tabalong sendiri khususnya tentunya tidak asing lagi apabila mendengar nama
Tanjung Puri. Hal tersebut dikarenakan Tanjung Puri merupakan salah satu tempat
wisata yang terfavorit dan menjadi andalan di daerah Kabupaten Tabalong, serta
nama Tanjung Puri itu sendiri berasal dari nama Kerajaan yang dahulu pernah
berjaya di daerah Tabalong yaitu Kerajaan Tanjung Puri.
Tanjung
Puri adalah objek wisata berupa sebuah danau alam yang nyaman, terletak di Desa
Kasiau, Kecamatan Murung Pudak, Kabupaten Tabalong. Obyek wisata ini juga
dilengkapi dengan fasilitas buatan seperti jembatan, pondok peristirahatan atau
saung yang berada di tengah-tengah danau dengan arsitetektur unik berbentuk joglo.
Sekitar danau juga dilengkapi tempat bermain anak-anak diantaranya sepeda air
menyerupai bebek-bebekan dan kereta dan sebuah Camping Ground. Selain itu,
Tanjung Puri juga dilengkapi dengan sebuah Restaurant sederhana yang
menghidangkan masakan khas seperti Ikan Mas.
Untuk
menuju lokasi wisata ini yang jaraknya sekitar 16 kilometer dari pusat Kota
Tanjung, diperlukan waktu sekitar 40 menit dengan menggunakan sepeda motor. Di
sepanjang perjalanan dan saat memasuki kawasan wisata, para pengunjung akan
disuguhi hamparan pemandangan bernuansa hijau yang menyejukkan mata dari
pepohonan hutan, daun bunga maupun buah-buahan yang sengaja ditanam oleh pihak
pengelola. Tempat ini sangat cocok bagi seluruh anggota keluarga untuk
berpiknik dan melepaskan diri dari kepenatan pekerjaan. Objek wisata yang satu ini terbilang asri,
karena lokasinya di daerah perbukitan di sisi jalan trans Kalsel-Kaltim.
Namun,
semua kalimat di atas yang mendeskripsikan begitu indahnya kawasan objek wisata
Tanjung Puri hanya merupakan sebuah cerita saja untuk saat ini, karena kenyataan
dari kalimat-kalimat tersebut hanya ada sekitar 10 tahun yang lalu. Untuk
kondisi sekarang keindahan wisata Tanjung Puri bisa dikatakan tidak seindah
dulu lagi, hal tersebut bisa dibuktikan apabila kita melihat bagaimana
keadaannya yang sekarang.
Danau
yang dahulu airnya bersih sekarang sudah mengeruh, terjadi pendangkalan akibat
sampah-sampah dari pengunjung yang masuk ke badan air, selain itu fasilitas
buatan yang telah dibuat tidak dikelola dengan baik oleh pengelola. Banyak
fasilitas yang rusak tidak diperbaiki dan hal tersebut bisa saja membahayakan
bagi keselamatan pengunjung. Keindahan objek wisata ini juga semakin berkurang
karena munculnya lapak-lapak pedagang yang didirikan oleh masyarakat sekitar
maupun masyarakat dari daerah lain yang ada di Tabalong dimana letaknya
semerawut dan tidak beraturan di sekitar lokasi wisata. Apa yang terjadi di
tempat wisata Tanjung Puri tersebut berdampak buruk terhadap daya tarik
masyarakat untuk pergi berwisata ke Tanjung Puri sehingga untuk saat ini objek
wisata Tanjung Puri lebih sepi dibandingkan dahulu.
Melihat
permasalahan ini, menurut saya pemerintah khususnya pemerintah Kabupaten
Tabalong diharapkan segera memperhatikan dengan serius hal ini dan langsung
melakukan tindakan nyata untuk
memperbaiki dan membenah lagi faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab
lesunya objek wisata Tanjung Puri seperti yang kita ketahui sekarang ini,
sehingga membuat Tanjung Puri asri seperti dulu lagi dan juga dapat menambah
hasil pemasukan daerah yang dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat
Tabalong, serta yang tak kalah penting yaitu dapat membuka peluang usaha bagi
masyarakat yang berada di sekitar lokasi wisata Tanjung Puri.
Tindakan
nyata yang diharapkan dari pemerintah Tabalong sendiri yaitu segera melakukan revitalisasi
dan penataan kawasan wisata Tanjung Puri tersebut agar menjadi lebih baik dan
bisa mengembalikan tingginya minat wisatawan untuk berwisata ke wisata Tanjung
Puri. Di dalam revitalisai kawasan wisata ini memiliki beberapa tujuan penting,
tidak hanya semata-mata untuk mengembalikan keindahan fisiknya agar
meningkatkan jumlah wisatawan yang datang seperti. Tujuan lainnya adalah untuk
membuat daerah wisata Tanjung Puri menjadi salah satu daerah peresapan air
hujan di Tabalong. Hal ini disebabkan karena tidak jauh dari tempat wisata
terdapat perkebunan kelapa sawit skala besar yang dimiliki oleh salah satu perusahaan
besar di Indonesia yang berinvestasi di daerah tersebut. Kita tahu bahwa kelapa
sawit merupakan salah satu tumbuhan yang boros terhadap konsumsi air tanah
sehingga menyebabkan daerah permukiman yang berada di sekitarnya mengalami
kekeringan yang cepat apabila dalam waktu jangka lama daerah itu tidak turun
hujan.
Padahal
air bawah tanah 40 kali lebih banyak dari air tawar permukaan. Di Indonesia
kebutuhan air tawar untuk kota-kota dan desa-desa masih lebih banyak dicukupi
oleh air bawah tanah. Sumber air bawah tanah dapat terisi ulang, tetapi
prosesnya sangat lambat. Kini pengambilan air bawah tanah lebih banyak daripada
pengisian ulang alami, mengakibatkan perubahan lahan dan subsidensi serta
susupan air asin lebih jauh ke daratan di kota-kota pantai (H.R Mulyanto, 2007).
Penulis
sendiri berkeyakinan bahwa apabila kegiatan revitalisasi terhadap kawasan
wisata Tanjung Puri ini bisa benar-benar dilaksanakan, maka tidak hanya aspek
ekonomi yang dapat ditingkatkan tetapi juga aspek lingkungan yang menyangkut
permasalahan ketersediaan ruang terbuka hijau kota serta daerah recharge area air tanah bisa
ditingkatkan. Dari aspek lingkungan sendiri, dengan revitalisasi ini dapat
dikatakan kita melakukan suatu upaya konservasi air tanah di daerah tersebut. Konservasi
air tanah ini manfaatnya sangat besar bagi masyarakat. Semakin baik kondisi
recharge area yang ada maka ketersediaan air tanah akan tercukupi dan kualitas
airnya terjamin, sehingga masyarakat yang ada di sekitar kawasan wisata Tanjung
Puri tidak bermasalah lagi dengan ketersediaan air tanah dan masalah tingkat
kualitasnya.
Menurut
Stephanus Bijanata, CM dalam buku Bunga Rampai XVII Kajian Lingkungan Hidup
Tinjauan Dari Perspektif Pastoral Sosial bahwa air merupakan kebutuhan mendasar
bagi hidup manusia, alam dan semua makhluk Tuhan lainnya. Air mulai langka di
berbagai tempat di Indonesia, sehingga kelangkaan ini menjadi ajang
komersialisasi. Kelangkaan air terjadi karena peresapan air oleh berbagai jenis pohon tidak ada lagi, yang
juga disebabkan oleh penggundulan dan perusakan hutan secara besar-besaran.
Berdasarakan dari tujuan yang akan
dicapai, maka pada aspek fisik dalam revitalisasi ini diutamakan untuk
memperbaiki dan mengelola serta menambah fasilitas-fasilitas dan membenah
danau, tumbuhan, serta kebersihan area yang ada di wisata Tanjung Puri sehingga
menjadi asri kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Danisworo, Muhammad / Widjaja Martokusumo,
2000.
Revitalisasi Kawasan Kota Sebuah Catatan
dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Kawasan Kota. Jakarta: Urban
and Regional Development Institute.
Darmaatmadja, dkk,
2007. Bunga Rampai XVII Kajian
Lingkungan Hidup Tinjauan Dari Perspektif Pastoral Sosial. Jakarta:
Sekretariat Komisi PSE/APP-KAJ, bekerjasama dengan LDD-KAJ, Komisi PSE/KWI
Mulyanto, 2007. Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu