BY: Andricko Kristian Wibowo
Selamat Datang di Sawahlunto |
Sawahlunto merupakan wilayah perbukitan yang dikenal sebagai kota tambang dengan luas wilayah 27.345 Ha atau 273.45 Km2. Secara administrasi terdiri dari 4 Kecamatan, 10 Kelurahan dan 27 desa. Jarak dari kota Sawahlunto ke Kota Padang (Ibu Kota Provinsi) adalah 95 Km yang dapat dicapai melalui jalan darat dengan kondisi baik dalam waktu 2 jam dengan kendaraan roda empat.
Profil Kota
Sejarah kota Sawahlunto tidak dapat dipisahkan dari aktivitas penambangan batu bara. Daerah terpencil ini menjadi berpenghuni dan berkembang sebagai kota kecil ketika pemerintah Hindia Belanda menginvestasikan 5,5 juta gulden untuk menggarap tambang batu bara Ombilin, Sawahlunto. Selama puluhan tahun lamanya, perekonomian Sawahlunto sangat bergantung pada aktivitas penambangan batu bara. Banyak pendudukan Sawahlunto yang berprofesi sebagai penambang batu bara. Namun sikap ketergantungan ini berdampak kurang baik pada perekonomian Sawahlunto pada beberapa tahun terakhir ini. Harga batu bara di pasaran internasional di tahun 2012 turunhingga 25%. Hal
ini menyebabkan PT Bukit Asam Unit Penambangan Ombilin sebagai perusahaan tambang batu bara satu-satunya di Sawahlunto mengalami kerugian belasan hingga puluhan miliar rupiah pertahun. PT
Bukit Asam bahkan memutuskan untuk menutup tambang dan akan mengurangi jumlah tenaga kerjanya secara bertahap. Akibatnya, Kota Sawahlunto menjadi seperti kota mati yang pada siang harinya sepi, dan malam harinya sunyi.
Situasi Sebelum Inisatif
Namun di sisi lain Sawahlunto memiliki pemandangan alam yang cukup indah dan banyak bangunan historis peninggalan Belanda sejak pertambangan batu bara pertama kali dibuka. Potensi ini dilihat oleh Walikota Subari Sukardi pada tahun 2001 dengan keluarnya Perda Visi dan Misi nomor 2 tahun 2001
yang berupaya untuk “Mewujudkan Sawahlunto tahun 2020 menjadi kota Wisata Tambang
yang Berbudaya”. Seiring dengan keluarnya Perda tersebut, dilakukan penyusunan Buku Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP) bekerjasama dengan Lembaga Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Bandung
(LPM-ITB) pada tahun yang sama. Hasilnya dijabarkan dalam strategi dan agenda
2002-2020 serta program pelaksanaan
2002-2006. Kemudian Walikota terpilih 2003, Amran Nur, hasil kajian tersebut dikonkritkan dalam serangkaian program revitalisasi fasilitas dan gedung-gedung tua peninggalan Belanda.
Inisiatif
Inisiatif
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001) pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang negatif atau merusak keberadaan atau nilai yang dimilikinya.
Revitalisasi adalah upaya untuk mengembalikan serta menghidupkan kembali vitalitas yang pernah ada pada kawasan kota yang mengalami degradasi, melalui intervensi fisik dan nonfisik (rehabilitasi ekonomi, rekayasa sosial-budaya serta pengembangan institusional).(Anonim, 2011) .
Landasan Teori
Landasan Teori
Menurut Goodchild (1990), lanskap sejarah perlu dilestarikan karena memiliki arti penting, yaitu:
1. Menjadi bagian penting dan bagian integral
dari warisan budaya.
2. Menjadi bukti fisik dan arkeologis dari warisan sejarah.
3.Memberi kontribusi bagi keberlanjutan pembangunan kehidupan berbudaya.
4. Memberi kenyamanan publik (public
amenity).
5.Memberikan nilai ekonomis dan dapat mendukung pariwisata.
Strategi yang dijalankan
Pada awal pelaksanaan program, Pemerintah kota Sawahlunto membuat sebuah kajian guna mewujudkan revitalisasi bangunan bersejarah kota. Mereka mengundang Peter
Van Dun, seorang ahli dalam bidang perencanaan konservasi terpadu dan merupakan pensiunan dari Departemen Konservasi Belanda melalui program
PUM. Kemudian pemerintah kota Sawahlunto juga menjalin kerjasama dengan Badan Warisan Sumatera
Barat (BWSB). BWSB merupakan LSM yang mempunyai kepedulian terhadap bangunan dan benda-benda bersejarah di wilayah Sumatera
Barat. BWSB telah melakukan inventori khusus terhadap bangunan-bangunan tua di Kota Sawahlunto pada tahun 2002,
yang bermanfaat untuk dipergunakan sebagai titik awal proyek tersebut. Kedua pihak tersebut merupakan mitra pemerintah kota Sawahlunto dalam pembuatan kajian pemetaan dan revitalisasi bangunan cagar budaya.
Kemudian pemerintah kota Sawahlunto membentuk tim revitalisasi bangunan cagar budaya dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sawahlunto yang berperan sebagai leading
sector atau dinas yang bertanggung jawab. Dinas ini dibantu oleh SKPD
lain, seperti Dinas PU, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan, Koperasi dan Tenaga Kerja; Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga; Dinas Kesehatan dan Sosial; Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah; Dinas Pertanian dan Kehutanan; Bappeda; BLH; Badan Kesbangpol dan Penanggulangan Bencana; kecamatan dan kelurahan.
Segera setelah tim tersebut bekerja, Pemerintah Sawahlunto menetapkan beberapa kebijakan terkait seperti :
1. Menetapkan dan memantapkan fungsi kawasan cagar budaya melalui Perwal maupun Perda.
2. Mengkonservasi dan merehabilitasi kawasan cagar budaya.
3. Memberikan insentif pada bangunan tua, bangunan bernilai sejarah dan/atau bernilai tinggi.
4. Meningkatkan fungsi bangunan tua, bangunan bernilai sejarah dan/atau bernilai tinggi, serta potensi sosial budaya masyarakat yang memiliki nilai sejarah sebagai obyek wisata budaya.
Secara garis besar, beberapa kegiatan yang dilakukan pemerintah kota Swahlunto guna
mewujudkan upaya Revitalisasi Cagar Budaya tersebut, antara lain :
1. Melakukan kajian tentang upaya peningkatan dan perbaikan kawasan kota lama.
Kegiatan ini bekerjasama dengan BWSB dan PUM Belanda pada tahun 2003,
University of Malaka Malaysia
pada tahun 2004 sekaligus mengirimkan para tokoh
masyarakat untuk belajar ke
University of Malaka, dan Dirjen Cipta KaryaKementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2004,
2. Melakukan sosialisasi program ke masyarakatsecara terus menerusmelalui
berbagai media
yang ada di Sawahlunto,
3. Melakukan pelatihan,lokakarya dan workshop
mengenai pentingnya revitalisasi
kota kepada jajaran aparat pemkot.
4. Melakukan studi banding tentang revitalisasi bagi pegawai pemkot khususnya
bidang perencanaan dan teknis ke kota-kota di
Indonesia maupun di luar negeri.
5. Berdasarkan inventaris yang telah dilakukan sejak tahun 2001 dan 2002, maka
pemerintah kota mulai melakukan peningkatan kawasan
pedestrian,
pembangunan kawasan bermain dan RTH, mulai merenovasi bangunan-bangunan
bersejarah, serta membangun tempat-tempat penunjang kegiatan wisata, seperti
gedung info
box, IPTEK center, water boom dan kebun binatang
.
1. Lubang Mbah Soero
Lubang Mbah Soero merupakan sebuah tunnel panjang yang digunakan untuk proses penggalian dan pengangkutan batubara pada jaman pemerintahan Belanda.
2. Museum Goedang Ransoem
Museum Goedang Ransoem |
Di museum ini dapat dilihat perlengkapan masak yang digunakan pada jaman dulu. Kita pasti akan terheran-heran melihat ukuran tempat masak yang tidak biasa
.
3.Museum Kereta Api
Museum kereta api ini dulunya adalah stasuin kereta api yang dibangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1918.
Lokasi museum ini berada di Jl Kampung Teleng dan beroperasi mulai pukul 08.00
s/d 17.00. Kecuali hari Senin, museum ini siap menerima kunjungan para traveler
yang ingin merasakan naik kereta api jaman dulu.
4.Hotel Ombilin
Inilah salah satu saksi bisu kejayaan Sawahlunto di masa lalu, Hotel Ombilin. Hotel ini pada jaman dulu sering digunakan sebagai tempat menginap tamu-tamu Belanda. Hotel ini dibangun pada tahun 1918.
Tentu saja dengan arsitektur khas Belanda.
Harris CW, Dines NT. 1988. Time Saver Standard for Landscape Architecture.New York: Mc Graw-Hill Inc
DAFTAR PUSTAKA :
Goodchild PH. 1990. Some Principle For the Conservation of Historic Landscapes. University of New York. 58p.
Harris CW, Dines NT. 1988. Time Saver Standard for Landscape Architecture.New York: Mc Graw-Hill Inc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Revitalisasi Kawasan