Anton
Merzy Shena / 114130118
Kabupaten Wonosobo
berdiri 24 Juli 1825. Kabupaten Wonosobo terletak pada 70.43’.13” dan
70.04’.40” garis Lintang Selatan (LS) serta 1090.43’.19” dan 1100.04’.40” garis
Bujur Timur (BT), dengan luas 98.468 ha
(984,68 km2) Provinsi Jawa Tengah dengan ketinggian berkisar 270 – 2.250 meter
di atas permukaan laut (m dpl). Sebagian besar wilayah Kabupaten Wonosobo
adalah daerah pegunungan. Terdapat dua gunung berapi: Gunung Sindoro dan Gunung
Sumbing. Selain itu menjadi bagian terpenting dari jaringan Jalan Nasional ruas
jalan Buntu-Pringsurat yang memberi akses dari dan menuju dua jalur strategis
nasional tersebut.
Kebutuhan akan bahan bangunan seperti pasir dan batu
meningkat seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk dan pengembangan wilayah
di bidang pembangunan. Sebagai bagian dari gunung Sindoro maka Kabupaten
Wonosobo memiliki potensi bahan galian pasir dan batu yang merupakan produk
alam dari aktivitas gunung. Bahan galian pasir dan batu ini termasuk dalam
klasifikasi bahan galian C. Penambangan pasir memiliki dampak negatif berupa
perubahan fisik bentuk lahan (topografi), bentang alam, meningkatnya run-off,
hilangnya lapisan tanah top soil, dan meningkatnya erosi Potensi bahan galian
pasir dan batu di Kabupaten Wonosobo banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.
Pertambangan terbesar berada di Kecamatan Kertek, dengan luas 25,1 Ha,di dua
desa, yaitu Desa Candimulyo dan Desa Pagerejo. Lokasi penggalian tersebut di
sebelah kanan dan kiri ruas jalan lintas Wonosobo-Semarang.
Kegiatan penggalian bahan galian Golongan C di
Kecamatan Kertek pada area tegalan dan lahan perkebunan teh serta tembakau.
Kegiatan tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara tradisional. Lapisan tanah
bagian atas digali dengan cangkul dan sekop, dengan kedalaman 1 -3 meter terdapat
lapisan pasir dan batuan, dengan penggalian secara vertikal, yang dapat
berdampak gerakan massa tanah dan batuan . (Ignatius Yunar Ardi Nugrahanto).
Dalam jangka pendek
kegiatan penggalian ini mampu memberikan kontribusi positif dalam mengatasi
permasalahan ekonomi masyarakat, namun kegiatan ini dilaksanakan tanpa
memikirkan aspek kelestarian dan keselamatan sumberdaya alam, sehingga
kepentingan ekonomi lebih diperhatikan dibandingkan kelestarian lingkungan
dalam jangka panjang. Lokasi bekas penambangan umumnya dibiarkan begitu saja,
tanpa dilakukan reklamasi.
Upaya Revitalisasi pada kawasan tersebut dilakukan
setelah melakukan reklamasi secara fisik maupun biotis berupa pemerataan tanah
di kawasan bekas tambang, dan pengelolaan tanah pucuk. Revitalisasi sendiri
bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja,
tetapi juga harus dilengapi dengan peningkatan ekonomi masyaraktnya serta
pengenalan budaya yang ada. Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya
keterlibatan masyarakat. Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta
untuk mendukung aspek formalitas yang memerlukan adanya partisipasi masyarakat,
selain itu masyarakat yang terlibat tidak hanya masyarakat di lingkungan
tersebut saja, tapi masyarakat dalam arti luas. (Laretna, 2002).
Konsep revitalisasi pada kawasan tambang ini akan
digunakan sebagai rest area, hal ini
dipertimbangkan dengan daerah tersebut merupakan jalur tengah antara penghubung
kota-kota terdekat, maka seringkali terlihat truk pengangkut barang-barang,
mobil maupun bus yang berasal dari luar daerah, dan wonosobo merupakan daerah
kawasan pariwisata yang baru-baru ini menjadi populer. Dampak yang ditimbulkan
akibat pembangunan tersebut berupa keterlibatan masyarakat disekitar area
penambangan dan pekerja penambang agar mencari nafkah dengan keuntungan
pembangunan area tersebut. Konsep ini memudahkan pengemudi dalam melakukan
aktivitas untuk memenuhi kebutuhan mereka di tengah jalan tanpa harus keluar
terlebih dahulu ke kota yang terdekat. Menurut UU No 26 Tahun 2007 tentang "Penataan
Ruang", perlunya penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang
proporsi luasannya
ditetapkan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, yang
diisi oleh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Rest area
(area peristirahatan) muncul pada tahun 1950an sebagai fasilitas pelengkap pada
jalan bebas hambatan (highway) di
Amerika Serikat. Area ini sebagai tempat beristirahat bagi pengemudi untuk berhenti
sesaat setelah berkendara jauh. Para
pengguna rest area biasanya adalah orang yang ingin mendapatkan kenyamanan dan
memenuhi kebutuhannya dalam perjalanan. Oleh karena itu, kondisi para pengguna
ketika memasuki rest area yaitu mungkin dalam keadaan lelah, mengantuk, lapar,
ingin ‘ke belakang’ serta ingin memenuhi kebutuhan pribadi yang lainnya. Penambahan
fungsi-fungsi tertentu di rest area.
Berikut daftar kebutuhan pengguna rest area.
1. Pom Bensin, membuat pengendara mau tidak mau
harus berhenti untuk mengisi bahan bakar.
2.
Bengkel, Kebutuhan akan pengecekan alat transportasi sangat diperlukan
agar terhindar dari kecelakaan secara teknis, karena pada daerah ini rawan
terjadi kecelakaan.
3. Rumah Makan, Manusia terkadang tidak bisa
menahan kebutuhan laparnya, sehingga rumah makan di rest area menjadi cukup
padat pengunjung ketika masuk waktu makan. Pengunjung rest area tergiur dengan produk-produk makanan atau minuman yang
khas pada daerah tersebut, sehingga memiliki daya tarik tersendiri, sebagai
contoh makanan khas daerah ini berupa mie ongklok dan tempe kemul
4. Masjid, Masjid
merupakan kebutuhan utama bagi umat Islam
5. Toilet, Kebutuhan mendasar manusia
adalah menggunakan toilet, karena hal ini tidak dapat ditahan lama-lama.
6. Tempat Perbelanjaan, Pertimbangan
yang menjadikan tempat perbelanjaan sebagai suatu kebutuhan bagi para pengguna jalan
biasanya membeli sesuatu, baik untuk keperluan dirinya sendiri maupun sebagai
souvenir yang khas pada daerah tersebut, sebagai contoh pada daerah ini manisan
carica.
7. Tempat Istirahat, rest area berfungsi sebagai tempat istirahat. Istirahat yang dimaksud
mencakup apakah hanya meregangkan otot atau sampai tidur untuk melepas lelah
dan kantuk.
8. Refreshing, Kebutuhan akan refreshing
didasari karena selain membutuhkan istirahat, terkadang pengendara juga butuh
me-refresh pikiran dan tubuhnya kembali di sela-sela perjalanan panjangnya, dan
terdapat tempat kesenian yang pada waktu tertentu menampilkan tarian daerah
seperti kuda lumping dan tari lengger,
Daftar
Pustaka
Yunar, Ignatus Ardi Nugrahanto, EFEKTIVITAS
REVITALISASI LAHAN BEKAS TAMBANG GALIAN C DI DESA CANDIMULYO KECAMATAN KERTEK
KABUPATEN WONOSOBO, Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta
Laretna, Adishakti. 2002. Revitalisasi Bukan Sekedar
“Beautification”. Urdi Vol.13,
www.urdi.org (Urban and Reginal Development Institute)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
26 Tahun 2007 Tentang "Penataan Ruang"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Revitalisasi Kawasan