Sheila Ayu
Anggreini
114160048
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Permukaan
tanah yang subur dan didalamnya juga terkandung berbagai bahan galian tambang berupa
mineral- mineral, bijih- bijih, berbagai unsur kimia dan berbagai macam batu
batuan termasuk batu mulia yang dapat diolah untuk kesejahteraan rakyat
(Simamora, 2000). Industri pertambangan
merupakan salah satu industri yang diandalkan untuk mendatangkan devisa. Selain
mendatangkan devisa industri pertambangan juga menyedot lapangan kerja dan bagi
Kabupaten dan Kota merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Yudhistira,
2008).
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2012, Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka
penguasaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang. Berdasarkan
peraturan di atas, tahapan kegiatan pertambangan dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga bagian, yaitu pra konstruksi yang terdiri dari penyelidikan umum,
eksplorasi dan studi kelayakan, kemudian konstruksi yang terdiri dari
konstruksi penambangan/eksplorasi, pengelolaan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, dan terakhir yaitu pasca konstruksi yang terdiri dari kegiatan pasca
tambang. Menurut Risal et al. (2013) Objek dari kegiatan pertambangan adalah sumberdaya
alam yang tak terbaharukan (non-renewable),
dimana dalam pengelolaan dan pemanfaatannya dibutuhkan pendekatan manajemen
ruangan yang ditangani secara holistik dan integratif dengan memperhatikan
empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan (growth),
aspek pemerataan (equity), aspek
lingkungan (environment), dan aspek konservasi (conservation).
Pertambangan emas di Cikotok dimulai sejak tahun 1936 yang kemudian
meluas hingga ke daerah Cikijang. Cadangan emas yang terdapat dinilai sudah
menipis sehingga tidak ekonomis lagi secara operasional, sehingga pada tanggal
27 November 2005 kegiatan produksi emas dihentikan. Selanjutnya pada tanggal 15
November 2006 diajukan dokumen Rencana Penutupan Tambang yang disetujui oleh
Bupati Lebak. Rencana penutupan akan diselenggarakan bersama Pemda Lebak,
masyarakat, dan pemangku kepentingan. Ketika kegiatan telah mecapai fase
penutupan tambang, kegiatan kemudian difokuskan kepada aspek lingkungan
mengenai pemulihan lahan bekas eksplorasi tambang. Namun, dampak yang dirasakan
tidak hanya aspek lingkungan saja melainkan mencangkup aspek sosial dan
ekonomi. Menurut James Bond, penutupan tambang secara meningkat dilihat sebagai
proses yang kompleks dan fokus terhadap seluruh stakeholder mengenai dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi (World
Bank dan IFC, 2002).
Berlokasi di Cikotok, Jawa Barat, perusahaan yang mengelola tambang emas
Cikotok memulai program penutupan pasca tambang melalui pengembangan salah satu
fasilitas transportasi bawah tanah berupa menara derek menjadi kawasan wisata.
Bernama Taman Derek, program ini mendukung program Pemerintah Daerah (Pemda)
Kabupaten Lebak dalam rangka mewujudkan kawasan wisata terintegrasi. Taman
Derek pada awalnya merupakan mine shaft
derrick berupa lubang bukaan vertikal sedalam lebih dari 110 meter yang
dibangun pada tahun 1940 untuk menghubungkan tambang bawah tanah Cikotok dengan
permukaan tanah serta alat transportasi pekerja tambang. Menara Derek telah
menjadi benda cagar budaya dengan ketetapan SK Bupati Lebak No. 004/178-Disporabudpar/V/2010
tentang Daftar Nama Benda-Benda Cagar Budaya di Lingkungan Pemda Kabupaten
Lebak. Nantinya Cikotok akan diandalkan oleh Pemda Kabupaten Lebak sebagai kawasan
geowisata, melengkapi objek wisata lainnya seperti kebun teh Cikuya, Pantai Sawarna,
dan beragam air terjun di Kabupaten Lebak. Revitalisasi taman derek ditujukkan sebagai bukti sejarah pertambangan
Emas di Cikotok dan diharapkan dapat menjadi ikon baru di kecamatan Cibeber.
Kegiatan pasca tambang yang telah direalisasikan oleh perusahaan selaku
pengelola tambang emas Cikotok selain pengembangan salah satu fasilitas menara
derek yaitu dengan dilakukannya aksi penanaman 500.000 pohon. Kegiatan
penanaman pohon dilaksanakan dengan tujuan multifungsi, yaitu penghijauan,
menambah sumber pangan masyarakat, menambah sumber kayu bagi rumah tangga dan
industri, sekaligus melestarikan jenis-jenis pohon tertentu yang sudah mulai
langka di sekitarnya. Kegiatan penanaman pohon dimaksudkan sebagai bentuk
pertanggungjawaban perusahaan pengelola tambang emas Cikotok terhadap komunitas
lokal.
Sesuai dengan dokumen Rencana Penutupan Tambang (RPT) Cikotok yang telah
disetujui oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak. Salah satu kegiatan RPT dalam
bidang penyelesaian aset disebutkan agar aset tambang emas Cikotok dapat
dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan umum. Bentuk pemanfaatan secara
optimum bagi kepentingan umum yang dilakukan adalah dengan penyerahan sarana Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) kepada Pemerintah Daerah Lebak. Hasil revitalisasi ini meningkatkan debit air dari 6 menjadi 10 liter per detik
sehingga layanan air bersih dapat dinikmati oleh 800 hingga 1.000 sambungan
rumah dari sebelumnya sekitar 400 rumah di sekitar daerah Kecamatan Cibeber,
Kabupaten Lebak, Banten.
Selaku perusahaan yang memegang implementasi prinsip-prinsip good mining practices maka perusahaan
pengelola tambang emas Cikotok juga melakukan pembangunan stadion, pasar, dan
sub terminal pada daerah Kecamatan Cibeber. Pembangunan infrastruktur bertujuan
untuk menjadikan kawasan pascatambang sebagai daerah yang bermanfaat secara
sosial, ekonomi, ekologis, dan estetik bagi masyarakat sekitar secara
berkelanjutan. Adanya fasilitas sosial tersebut diharapkan dapat membantu
menggerakkan roda perekonomian masyarakat sekitar dan menggerakkan mobilitas
transportasi dalam mendukung perdagangan antar sentra pengembangan. Dengan
demikian, diharapkan dapat membantu kehidupan sosial dan perekonomian
masyarakat untuk mencapai peningkatan kesejahteraan dan kemandirian secara
berkelanjutan. Berbagai program pascatambang masih tetap dilakukan hingga kini
oleh pihak perusahaan pengelola tambang emas Cikotok diantaranya adalah kegiatan
reklamasi, revegetasi, hingga pengembangan perekonomian masyarakat.
Peranan masyarakat serta pemerintah lokal sangat diperlukan untuk
mempertimbangkan serta mendukung berjalannya program dari perusahaan tambang.
Mendukung partisipasi masyarakat tentunya tidak mudah melainkan diperlukan
pendekatan khusus yang dapat mendorong kerjasama antara masyarakat dengan perusahaan
tambang mulai dari tahap perencanaan hingga tahap implementasi. Pendekatan
tentunya diperlukan adanya komunikasi rutin dan terbuka serta bersifat dua
arah. Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan semenjak tahap perencanaan
program pascatambang yang mengartikan bahwa masyarakat ditempatkan sebagai
subyek atau sebagai pelaku utama yang akan menerima dan mewujudkan
keberlanjutan dari program yang telah diimplementasikan oleh perusahaan
tambang.
DAFTAR
PUSTAKA
Arman Pasaribu, 2010, Analisis Dampak
Pertambangan Emas Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Batang Toru,
Kabupaten Tapanuli Selatan, Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara: Medan.
Laporan
Keberlanjutan 2016 Perusahaan Perseroan (Persero) PT Aneka Tambang Tbk (www.antam.com). Diakses pada 7 April 2018.
Manan, B
dan Saleng, A. 2004. Hukum Pertambangan.
UII Press: Yogyakarta.
Risal S, Paranoan DB, Djaja S. 2013. Analisis Dampak Kebijakan Pertambangan
Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Makroman. E-Journal
Administrative Reform.
Simamora, Henry.
2007. Manajemen Pemasaran Internasional
Jilid II Edisi 2. PT Rineka Cipta: Jakarta.
World bank and
International Finance Corporation. 2002. Its
Not Over When Its Over: Mine Closure Around the World. Author: Washington
DC.