"PENATAAN DAN REVITALISASI KAWASAN”
A.
PENDAHULUAN
Pertambahan
penduduk yang terjadi sebagai akibat dari laju urbanisasi dan industrialisasi
ini pada gilirannya telah mengakibatkan pertumbuhan kota yang berakibat
meningkatnya permintaan akan lahan kota dengan sangat kuatnya.[1] Dengan persediaan lahan yang
semakin terbatas, maka gejala kenaikan harga lahan tak terhindarkan lagi. Lahan
telah menjadi suatu komoditas yang nilainya ditentukan oleh kekuatan pasar.
Lahan
(topos) akhirnya merupakan sumber daya utama kota yang sangat kritikal,
disamping pengadaannya yang semakin sangat terbatas, sifatnya juga tidak
memungkinkan untuk diperluas. Satu-satunya jalan keluar adalah mencari
upaya yang paling sesuai untuk meningkatkan kemampuan daya tampung lahan yang
ada agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar lagi bagi kelangsungan hidup
kota yang lebih baik. Maka lahirlah upaya untuk mendaur-ulang (recycle)
lahan kota yang ada dengan tujuan untuk memberikan vitalitas baru, meningkatkan
vitalitas yang ada atau bahkan menghidupkan kembali vitalitas (re-vita-lisasi)
yang pada awalnya pernah ada, namun telah memudar. Hal terakhir inilah yang
disebut revitalisasi
Proses
revitalisasi sebuah kawasan atau bagian kota mencakup perbaikan aspek fisik dan
aspek ekonomi dari bangunan maupun ruang kota. Revitalisasi fisik merupakan
strategi jangka pendek yang dimaksudkan untuk mendorong terjadinya peningkatan
kegiatan ekonomi jangka panjang. Revitalisasi fisik diyakini dapat meningkatkan
kondisi fisik (termasuk juga ruang-ruang publik) kota, namun tidak untuk jangka
panjang. Untuk itu, tetap diperlukan perbaikan dan peningkatan aktivitas
ekonomi (economic revitalization) yang merujuk kepada aspek
sosial-budaya serta aspek lingkungan (environmental objectives). Hal
tersebut mutlak diperlukan karena melalui pemanfaatan yang produktif,
diharapkan akan terbentuklah sebuah mekanisme perawatan dan kontrol yang
langgeng terhadap keberadaan fasilitas dan infrastruktur kota.
Revitalisasi
adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang
dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami
kemunduran/degradasi. Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses
revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan
aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan
potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra tempat).
Revitalisasi, meningkatkan vitalitas yang ada atau bahkan menghidupkan
kembali vitalitas (re-vita-lisasi) yang pada awalnya pernah ada,
namun telah memudar.
B.
Definisi Revitalisasi
“Upaya
untuk menghidupkan kembali kawasan mati, yang pada masa silam pernah hidup,
atau mengendalikan, dan mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali potensi
yang dimiliki atau pernah dimiliki atau seharusnya dimiliki oleh sebuah kota
baik dari segi sosio-kultural, sosio-ekonomi, segi fisik alam lingkungan,
sehingga diharapkan dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan kota yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup
dari penghuninya.”
C. “Pentingnya” Revitalisasi Kawasan
1.
Konsentrasi peran yang besar di perkotaan tersebut, tidak
terlepas dari kenyataan bahwa perkotaan merupakan lokasi yang paling efisien
dan efektif untuk kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan
sarana dan prasarana, tersedianya tenaga kerja, tersedianya dana sebagai modal
dan sebagainya.
2.
Dengan persediaan lahan yang semakin terbatas, maka gejala
kenaikan harga lahan tak terhindarkan lagi. Lahan telah menjadi suatu komoditas
yang nilainya ditentukan oleh kekuatan pasar.
3.
Lahan (topos) merupakan sumber daya utama kota yang
sangat kritikal, disamping pengadaannya yang semakin sangat terbatas, sifatnya
juga tidak memungkinkan untuk diperluas. Satu-satunya jalan keluar
adalah mencari upaya yang paling sesuai untuk meningkatkan kemampuan daya
tampung lahan yang ada agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar lagi bagi
kelangsungan hidup kota yang lebih baik. Maka lahirlah upaya untuk mendaur-ulang
(recycle) lahan kota yang ada dengan tujuan untuk memberikan vitalitas
baru,
4.
Pencagaran (conservation) aset budaya fisik dan
non-fisik, sebagai dasar jatidiri masyarakat.
5.
Melestarikan bekas tambang dengan penataan dan
revitalisasi kawasan sehingga menjadi daya tarik wisatawan, hijau dan lestari.
D.
ISU STRATEGIS
1.
PENURUNAN VITALITAS EKONOMI KAWASAN
a)
Ekonomi kawasan tidak stabil
b)
Pertumbuhan kawasan yang menurun
c)
Produktifitas Kawasan Menurun
d)
Dis-ekonomi Kawasan (Diseconomic
of a neighbourhood)
e)
Nilai Properti Negatif (“Rendah”)
2. MELUASNYA KANTONG KUMUH YANG TERISOLIR (ENCLAVE)
a)
Tidak terjangkau secara spasial
b)
Pelayanan prasarana sarana yang
terputus
c)
Kegiatan ekonomi, sosial dan budaya
yang terisolir
E. PRASARANA DAN
SARANA TIDAK MEMADAI
a)
Penurunan kondisi
dan pelayanan prasarana (jalan/jembatan,
air bersih, drainase sanitasi, persampahan)
air bersih, drainase sanitasi, persampahan)
b)
Penurunan kondisi
dan pelayanan sarana (pasar, ruang untuk
industri, ruang ekonomi formal dan informal, fasilitas budaya
dan sosial, sarana transportasi)
industri, ruang ekonomi formal dan informal, fasilitas budaya
dan sosial, sarana transportasi)
F. DEGRADASI
KUALITAS LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL QUALITY)
a) Kerusakan ekologi
perkotaan
b) Kerusakan amenitas
kawasan
G. KERUSAKAN
BENTUK DAN RUANG TRADISI LOKAL
a)
“Destruksi diri-sendiri” (Self-Destruction)
b)
“Destruksi akibat Kreasi Baru" (Creative-Destruction)
H.
PUDARNYA TRADISI SOSIAL, BUDAYA SETEMPAT DAN KESADARAN PUBLIK
a) Pudarnya tradisi
b) Lemahnya kesadaran publik
I. Tujuan
Penataan dan revitalisasi
kawasan diarahkan untuk memberdayakan daerah dalam usaha menghidupkan kembali
aktivitas perkotaan dan vitalitas kawasan untuk mewujudkan kawasan yang layak
huni (livable), mempunyai daya-saing pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal,
berkeadilan sosial, berwawasan budaya serta terintegrasi dalam kesatuan sistem
kota
J. Sasaran
1.
Mencegah
terjadinya penurunan produksi ekonomi melalui penciptaan usaha lapangan kerja
dan pendapatan ekonomi daerah
2.
Meningkatkan
stabilitas ekonomi kawasan dengan upaya mengembangkan daerah usaha dan
pemasaran serta keterikatan dengan
kegiatan lain
3.
Meningkatkan daya
saing ekonomi kawasan dengan mengatasi berbagai permasalahan lingkungan dan
prasarana sarana yang ada
4.
Meningkatkan
pelayanan prasarana sarana di kawasan kumuh
5.
Mengembangkan
amenitas kawasan
6.
Mengkonservasi aset
warisan budaya kawasan lama
7.
Mendorong
partisipasi komunitas, investor dan pemerintah lokal dalam revitalisasi kawasan
K. KRITERIA LOKASI KAWASAN REVITALISASI
1. “Kawasan Mati”
a. Infrastructure distress
1)
Tidak mampu merawat
2)
Tidak mampu memanajemen
pertumbuhan
3)
Kepemilikan majemuk
4)
Nilai property 'negatif'.
5)
Rendahnya intervensi publik,
menyebabkan
6)
Rendahnya investasi oleh masyarakat.
7)
Residential flight ( pindahnya penduduk )
8)
Business flight ( pindahnya kegiatan usaha )
9)
Infra structure distress.
b. Loss of
central role ( hilangnya peran 'terpusat)
1)
“Kawasan Hidup tapi Kacau”
2)
Infrastructure distress
3)
Pertumbuhan ekonomi tdk terkendali
4) Nilai property tinggi, namun menyebabkan:
penghancuran secara creative thd aktifitas tradisional, pembangunan tidak kontekstual,
dan penghancuran nilai-nilai lama.
3. “Kawasan
hidup tapi kurang terkendali”
a.
Kegiatan cukup hidup, namun kurang control.
b.
Terjadinya pergeeran fungsi dan nilai lama yg
signifikan
c.
Pergeseran setting tradisionalnya
L. KLASIFIKASI KAWASAN REVITALISASI
1. Ditinjau dari fungsi kawasan :
a)
Revitalisasi Kawasan Perniagaan
b)
Revitalisasi Kawasan Perumahan\
c)
Revitalisasi Kawasan Perindustrian
d)
Revitalisasi Kawasan Perkantoran pemerintah
e)
Revitalisasi Kawasan Olah Raga, dan Fasilitas sosial
lainnya
f)
Revitalisasi Kawasan Khusus
2. Ditinjau dari letak kawasan
a)
Revitalisasi Kawasan pegunungan / perbukitan
b)
Revitalisasi Kawasan tepian air ( sungai, laut, dan
danau)
c)
Revitalisasi Kawasan perairan / rawa
d)
Revitalisasi Kawasan
khusus lainnya
3. Ditinjau dari
ke-kuno-an dan kesejarahannya
a)
Revitalisasi Kawasan bersejarah
b)
Revitalisasi kawasan baru
Masalah besar yang dihadapi ialah
PKL dan transpor di kawasan revitalisasi. Sumber masalah PKL ialah kurangnya
lapangan pekerjaan. Menggusur PKL dan memindahkannya tidak akan memecahkan
masalah. Pengalaman menunjukkan, hasilnya hanya sementara saja. Penertiban itu
berdalih karena kota menjadi kumuh dan pejalankaki terganggu karena trotoar
disita oleh PKL. Tetapi mobil yang diparkir di trotoar tidak ditertibkan.
Bahkan ada trotoar yang diubah menjadi tempat parkir. Akibatnya pejalankaki
harus jalan di badan jalan, yang sudah barang tentu berbahaya. Karena sumber
masalahnya adalah kurangnya lapangan pekerjaan, masalah itu hanya dapat diatasi
dengan penciptaan lapangan pekerjaan baru. Jadi harus ada program pembangunan
untuk menyalurkan para PKL ke kegiatan ekonomi baru disertai dengan pendidikan
dan latihan serta pengadaan kredit usaha.
Transpor adalah masalah berat lain. Jumlah kendaraan bermotor terus
bertambah dan laju pertumbuhan jumlah kendaraan lebih besar daripada pertumbuhan
kapasitas jalan. Akibatnya kemacetan lalulintas makin parah. Pencemaran udara
makin berat dan anggaran belanja untuk subsidi BBM juga makin tinggi.
Sumber masalahnya adalah pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak seimbang
dengan pertumbuhan kapasitas jalan. Selama jumlah kendaraan tidak dibatasi,
masalah kemacetan lalulintas tidak dapat terpecahkan dan bahkan makin parah.
Karena itu harus dirumuskan kebijakan untuk membatasi jumlah kendaraan bermotor
di jalan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan kendaraan bermotor. Harus ada
disinsentif untuk menggunakan kendaraan bermotor untuk jarak pendek, misalnya
kurang dari 5 km, dan insentif untuk penggunaan sepeda dan berjalankaki dengan
memperbaiki sistem trotoar dan membuat jalur sepeda sehingga berjalankaki dan
bersepeda menjadi aman dan nyaman. Berjalankaki dan bersepeda adalah moda
transpor yang murah dan sehat. Trotoar tidak hanya dibersihkan dari PKL,
melainkan juga dari mobil yang diparkir di atasnya. Dengan memacu bersepeda
akan tumbuh permintaan untuk sepeda. Tumbuhlah usaha untuk produksi suku cadang
sepeda, perakitan sepeda dan perdagangan sepeda. Lapangan pekerjaan yang baru
dapat digunakan untuk menyalurkan PKL dari pekerjaan ke-PKL-an. Dengan
mengurangi penggunaan kendaraan bermotor kebutuhan memperlebar jalan dan
membuat jalan baru berkurang. Dana yang dihemat dapat digunakan untuk
memperbaiki pelayanan kesehatan dan pendidikan. Sistem demikian bersifat PB
karena berpihak pada lingkungan hidup, orang miskin, perempuan dan lapangan
pekerjaan. Kendala utamanya ialah kendaraan bermotor membawa simbol status
sosial yang tinggi. Sebaliknya berjalankaki dan bersepeda dianggap membawa
status sosial yang rendah.
M.
“Mengapa” menjual Kawasan Revitalisasi?
1. Sejumlah pelayanan perkotaan yang diberikan tidak dapat
mencapai tingkatan akseptabilitas dari beneficiaries seperti yang
diharapkan
2.
Efisiensi berhubungan dengan penggunaan sumber daya ekonomis
yang terbatas sedangkan efektifitas berhubungan dengan pencapaian hasil sesuai
dengan kualitas dan maksudnya. Tugas dari Penataan dan Revitalisasi Kawasan
adalah mencapai kedua aspek ini semaksimal mungkin.
Isu-isu di atas, yaitu efisiensi,
efektifitas, akseptabilitas, perhatian terhadap lingkungan dan fragmentasi
pelaksanaan merupakan hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam Penataan dan
Revitalisasi Kawasan.
Secara garis besar prinsip-prinsip
yang perlu diperhatikan untuk menjawab isu-isu di atas adalah :
1. Membuat lebih dekat proses pengambilan keputusan dan pembiayaan suatu
program terhadap kelompok sasaran. Hal ini untuk memperbaiki allocative
efficiency program karena lebih sensitifnya program terhadap variasi lokal dan
lebih tajamnya perumusan. Di lain pihak, pendekatan demikian juga akan
memperbaiki productive efficiency karena pembiayaan yang lebih langsung dari
kelompok sasaran akan meningkatkan akuntabilitas lokal.
2. Adanya desentralisasi, yaitu untuk meningkatkan sensitifitas
proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan suatu program terhadap kebutuhan
kelompok sasaran, terutama kelompok miskin perkotaan. Prinsip inipun adalah
untuk meningkatkan efektifitas.
3. Adanya kompetensi yang sesungguhnya di dalam proses-proses produksi untuk
keperluan pengadaan suatu program sehingga efisiensi dari pelaksanaan dapat
dijaga. Hal ini membutuhkan keterlibatan sektor swasta dan dipergunakannya
prinsip-prinsip mekanisme pasar yang sehat untuk proses-proses produksi
tersebut.
4. Diperbaikinya sistem keuangan program, khususnya untuk memungkinkan
dilibatkannya sumber daya keuangan swasta untuk investasi dan untuk mendapatkan
pemasukan yang selangsung mungkin dan berkelanjutan dari kelompok sasaran untuk
operasi dan pemeliharaan dari suatu fasilitas yang diadakan melalui program
tersebut.
5.
Dibangunnya sistem yang
mengatasi masalah fragmentasi fungsional dan geografi.
6. Dibangunnya sistem yang membuat program sensitif terhadap kepentingan lingkungan.
7. Dipergunakannya teknologi tepat guna
dan adanya kompetensi untuk pemilihan investasi, rancang bangun dan pelaksanaan
infrastruktur dan operasi serta pemeliharaannya. Hal ini dimaksudkan untuk
efisiensi dan efektifitas dari suatu kegiatan atau program.
N.
Mengapa Menjual Kawasan
Revitalisasi?
1.
Belum semua :kekayaan” kawasan dikenali, dikualifikasi dan
dispesifikasi.
a.
Potensi kawasan potensi revitalisasi belum diidentiikasi dan
diinventarisasi secara rinci dan lengkap.
b.
Kekayaan dan potensi revitalisasi kawasan baru “dikemas”
dalam format terbatas, belum untuk “jualan”
2.
Potensi kekayaan
kawasan revitalisasi yang ada belum “terjual” optimal.
a.
Potensi yang ada “dijual” dalam format dan kemasan “apa adanya”.
b.
Penjualan kekayaan budaya tidak dilkukan secara
“terstruktur”, tetapi secara terlepas-lepas.
O.
“Bagaimana” Menjual Potensi
Kawasan Revitalisasi?
1.
Menjual dengan kerangka “Spasial”
a.
Kawasan revitalisasi terdiri atas berbagai kawasan bagian,
yang dapat “distrukturkan”
b.
Dalam satu satuan manajemen kawasan
2.
Menjual dengan kerangka “Sektoral”
a.
Kehidupan urban terbagi atas berbagai “sektor” (segmen) yang
merupakan satuan komunitas manajemen kawasan
3.
Menjual layanan potensi revitalisasi kawasan dengan prinsip “cost
recovery”
a.
“Produksi” dan “deliveri” layanan kawasan revitalisasi
dilakukan dengan dasar menghasilkan kembalinya biaya produksi untuk layanan
yang lebih baik/
4.
Disiapkan “satuan pengelola” kawasan yang memadai dan dapat
menerima limpahan sebagian urusan sektor-sektor.
a.
Kekayaan kawasan revitalisasi yang potensial dilimpahkan
kepada satuan manajemen kawasan profesional agar “penjualan” dapat menghasilkan
kontrubusi pendapatan untuk membiayai pelayanan prima.
5. Diperbaikinya sistem keuangan program kawasan revitalisasi
khususnya untuk memungkinkan dilibatkannya sumber daya keuangan swasta untuk
investasi dan untuk mendapatkan pemasukan yang selangsung mungkin dan
berkelanjutan dari kelompok sasaran untuk operasi dan pemeliharaan dari suatu
fasilitas yang diadakan melalui program tersebut
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Revitalisasi Kawasan